Skip to main content

KH. Abdul Haris Jember | Pembelajaran Nahwu Shorof 1 | Problematika Membaca Kitab Kuning | Unsur2 membaca kitab

Ini adalah dari video pertama beliau ketika menguraikan tentang bagaimana problematika membaca Kitab Kuning. Sekaligus juga memberikan gambaran umum tentang skema proses membaca kitab kuning beserta sisipan2 motivasi. Semoga yang sedikit ini bisa menjadi hiburan untuk kalian semuanya


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله 
الحمد لله رب العالمين

والصلاة والسلام على رسول الله
سيدنا محمد و على اله وصحبه ومن والاه


 رب اشرح لى صدرى
ويسر لى أمرى
واحلل عقدة من لسانى
يفقهوا قولى


أما بعد


Unsur2 Membaca Kitab
.
Pada kesempatan siang hari ini, secara rutin kita akan mencoba untuk membahas permasalahan yang terkait dengan Kitab Kuning. Ini menjadi penting untuk selalu kita kaji, selalu kita diskusikan, karena membaca kitab itu menjadi problematis. Itu adalah problematika, yang  tidak hanya dihadapi oleh dunia formal, di tingkat pondok pesantren sekalipun, sekarang yang namanya membaca kitab itu menjadi problem. Oleh sebab itu diskusi tentang masalah ini menjadi penting untuk selalu kita hadirkan. 

Sebuah lembaga yang ingin menjadikan santrinya, atau anak didiknya, atau muridnya, bisa membaca kitab, menurut saya harus rasional. Kegiatan2 yang ada dan ditawarkan dalam lembaga itu, harus menyampaikan peserta didik pada titik tujuan yaitu bisa membaca kitab. 


Fahmul Kutub (Memahami kitab) itu unsurnya 3

  • Qowaid (kaidah2 nya)
  • Mufrodat (kosa kata)
  • Tathbiq (penerapan)

Oleh sebab itu yang harus diketahui adalah kira2 unsur untuk membaca kitab itu apa saja? Yang namanya membaca kitab atau fahmul maqru' atau fahmul kutub, ini unsurnya mesti tiga.


فهم المقروء او فهم الكتب

  • Yang pertama, harus ngerti apa itu qowaid, 
  • yang kedua harus banyak hafal mufrodat, 
  • kemudian yang ketiga itu tathbiq nya. 


Kalau seandainya hanya ngerti qowaid, tapi mufrodatnya sedikit, bermasalah. Pun juga demikian, ketika dibalik, mufrodatnya hafal banyak, tapi qowaidnya gak bisa sama sekali, bermasalah. Atau kalau seandainya qowaidnya bagus, mufrodatnya bagus, akan tetapi  tathbiqnya (penerapanya) itu bermasalah, itu juga bermasalah

Oleh sebab itu sebuah lembaga yang menetapkan fahmul maqru' sebagai tujuan utamanya, kegiatanya itu harus dalam rangka

  • memperkuat qowaidnya, 
  • memperbanyak mufrodat santri2nya, 
  • harus juga kegiatanya itu dalam rangka tathbiq (menerapkan kaidah yang sudah difahami oleh murid2, kepada mufrodat yang sudah dihafal). 


Fahmul kutub -bisa memahami kitab, berarti semua kegiatan yang ada itu, harus diarahkan kepada titik ini. 

  • Harus ada sesi, harus ada satu kegiatan yang konteksnya itu memperkuat qowaid
  • Harus ada satu kegiatan yang konteksnya itu, tujuan utamanya itu memperbanyak mufrodatnya. 
  • Harus ada kegiatan yang tujuan utamanya itu adalah bisa menerapkan kaidah yang difahami oleh siswa itu kepada mufrodat yang sudah dihafal. 

Kalau seandainya tidak dalam konteks itu, maka sebenarnya tujuan fahmul kutub yang ditetapkan oleh lembaga itu, adalah gak beneran, gak serius. 


On this midday occasion, we will regularly discuss issues related to "The Kitab" (Yellow Books) – classical Islamic textsWe should always make time to study and discuss this matter, because reading "The Kitab" in arabic has become problematic. This is a matter of concern not only faced by the formal sector. Nowadays, even at the level of Pondok Pesantren (Islamic boarding schools), reading "The Kitab" in Arabic has become a problem for Indonesian Islamic students (santri). For this reason, it is essential for us to continually discuss this matter. 

An institution that wants its santri, students, or learners to be able to read "The Kitab" in Arabic, in my opinion, must be rationalThe activities available and offered in that institution must guide the students toward the ultimate goal, which is being able to read "The Kitab". Therefore, what must be reminded is: 

What are the essential elements needed to be able to read "The Kitab" ?

Reading "the kitab" or fahmul maqruu- or  fahmul kutub (reading comprehension), there must be three elements. 

  • The first is understanding the Arabic grammar 
  • The second is  memorizing a lot of vocabulary
  • And the third is understanding the application

If you only understand the grammar but have a limited vocabulary, that would be a problemLikewise, if you have a lot of vocabulary but don't understand the grammar at all, that would also be a problemOr, if your grammar and vocabulary are good, but your application is not clear or effective, that would still be a problemTherefore, an institution that focuses on reading comprehension as its ultimate goal should ensure its activities are focused on...

  • The Arabic grammar
  • The vocabulary
  • The application (Applying the grammar and vocabulary effectively and clearly)

Reading Comprehension means all the activities should focus on these three points. There must be a session, or an activity specifically focused on .. 

  • Strengthening Arabic grammar,
  • Enriching  the vocabulary,
  • Applying grammar and vocabulary effectively and clearly.

If it is not within that context, then the goal of reading comprehension set by the institution is actually not genuine or serious.

Cuplikan video bisa kalian saksikan di sini, teman2



Alternatif Bacaan
.

Kita bisa mengkoreksi diri kita, kita bisa mengevaluasi diri kita, 

  • Apakah qowaid kita sudah bagus apa tidak?
  • Apakah mufrodat kita sudah banyak apa tidak? 
  • Apakah penerapan (tathbiiq) kaidah pada mufrodat itu sudah bagus apa tidak? 

Seperti yang sering saya tegaskan pada kalian semuanya bahwa tathbiiq itu penting, karena kebetulan tulisan arab itu tidak berharokat. 

We can self-correct, we can evaluate ourselves:

  • Are our grammar good or not?
  • Have we mastered a lot of vocabulary or not?
  • Are we able to apply the grammar to the vocabulary effectively, and clearly? 

As I often emphasize to all of you that tathbiiq (application) is important because, Arabic texts does not include diacritical marks (harakat).


Ilustrasi Alternatif bacaan dalam satu lafadz


Ini selalu saya contohkan, min dan nun misalnya. Tulisanya sama min nun, tapi memungkinkan dibaca 

  • man
  • min
  • manna.

Ini sama2 benarnya ini. 

Kalau seandainya dibaca man, masuk dalam kategori isim. Kalau dibaca min masuk dalam kategori huruf. Kalau dibaca manna masuk dalam kategori fi'il.

  • ْمَن - ISIM
  • ْمِن - HURUF
  • َّمَن - FIIL

Yang akan sampeyan hadapi ketika sampeyan kepingin bisa baca kitab, realitasnya adalah "sampeyan akan dihadapkan pada sebuah tulisan yang tidak berharokat, dimana satu tulisan memungkinkan untuk dibaca dengan banyak alternatif bacaan". 

Orang yang bisa baca kitab itu apa ustadz? Orang yang mampu memberikan alternatif bacaan yang banyak untuk satu tulisan

This is what I always use as an example, Mim and Nun, for instance. The writing is the same, mim and nun, but it can be read as:

  • man
  • min
  • manna

They are all equally correct.


  • If it is read as man, it falls into the category of isim (noun). 
  • If it is read as min, it falls into the category of huruf (particle). 
  • If it is read as manna, it falls into the category of fi'il (verb).
When you want to be able to read Arabic classical texts (kitab) is, the reality that "you will face a script without diacritical marks, where a single text can be read in many different ways."

So, who is considered proficient in reading (kitab)? Someone who can provide multiple reading alternatives for a single script.


Lam mim alif  لما misalnya. Ini memungkinkan dibaca lamaa, memungkinkan juga dibaca limaa, memungkinkan juga dibaca lammaa. 

  • لَمَا - lam taukid, maa ne maa nafiy
  • لِمَا - huruf jar, jar majrur, mim e bisa mashdariyah bisa maushul misalnya
  • لَمَّا - adat syarat


Mislanya lagi hamzah lam alif  الا . Ini memungkinkan dibaca alaa sebagai huruf tanbih misalnya. Memungkinkan juga dibaca illaa sebagai huruf istitsnaa misalnya, yang berarti kecuali. Bisa juga dibaca illaa yang merupakan pengidhghoman dari in dan laa (jika tidak)

  • الَا - Huruf Tanbih
  • َّإلا - Huruf Istitsna
  • َّإلا - atau dibaca illa yang merupakan pengidhghoman dari in ان dan laa لا  (artinya jika tidak)

و الا فلا - dan jika tidak, maka tidak...


Jadi yang akan sampeyan hadapi itu adalah lafadz2 yang tidak berharokat, yang memungkinkan satu tulisan dibaca dengan banyak alternatif bacaan. 

Kalau seandainya kita hanya ngerti qowaid saja (hafal saja) misalnya, akan tetapi tidak mampu melakukan improvisasi, kita terkena penyakit terpesona pada pandangan pertama. 


Misalnya lek koyok ngene بعد mesti dibaca ba'da misalnya, padahal memungkinkan itu dibaca bu'dun yang artinya jauh. 

Satu tulisan itu memungkinkan dibaca dengan banyak alternatif bacaan. Oleh sebab itu panjenengan, setelah qowaidnya bagus, mufrodatnya bagus, maka harus dilatih tatbiq


من

Kira2 man yang merupakan isim ini, disebut sebagai 

  • isim maushul, 
  • apakah termasuk isim syarat, 
  • ataukah termasuk dalam kategori isim istifham (misalnya). 

Sudah... sudah disebut sebagai min yang merupakan isim.. iyo wocone iki man iki. Tapi ternyata belum selesai, mim nun yang kemudian dibaca man ini, yang selanjutnya kita sebut sebagai isim ini, kira2 statusnya sebagai 

  • isim maushul, 
  • atau isim syarat? 
  • atau isim istifham?
Itu juga bermasalah.
  • Kapan disebut sebagai isim maushul, 
  • isyarat, 
  • isftifham (misalnya) 
pada tatbiq inilah kemudian diajarkan. 




Hey rekkk.. kok misalkan sampeyan ketemu mim nun, kok kemudian ada di awal kalimat, misalnya triknya begitu - dan sesudahnya itu fiil, dan sesudahnya ada jawab syaratnya, maka man itu termasuk dalam kategori isim syarat, artine barangsiapa. Hey rekkk... kalau misalnya sampeyan ketemu mim nun, bacaanya man, ono ndik awal kalimat, masuknya ndek isim. misalnya: man robbuka itu man disebut sebagai isim istifham. 

Konseskuensinya  lain, antara itu disebut sebagai isim istifham, ataukah isim syarat, ataukah isim maushul, itu beda.... Disinilah kemudian, kenapa membaca kitab itu menjadi sulit, lebih disebabkan karena itu. Membaca kitab niku angel. Oleh sebab itu lek misale ono wong mbujuk2 moco kitab iku gampang, moco kitab itu gampang, setengah wulan ae iso selesai dengan pelatihan, itu mbujuk2 itu.  Gak temenanan iku, gak mungkin. 



Studi Komparatif
Kita sudah studi komparatif ke Lirboyo pernah, ke Ploso pernah, ke Sarang pernah, ke Langitan pernah. Kita sudah melakukan studi komparatif, ternyata..asumsi dasar dari mereka, mulai tingkat dasar sampai lulus mereka mematok berapa tahun? sembilan tahun.. ini rasional. Kalau seandainya metode2 instan itu bagus, hebat, bisa gampang menyelesaikan masalah2, mengantarkan murid2 bisa membaca kitab, kiro2 gak ono wong2 sing mondok ning Lirboyo ning Sidogiri, gak onok... tapi kenyataanya apa? orang justru memilih di Lirboyo, di Sidogiri, di Ploso, memilih Langitan, memilih Sarang, yang asumsi mondoknya itu sembilan tahun. Baru dianggap tutuk (lulus) pondok ane. 

Itu mencerminkan, bahwa kitab itu sulit, 
  • bagaimana sampeyan menguasai qowaidnya, 
  • bagaimana sampeyan menguasai mufrodatnya, 
  • bagaimana dilatih tatbiqnya, 
itu memang sulit. 
Oleh sebab itu saya minta bagi temen2 yang usianya masih SMP SMA kudu sabar, proses ini memang seperti itu. 


Ndi sih qowaide, ndi sih mufrodate, mungkin mufrodat yang ada ditingkat dasar dulu. Mungkin mufrodat yang dasar ada di ajurmiyah itu diapalkan.. dulu sampai bisa baca kosongan. Misalnya taqribnya (pinggirnya fathul qorib) itu dihafalkan terus...baru kemudian Fathul Qoribnya. Itu memang prosesnya seperti itu. Orang2 yang dianggap hebat membaca kitab, itu semuanya prosesnya seperti itu. 



Menghafal
Perlu diperhatikan oleh panjenengan itu, dasar membaca kitab itu, tumpuanya yang paling handal adalah al hifdzu (hafalan) itu penting diperhatikan oleh sampeyan. Dadi kok misale sampeyan kepengen moco kitab, tapi sampeyan gak gelem hafalan, iku sampeyan salah alamat. Qowaid iku kudu diapalke, bahkan dipondok2 yang salaf2 itu harus hafal alfiyah dulu. Mufrodatnya itu kudu dihafalke, bahkan dipondok2 salaf itu, kalau seandainya mau ujian, itu ada istilah taftisy, dikoreksi dulu, kitabe wes lengkap opo ora? Itu sampai seperti itu, dan itu memang yang rasional seperti itu. Karena memang kenyataanya sekarang, yang mampu memproduk orang2 hebat itu adalah orang2 salaf itu, dibidang membaca kitab. Oleh sebab itu kita harus merujuk kepada lembaga yang jelas, jelas tingkat keberhasilanya. Tidak hanya klaim itu, kenyataanya orang2 yang hebat2 itu, semuanya ujung2nya dari pondok pesantren. Oleh sebab itu penting bagi saya untuk menegaskan pada panjenengan semuanya, lek panjenengan itu tujuannya bisa membaca kitab. Apakah panjenengan S1 S2 S3 basis keahlihan membaca kitab, untuk bidang2 keahlian agama, apakah kaitanya dengan syari'ah, apakah kaitanya dengan ushuluddin, apakah kaitanya dengan tarbiyah, apakah kaitanya dengan dakwah (misalnya) kalau basis2 yang diajarkan itu dalam bidang2 keagamaan, dimana sumber utamanya adalah al quran dan al hadits, maka membaca kitab itu menjadi kata kunci, lek sampeyan kepengen ahli. 



Sulit untuk kemudian difahami, seseorang mengklaim dirinya sebagai sarjana atau Doktor syari'ah misalnya, Doktor Tafsir Hadits, dikek i Kitab Al Fiqhul Islami wa 'Adilatuhu gak iso moco, dikek i fiqhus Sunnah? gak iso moco. Dikek i Fathul Mu'in, ora iso moco. yo opo? itu kan sulit difahami. Dikek i tafsir Ar Rozi, gak iso moco, al Kasyaf gak iso moco, kan sulit (difahami). Yang rasional adalah kalau seandainya diberi sumber kitab yang menjadi rujukan utama, atau sumber primer itu, mereka mampu (memahami).  Sehingga kalau kita mencanangkan bahwa kalau seandainya bahwa fahmul kutub itu, adalah menjadi kata kunci, oleh sebab itu harus kalian kuasai semuanya. Kalau seandainya kalian menjadi orang yang ahli di bidang agama, itu menjadi rasional, yo memang kenyataane ngoten. Dadi sampeyan kudu yakin iku, kudu faham (lek sampeyan mendalami tiga kaidah ini qowaid, mufrodat, dan tatbiq) sampeyan iku berjalan di rel yang benar. 


Capek dalam Belajar
Tapi yo memang capek rek, koncone turu, sampeyan kudu bangun. Koncone ora hafalan, sampeyan kudu hafalan, koncone misalnya guyon macem2 sampeyan kena beban kudu ngaji, lek gak ngaji kenek ta'dzir dan macem2. Ya memang itu proses, itu memang proses, yakinlah sampeyan bahwa:

الاجر بقدر التعب

yang namanya upah atau hasil itu, 
sesuai dengan kepayahan kita
keletihan kita.

Kalau umpamanya kalian itu berakit2 ke hulu dulu, bersakit2 dahulu, dulu - baru kemudian berenang2 ke tepian misalnya, bersenang2 kemudian. Insyalloh kalian akan sukses, amin... Apakah sampeyan tergantung dadi calon orang sukses nopo mboten, niku tergantung sakniki sampeyan. Sampeyan sakniki wes bersakit2 dahulu opo belum? 



بقدرِ الكدِّ تكتسبُ المعالي ***** ومن طلب العلا سهر الليالي
ومن رام العلا من غير كد **** أضاع العمر في طلب المحال

Ukuran keberhasilan itu berdasarkan kerja keras
Barangsiapa ingin menggapai ketinggian, 
maka ia akan begadang.

Siapa yang menginginkan keberhasilan
tanpa kelelahan
Sesungguhnya ia telah menghabiskan umur
dalam meraih sesuatu yang mustahil.


Apa sampeyan sudah berpayah2 berletih2 untuk mencapai tujuan? kalau belum berarti sampeyan belum jadi calon orang pinter, itu pasti itu. Gak onok wong pinter, gak rekoso, Gak onok wong hebat, gak soro terlebih dahulu. Ilmu laduni saiki wes raono, karena terlalu banyak kemaksiatan sekarang. 


Ilmu dengan Belajar
Oleh sebab itu sampeyan kalau kepingin ilmu harus bita'allum. Sampai sebagaimana sering diucapkan oleh para santri. Oleh kalangan pesantren,

العلم لا يعطيك بعضه حتى تعطيه كلك

Al ilmu (ilmu iku) laa yu'thiyka (tidak akan memberikan kepada sampeyan) sebagianya
Sehingga sampeyan memberikan diri sampeyan secara total kepada ilmu tersebut. 

Sampeyan sudah total apa belum? Kalau misal kita kemungkinanya menyisihkan waktu 12 jam atau 10 jam misalnya, itu kemungkinanya untuk jadi orang pinter itu kuat. Karena kita sudah memberikan secara total kepada ilmu itu. Oleh sebab itu direview diri kita, dievaluasi diri kita, apakah kita akhirnya jadi orang pinter atau tidak? Itu bisa diketahui. Dan sering saya katakan kepada panjenengan semuanya.

Pertanyaanya apakah saya bisa sukses nopo mboten, bukan itu pertanyaanya. Pertanyaanya adalah sampeyan mau sukses apa enggak? bukan bisa sukses, tapi mau sukses apa enggak? Kalau mau sukses sudah ada jalanya, apa itu?


 يرفع الله الذين آمنوا منكم 
والذين أوتوا العلم درجات والله بما تعملون خبير

darojaatin (pakai bentuk jama'). Pakai bentuk jama' teng mriku. 

من أراد الدنيا فعليه بالعلم
ومن أراد الآخرة فعليه بالعلم
وَمن أراد الاثنتين معاً فعليه بالعلم

Kata2nya adalah ilmu ternyata. Njenengan pasti sukses lak gadah ilmu. Njenengan pasti sukses lak gadah ilmu. Sinten sing njamin? Gusti Alloh, Shodaqollohul 'adzim laa yukhliful mi'aad. Niku penting untuk panjenengan (ilmu).

Dados menawi sampeyan pingin bisa membaca kitab, maka 
  • qowaid kudu kuat, 
  • mufrodate kudu akeh, 
  • tatbiq e kudu pinter. 

Oleh sebab itu, ojo percoyo sampeyan, lek misale ono metode2 yang katanya handal, hanya menawarkan 6 bulan, gak ono critane iku. Baca kitab itu bukan nahwu lho ya..nahwu itu sebagianya, ini yang penting untuk diperhatikan (ada di qowaidnya). Orang bisa nahwu, tapi gak kuat mufrodatnya, gak kuat tatbiqnya itu tidak bisa baca kitab. Kalau gak percaya sampeyan hafal alfiyah, maringono dituk-i kitab filsafat yang sama sekali tidak pernah dikaji. Dituk i kitab kedokteran misale yang sama sekali tidak pernah dikaji, dimana mufrodatnya kita gak kenal. Jelas macet niku, jelas gak iso moco niku. Oleh sebab itu lek umpamane sampeyan besuk gadah lembaga, mugo2 ngoten, lek umpamane pingin mengantar murid2 bisa baca kitab, ojo mek goal nahwu tok...tapi ternyata gak hanya nahwu. Nahwu niku gampang, satu tahun niku tuntas, Di metode Al Bidayah kan gitu, satu tahun nahwu itu tuntas. Tapi ternyata tidak hanya nahwu yang namanya baca kitab itu, ada mufrodatnya, ada tatbiqnya. Jangan menyederhanakan masalah, lek misale hafal metode ini, metode ini, enam bulan langsung baca kitab, gak ada seperti itu. 

Yang namanya membaca kitab itu unsurnya bukan hanya nahwu, ada mufrodatnya, ada tatbiqnya. Itu penting untuk kemudian kita fahami. Sehingga kita bisa ngukur, kulo nahwune sampun sae ustadz...Sakniki yok nopo selanjute ustadz, mufrodate..apalno fathul qorib iku wes, maksud e apalno niku yok nopo? lek moco kosongan niku bisa. Sak iki fasilitas iku banyak, ojo tergantung ustadz e, disitu ada yang namanya terjemahan bahasa jawa. Ono terjemahan bahasa madura, ono terjemahan bahasa Indonesia. Yok nopo ustadz? niki sampun bener? pemenggalan2 katanya sudah leres nopo belum? Murode sampun leres nopo mboten, kan sak niki kudu ngoten. 

Seperti yang kita ketahui ternyata, fathul qorib itu ternyata cuma 71 halaman cuman. Kalau misalkan satu halaman kita hafalkan 3 hari, misalnya. Gak sampai setahun ternyata kita belajar fathul qorib lek umpamane tenanan. Oleh sebab itu, kalau nahwunya sudah bagus, tinggal mufrodatnya ini, dikuatkan. '



QOWAID niku sederhananya ada dua - ada yang namanya qowaid nahwu, dan ada qowaid shorof. Nahwu niku secara umum membahas kedudukan kata. Ini SPOK niku babe nahwu, I'rob itu bab e nahwu. Mempelajari pengaruh kalimat yang satu dengan kalimat yang lain. Makanya kita tidak bisa belajar mandiri pada satu kata. 

Misalkan 

  • Mubtada' - harus menguasai materi prasarat dulu. Mubtada' harus terbuat dari isim ma'rifat. Mubtada' itu tidak mungkin diawali oleh nakiroh, kecuali ada mushowwighot. 

  • Fail - sebelum mengajari fail, diajari dulu ma'lum dan majhul. Karena kalau ma'lum itu ada fail, dan majhul itu adanya naibul fail. Karena isim yang dibaca rofa' selain fiil itu memungkinkan disebut sebagai fail, memungkinkan disebut sebagai naibul fail. Tergantung apanya? tergantung statuse fiile niku nopo? apakah ma'lum atau majhul. 

  • Na'at - man'ut - ya kudu ngerti isim sifat sampeyan, yo kudu ngerti mufrod tatsniyah jama' misalnya, sampeyan kudu ngerti mudzakkar muannats misalnya, sampeyan kudu ngerti ma'rifat nakiroh. Nopoo sebabe? karena yang namanya na'at disamping dia sebagai isim sifat, maka dia harus sesuai dengan man'utnya, dari aspek apa? Mufrod tatsniyah jama'nya, mudzakkar muanasnya, nakiroh -ma'rifatnya. 

Ilustrasi Ilmu Nahwu - Kedudukan kata



Ilmu nahwu itu kompleks, berbicara tentang pengaruh kata yang satu dengan kata yang lain. Kalau seandainya kalian belajar dan mengajar ilmu nahwu, kudu ati2 karena ini kompleks. Karena ini berbicara tentang pengaruh kata satu dengan kata yang lain. Sehingga ojo kesusu, kenapa kok dipendidikan formal itu gagal. Jarang kita, misalnya kita mendapati temen2 yang ada di pendidikan formal, membaca kitabnya itu adalah bagus misalnya. Ya karena itu, sistematika pembahasan itu tidak diperhatikan. sehingga definisi guru yang baik adalah guru yang ngerti sistimatika pembahasan. 

Saya sering istilahkan, guru yang apabila materi nahwu itu ditebar didepanya, itu tetep tahu peta konsepnya, misalnya:

  • Nakiroh Ma'rifat itu ada disini
  • Ma'lum Majhul itu ada disini,
  • kemudian Mufrod Tatsniyah jama'

itu ngerti masing2 posisinya. Tata letaknya itu ngerti, peta konsepnya itu faham. Tapi kalau seandainya pokok diajarno kabeh misalnya, apakah itu termasuk kategori materi prasarat atau bukan. Apakah kemudian ini sistematis atau tidak. Kalau itu sama sekali tidak diperhatikan, yo nganti kapan pun tetep tidak bisa. Saran kulo teng panjenengan, lek sampeyan sedang menjar ilmu  nahwu, kudu diperhatikan sistimatikanya. Oleh sebab itu sampeyan kudu ngerti, materi itu filosofi dan fungsinya, serta signifikansinya, itu ngerti sampeyan. 

Kenapa kok panjenengan harus menjelaskan isim manqush dan isim maqshur? (kudu ngerti jawabane). Ustadz..lek murid kulo mboten kulo ajari isim manqush dan isim maqshur, niku mangke lek masuk ke i'rob taqdiri bermasalah ustadz. Iku sampek iso ngono sampeyan, I'rob itu kan ada tiga, ono sing lafdzy, taqdiri, mahalli. Murid kulo lek mboten kulo ajari isim manqush dan isim maqshur, nanti bermasalah ini. Ketika masuk ke i'rob taqdiri, bingung dia. 

misal:

جاء موسى
رأيت موسى
مررت بموسى

bingung, iki kok gak berubah iki? O... iki isim maqshur iki, misalnya. Opok o kok isim maqshur? lha ini, huruf akhirnya berupa alif lazimah. harokat sebelumnya berupa fathah. Semacam ini harus tahu. Makanya Guru yang baik adalah guru yang ngerti filosofi dan fungsi dari masing2 materi, yang diajarkan kepada siswanya, dan yang belum perlu diajarkan kepada siswanya. Nyortir seperti itu, guru yang baik itu tahu demikian itu. Jadi bukan tawuran, wes pokok e ngajar...wes. 

Oleh sebab itu, lek misalnya ganti kurikulum macem2 niku, lek ning pendidikan formal niku, karna sistimatika itu tidak diperhatikan, itu menjadi sulit. Kalau sampeyan ngajar materi misalnya dimana basis keilmuan santri atau murid, namun anak didik itu belum siap, justru yang terjadi adalah kekacauan berfikir, bukan pemahaman. Oleh sebab itu saya katakan, sampeyan kudu sampai pada tahapan, materi ini penting untuk saya ajarkan, karena materi ini mendasari tentang materi tentang ini. Materi ini saya ajarkan terlebih dahulu, karena materi ini berfungsi untuk memback up pemahaman tentang ini. Itu kudu ngerti sampeyan, kelemahan guru2 di tingkat formal adalah di tingkat itu. 

Oleh sebab itu kita tidak banyak menemukan contoh, dimana produk pendidikan formal di bidang membaca kitab itu bagus2. Rata2 apakah itu ditingkat MTS, apakah ditingkat 'aliyah, apakah bahkan ditingkat perguruan tinggi, yang biasanya pinter itu ujung2nya karena mondok, karena di pesantren. Oleh sebab itu yang harus kita tiru dalam konteks membaca kitab itu adalah Pondok Pesantren. 


Wilayah Ilmu Shorof (ilustrasi)




Nahwu Shorof
Nahwu itu fokus belajarnya pada kaitan kata satu dengan kata yang lain, oleh sebab itu ketika kalian mengajar nahwu, sistimatika pengajaran itu perlu diperhatikan. Ini materi prasyarat, ini materi inti. Kalau shorof itu apa?

Shorof itu berbicara tentang shighot, shighot itu jenis kata. Iki fiil madhi ustadz, iki fiil mudhore' ustadz, ini mashdar, ini isim fa'il karena mengikuti wazan fa'ilun (misalnya seperti itu). Ini karena didahului mim yang di dzommah, harokat sebelum akhir niku dikasroh, niki namine isim fa'il ustadz. Ini isim maf'ul lebih disebabkan karena ini didahului oleh mim yang didzommah, harokat sebelum akhir difathah. Itu shighot, itu berbicara tentang shorof itu. Oleh sebab itu shorof itu lebih mudah, opo sebabe? karena tidak berbicara kaitan, kata yang satu pada kata yang lain. Pembahasan shorof itu pembahasan mandiri. 


Kalau nahwu, kenapa kok jadi fail - mesti nglirik tonggone, iya .. karena ini jatuh setelah fiil ma'lum.
Ini kenapa disebut sebagai naibul fail - tidak bisa jawab langsung itu tidak bisa, mesti nglirik tonggone sik an, karena pengaruh kata yang satu pada kata yang lain. 

Shorof itu pembahasan mandiri, gak atek nglirik pada teman disampingnya, jadi shorof itu lebih sederhana. Jadi shorof itu nanti kita akan membicarakan, bagaimana caranya belajar shorof, bagaimana belajar nahwu, bagaimana belajar2 yang lain itu, itu dalam episode2 berikutnya.


Membaca kitab itu tidak identik dengan nahwu shorof, nahwu shorof itu sebagian, bahkan bagian kecilnya. Ada unsur yang lain selain nahwu shorof, apa itu? mufrodat (lha ini yang berat ini). Butuh konsistensi untuk hafal mufrodat yang banyak itu, butuh istiqomah, butuh komitmen, butuh pengawasan, dan bahkan kadang2 butuh ta'zir. 

Jadi misale lek ning kene, ono ta'zir lek ra apal kudu ngadek, yo ojo protes sampeyan, itu sedan memperbaiki sampeyan. Yang paling berat itu menurut pengalaman saya, itu justru unsur2 mufrodat itu. Itu umpamane lek tidak teges jadi guru, itu kecenderunganya jalan di tempat. Jadi pertama yang dihafalkan bab wudhu, bab ghusl, mari ngono bab sembarang wis, mari ngono bab poso, mari apal bab poso, bab wudhu e lali maneh, kan ngono muter terus. Sing wis suwi, lali maneh, kan itu kemungkinanya. Oleh sebab itu penting untuk diperhatikan, banyak hal yang harus difikirkan, yang namanya membaca kitab itu menjadi tujuan utama. 



Mungkin untuk sesi kali ini, kita cukupkan dulu. Kurang lebihnya mohon maaf
Wabillahittaufiq wal hidayah
Assalamu'alaikum warohmatullohi wa barokatuh







Comments