Skip to main content

Kajian Alfiyah 64 | Metode Al Bidayah | Kh. Abdul Haris Jember | laa allati li nafyil jinsi

 

Pembahasan Alfiyah Ibnu Malik ke 64 oleh Kh. Abdul Haris Jember, dengan Metode Al Bidayah. Semoga catatan ini bisa memberikan bekas terhadap tersebarnya apa yang pak kyai sampaikan lewat video2nya yang sangat menarik untuk diperhatikan, dan diikuti kajianya. Semoga bermanfaat juga, untuk kalian semua.


Bait Nadzom Alfiyah ke 196

وخففت كأن أيضا فنوي

وخففت
wa khuffifats ( dan di takhfif/ disukun maksudnya)
apa yang di takhfif? 

كأن
ka anna (lafadz ka anna jadi ka an)

 أيضا
aidhon (dengan juga)
jadi yang ditakhfif bukan hanya anna dan inna, tapi kemudian ka anna memungkinkan kemudian ditakhfif juga. Bagaimana kaana itu menjadi ditakhfif, sehingga dari ditakhfif menjadi disukun. 

 فنوي
Fanuwiya (maka dikira2kan, maka diniatkan)
naibul fail dari nuwiya, apa?


منصبها وثابتا أيضا روي

منصبها
manshubuha ( isim yang dibaca nashob dari kaana)
وروي
wa ruwiya (dan diriwayatkan, apa? manshub)

ثابتا
tsabitan (dalam keadaan tetap)

أيضا
aidhon (dengan juga)






Kana diTakhfif

ثابتا
Tsabitan itu lawan dari nuwiya (berarti tidak dikira2kan)
Perhatikan, bahwa nadzom ini, menegaskan ketika kaana ditakhfif, tetep beramal. Itu catatan pertama. 

Jadi Kaanna menjadi ka an 
tetep i'mal
Ketika nuwiya manshubuha (dikira2kan isim nashobnya) maka khobarnya menjadi khobar jumlah. 
Kalau ruwiya tsabitan, dimana isimnya tidak dikira2kan, maka khobarnya bisa merupakan khobar mufrod. Kesimpulanya diantaranya itu. 

ka an tsadyaahu, pakai alif, bukan tsadyaihi tidak pakai ya, tapi pakai alif. itu menandakan rofa' adalah huqonan 

perhatikan:
tsadyaahu=mubtada
huqonan = khobar

mubtada khobar di atas, nanti jadi khobar. 
dari ka an hu = ka annahu 
dhomir hu disitu adalah yang nuwiya (dikira2kan)
Perhatikan, ketika dikira2kan (nuwiya) maka khobarnya adalah khobar jumlah.  Khobarnya adalah gabungan dari mubtada khobar, Mubtada-khobar menjadi jumlah. Jumlah ini lah yang akhirnya menjadi khobar. Mana? isimnya? manshubuhaa nuwiya, diniyatkan / dikira2kan. 

Tapi dikatakan disini, wa ruwiya tsabitan aidhon, dan diriwayatkan, apa? tsabitan aidhon, tetap juga, dalam keadaan tetap, berarti apa? yang namanya isimnya tidak nuwiya, tapi disebutkan. 

Ka an zaidan asadun - ka an, tetep karena ditakhfif ini, Ketika isimnya ka anna yang kemudian ditakhfif menjadi ka an, itu isimnya ruwiya tsabitan (diriwayatkan tetap) maka konsekuensinya khobarnya adalah berupa khobar mufrod. 

Lagi2 seperti ini, sangat bermanfaat bagi kita, untuk kita jadikan sebagai alat analisis, ketika kita membaca teks al quran. 

In mukhoffaf min inna
an mukhoffaf min anna
ka an mukhoffaf min ka anna
itu jarang kita temukan di dalam teks normal. Yang bukan Al Quran, bukan Al Hadits, bukan Syi'ir, itu jarang. Kalau dalam kitab, kita ketemu dengan an, kemungkinanya bukan itu. (maksudnya) bukan ditakhfif ya kita anggap sebagai an. 

Asalnya di tasydid, menjadi disukun, itu namanya ditakhfif. 

Jadi Kaanna menjadi ka an tetep i'mal, dia tetep beramal tanshibul isma wa tarfa'ul khobar, karena dia teman dari inna wa akhwatuhaa. Isimnya tidak wajib disimpan, tetepi bisa juga kadang ditampakkan. 

Ka an zaidan asadun - seakan2 yang namanya zaid itu adalah singa, sanking pemberaninya. 



Sekarang Bab 
laa allati linafyil jinsi. 

ij'al (menjadikanlah siapa? kamu)
'amala inna (akan pengamalanya inna) - maf'ul bihi
lil laa (untuk laa allati linafyil jinsi)
fi nakirotin (di dalam isim nakiroh)

Mufrodatan (dalam keadaan tidak diulang2, apa? laa) istilah mufrodatan disitu adalah lawan dari mukarroroh

jaa-at (yang datang) apa? laka kepadamu
mufrodatan (dalam keadaan tidak diulang-ulang)
au mukarrorotan (atau dalam kedaan tidak diulang-ulang)

Maksudnya li nafyil jinsi (adalah sapu bersih) misalnya
laa rujula fid daari ( tidak ada laki2 di negeri ini) itu sapu bersih tidak ada laki2, berarti yang ada adalah perempuan. 

kalau 
laa rojulun fid daari qooiman (ini bisa jadi cuma nafyil wahid).

Jadi ada beda antara penulisan laa rojula fid daari, dengan laa rojulun fiddari qoiman. Kalau laa rojulun fiddari qoiman itu laanya adalah laa musyabahah bil laisa, beramalnya sebagaimana laisa, beramalnya sebagaimana kaana itu bukan li nafyil jinsi, tapi bisa jadi itu adalah li nafyil wahid. 

laa rojulun fid daari qoiman bal rujulaani, bukan satu orang, tapi dua.. misalnya gitu. (ini contoh yang bukan laa allati li nafyil jinsi). Coba diperhatikan, sama2 isim nakiroh yang dimasukinya, Tapi yang laa rojulun ini, laa musyabaha bil laisa, lek al musyabaha bil laisa itu bukan nafyil jinsi, Kalau yang li nafyil jinsi ini yang beramal sebagaimana inna, yang kemudian disini itu laa rojula. Yang paling penting, panjenengan itu mamahami, yang paling penting itu. Ada yang namanya konsep, laa musyabahah bil laisa, ada laa allati li nafyil jinsi. Yang itu, secara murod, itu bisa berdampak serius. 

Kalau laa haulaa walaa quwata misalnya, ini sapu bersih, maknanya tidak ada daya sedikitpun yang dimiliki oleh manusia, tidak ada kekuatan sedikitpun yang dimiliki oleh manusia. Kenapa kok kita kemudian kita memasukkan kata2 sedikitpun, lebih disebabkan karena laa yang ada disini adalah laa allati linafyil jinsi. Kok disebut sebagai laa allati li nafyil jinsi? ya,.,karena kita menganggapnya sebagaimana inna yaitu tanshibul isma, wa tarfa'ul khobar. 

Tidak dibaca laa haulun, kalau dilihat dari perbedaan konsepnya, meskipun nanti ketika takroro itu ada yang dii'mal atau tidak. 






Comments