Skip to main content

Kh. Abdul Haris Jember | Catatan Kajian I'robil Quran 55 | Surat Al Baqoroh 44-45



Ini merupakan catatan yang kami ambil langsung dari broadcast video kajian Metode Al Bidayah, I'robul Quran ke 55. Catatan ini sebagai catatan pribadi, usaha untuk meringkas dan memetakan apa saja yang telah beliau sampaikan. Sekaligus catatan ini sebagai jalan untuk kami, mengulang-ulang materi yang beliau sampaikan, agar lebih menancap di ingatan kami. Semoga bisa sekaligus bermanfaat untuk kalian semua. 


أتأمرون الناس بالبر وتنسون أنفسكم وأنتم تتلون الكتاب أفلا تعقلون
واستعينوا بالصبر والصلاة وإنها لكبيرة إلا على الخاشعين


Terjemahan 
  • Bermula-Mubtada'
  • Adalah-Khobar
  • Akan-Maf'ul bih
  • Siapa?-Fa'il -'aqil
  • Apa?-Fa'il - ghoiru 'aqil 
Penting bagi kalian untuk tahu terjemahanya, apalagi yang sudah diterjemahkan oleh pak Kyai, karena di dalam terjemahan beliau ada tanda2 yg merupakan posisi kata dalam ayat tersebut. Posisinya sebagai apakah kata itu dalam sebuah kalimat? apa mubtada' atau khobar atau maf'ul bihi dll. Dengan meniru cara beliau menerjemahkan, kita bisa sedikit demi sedikit memahami pola sebuah kalimat, dan sekaligus cara membacanya. 


A (adakah)
Takmuruuna (memerintah, siapa? Kamus semuanya)
An Naasa (akan manusia)
Memerintah?
Bil birri (dengan kebaikan)
Wa tansaunaa (dan melupakan siapa? Kamu semuanya)
Anfusakum (akan diri kamu semuanya)
Wa antum (sedangkan bermula kamu semuanya)
Tatluuna (adalah membaca siapa? Kamu semuanya)
Al kitaba (akan kitab)
A (adakah)
falaa ta’qiluun (maka tidak berfikir siapa? Kamu semuanya)

wasta'inuu (dan mintalah tolong, siapa? kamu semuanya)
bi shobri (dengan kesabaran)
was sholati (dan sholat)
wa innahaa (dan sesungguhnya isti'anah dengan sabar dan sholat)
lakabirotun (benar2 berat)
illa (kecuali)
alal khosyi'ina (atas orang2 yang khusyu')



Diperhatikan…
 
أتأمرون ..... بالبر
 
Di dalam Bahasa arab, itu ada yang Namanya istifham, tapi sifatnya inkari. Atau ada yang disebut sebagai ibtholi. Ada yang menyebutnya taubikhi. Apa itu istifham inkari itu? (lihat konteksnya dulu) Kalau yang ditanyakan sebenarnya bukan pertanyaan? Kalau seandainya pertanyaan itu tidak membutuhkan jawaban. Mempertanyakan sesuatu yang ghoiru waki’ (tidak mungkin terjadi) Maka itu Namanya, istifham yang sifatnya inkari.

 
Coba diperhatikan, contoh2 

 أتهينني ان اكرمتك
 
Apakah kamu akan menghinakan saya? Melecehkan saya, Ketika saya memuliakan kamu Ada pertanyaan, tapi ini tidak membutuhkan jawaban, pertanyaan yang sebenarnya bukan pertanyaan. Tidak mempertanyakan sesuatu sebagaimana pertanyaan biasanya itu. Tidak mungkinlah, kok Ketika saya memuliakan kamu, terus kamu menghina saya, itu tidak mungkin. Oleh sebab itu, istifham inkari itu pasti memiliki makna 

nafyi (معنى النفي )
 
Istifham inkari, istifham ibtholi, istifham taubikhi Pertanyaan tapi tidak dalam konteks mempertanyakan sesuatu yang kepingin tahu jawabanya. Karena jawabanya mesti sudah diketahui. Yang bertanya sudah tahu itu. Apakah kamu akan menghinakan saya? Melecehkan saya, Ketika saya memuliakan kamu? Itu jawabanya mesti tidak, tidak mungkin (yang lain) kecuali, orang yang kita hadapi itu tidak normal.
 
فهل يهلك الا القوم الفسقون 

Diperhatikan, mesti memiliki makna nafi. Tidak mungkin, seandainya tidak fasiq itu tidak mungkin dibinasakan oleh Gusti Alloh. Point yang kepingin saya tegaskan, ada pertanyaan yang disitu tidak membutuhkan jawaban sebenarnya. Karena jawabanya itu adalah ghoiru waki’ tidak mungkin terjadi seperti itu. Kalau seandainya kondisinya normal.
 
أتلومني و قد أرشدك الى الصواب 

Apakah kamu akan melecehkan saya, padahal saya sudah membimbing kamu, pada kebenaran. Pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban, pertanyaan yang jawabanya Sudah kita ketahui, pasti jawabanya adalah tidak. Itu namanya istifham inkari, Realitas dimana kita… “ masak begitu….” Apakah kamu menghinakan saya? Padahal saya….. Ada istifham, tapi niatnya itu tidak sedang mempertanyakan atau mengetahui sesuatu, karena jawabanya sudah diketahui, dengan pasti oleh orang yang bertanya. Itu Namanya istifham inkari, ada yang menyebutkan istifham ibtholi, ada yang menyebutkan istifham taubikhi
 
انكارى ابطالى توبخى
 
Nah konsep istifham itu adalah inkari, lawazimul inkari itu ada dua. Yang dipertanyakan itu tidak mungkin terjadi, menurut normalnya tidak akan terjadi. 

  • المستفهم عنه غير واقع atau 
  •  مدعيه كاذب
Ini konsekuensi, A (adakah) Takmuruuna (memerintah, siapa? Kamus semuanya) An Naasa (akan manusia) Memerintah? Bil birri (dengan kebaikan) Wa tansaunaa (dan melupakan siapa? Kamu semuanya) Anfusakum (akan diri kamu semuanya)
 
Itu Namanya kadzib, orang yang seperti itu pasti dusta. Jadi ada pertanyaan yang niatanya itu, yang maksudnya itu, bukan ingin mempertanyakan sesuatu yang ingin diketahui, karena sesuatu itu jawabanya mesti sudah diketahui, dalam konteks Bahasa arab, Ketika ada pertanyaan yang fungsinya seperti itu, disebut sebagai istifham yang sifatnya ingkari, atau istifham yang sifatnya ibtholi atau istifham yang taubikhi (mencela) 

ومن اصدق من الله حديثا 

Adakah ucapan/ kalam yang lebih bagus dibandingkan kalam Alloh? Jawabanya mesti tidak, tidak ada… Point yang kepingin saya tegaskan adalah ada pertanyaan yang niatnya tidak bertanya. Tidak kepingin bertanya. Yang niatnya justru kepingin mengingkari, yang niatnya justru kepingin membatalkan. Yang niatnya justru kepingin melecehkan.
 
Normalnya kalau seandainya kita memerintahkan orang untuk berbuat kebaikan, kita juga harus memerintahkan kebaikan juga, jangan kemudian kita memerintahkan orang lain untuk berbuat kebaikan, tapi kita melakukan sesuatu yang bertentangan dengan ucapan kita. Kalau seandainya begitu, muda’ihi kadzibun. Orang yang mengklaim seperti itu dusta, gitu ya.. Itu Namanya istifham inkari.
Masukkan dalam analisis panjenengan, ada istifham yang niatanya, yang tujuanya tidak kepingin mempertanyakan sesuatu, karena pertanyaan itu sudah kita ketahui. 

Ada seperti itu…. Kamu memukul zaid?? Itu kan gurumu?? Apakah kamu memukul zaid? Itu kan gurumu? Itu tidak kepingin bertanya itu, itu kepingin taubikh. Itu kepingin mencela. Loh kok bisa sampeyan memukul zaid? Realitas itu terjadi, tidak hanya konteksnya dalam bahasa Indonesia, tapi juga dalam Bahasa arab juga terjadi. Itulah yang kemudian disebut sebagai istifham inkari, istifham ibtholi, istifham yang sifatnya taubikhi. Loh apakah kamu memukul zaid? Itu kan guru sampeyan itu? Kok dipukul? Itu tidak sedang bertanya itu, jawabanya sudah diketahui. Kepingin mencacat, kepingin mencela, kepingin melecehkan tindakan jelek yang dilakukan oleh seseorang.


Ketika bertanya itu niatnya kepingin mengetahui sesuatu yang belum diketahui, ingin jawaban. Tapi ini bukan itu… itu Namanya istifham inkari. Istifham (pertanyaan) yang sifatnya pengingkaran. Istifham yang sifatnya pembatalan, istifham yang sifatnya melecehkan. Dan itu banyak, di dalam al quran itu banyak. Jadi yang penting dalam konteks Atakmuruunan naasa bil birri …. Bahwa ada pertanyaan yang niatnya bukan bertanya, sebagaimana istifham yang biasanya kita lakukan. Ada pertanyaan, yang niatnya untuk pengingkaran, yang niatnya untuk pembatalan, yang niatnya untuk melecehkan. Masukkan dalam otak sampeyan, salah satu analisis itu. Bahwa ada yang namanya istifham yang niatnya tidak untuk bertanya. Itu yang tadi saya contohkan, loh apakah sampeyan memukul zaid? loh itu kan guru sampeyan, kok dipukul? itu kan orang tua sampeyan, loh kok dipukul? Itu tidak bertanya itu, itu sedang melecehkan, itu taubikhi. Zaid yang gurumu, zaid yang orang tuamu, tidak selayaknya kemudian panjenengan pukul. Lek sampeyan mukul berarti panjengan itu tidak beradab. Begitulah kira2, itu namanya istifham inkari, istifham ibtholi, istifham taubikhi. Bertanya tentang sesuatu, tetapi tidak kepingin mempertanyakan sesuatu yang tidak difahami. Yang seperti umumnya pertanyaan2. 

Lek pertanyaan2 biasa, kamu sakit? ya karena pingin tahu. Kamu sudah menikah? ya karena pingin tahu. Kamu sudah punya anak? kepingin tahu. Ada pertanyaan yang tidak dalam konteks kepingin tahu2. Karena yang ditanyakan itu (mustafham 'anhu nya) ghoiru waki'. Masukkan dalam salah satu analisis panjenengan, ada istifham (pertanyaan) itu yang 
  • sifatnya ibtholi, 
  • sifatnya inkari, 
  • sifatnya taubikhi
Lawazimnya ada dua, yang 
  • mustafham 'anhu ghoiru waki'
  • muda'ihi kadzib
Saya ulangi, ada istifham yang niatnya tidak untuk bertanya, tapi niatnya untuk melecehkan, mengingkari, dan membatalkan. Ada istifham yang model itu, ya menggunakan istifham. 

فاصبر كما صبر أولوا العزم من الرسل 
ولا تستعجل لهم كأنهم يوم يرون ما يوعدون لم يلبثوا إلا ساعة من نهار بلاغ
 فهل يهلك إلا القوم الفاسقون
Surat Al Ahqof: 35

Apakah akan dibinasakan? kecuali orang2 yang fasik? Tidak mungkinlah dibinasakan, kalau seandainya kita jadi orang2 baik. Gak mungkin, ada banjir misalnya, ada macam2 kalau misalnya gunung tidak digunduli. Kalau lingkungan tidak diganggu macem2, tidak mungkinlah ada seperti itu. 

 


Tashrif نسي - ينسى




نسي - ينسى -aslinya adalah yansayu
يَنْسَيُ - kenapa ya ini kok berubah menjadi alif?

karena memenuhi persyaratan li taharrukiha ( لتحركها )
wa infitiha maa qoblaha ( انفتاح ما قبلها )

يَنْسَيُ  - sin berharokat, ya berharokat, 
ketika kemudian ada wawu atau ya.. idza taharrokatil wawu wal ya-u, ba'da fatha tin muttasilatin, 
fii kilmataihimaa ubdilata alifan
(ketika ada wawu berharokat, ketika ada ya berharokat, ubdilata alifan)
ابدلتا الفا


وتنسون أنفسكم

تنسى + و ن - alif sukun, wawu jama' juga sukun. 
Nah terjadi iltiqoous sakinaini. Sehingga alifnya dihilangkan



Wawu haliyah

وأنتم تتلون الكتاب أفلا تعقلون

Perhatikan, wawu disini adalah wawu haliyah. Wawu haliyah itu adalah maa shoha wuququ idz maudi'atu. Sesuatu yang posisinya memungkinkan digantikan oleh posisi idz. Sedangkan kamu, pada saat bermula kamu semuanya. Kalau seandainya kita membaca kitab, membaca pengetahuan, harusnya kita tidak boleh semacam itu. Disamping kita memerintahkan orang lain untuk berbuat itu, kita harus berbuat. 



talaa - yatluu

Tashrif تلا - يتلو



تلا - يتلو - aslinya yatluwu.
kalau wawu, kaidahnya bukan idza taharrokatil wawu wal ya-u ba'da fathatin muttashilatin fi kilmataihimaa ubdilataa alifan, karena tidak pakai alif.  

pakai apa ini? idza tathorrofatil wawu wal yau wa kaaanataa madhmumataini, uskinata.

kenapa kok kemudian tidak dibaca yatluwu, 
kenapa kok kemudian tidak dibaca yaghzuwu
kenapa kok kemudian tidak dibaca yarmiyu

  • يتلو
  • يغزو
  • يرمو 

kalau kita menemukan wawu atau ya, posisinya di ujung, kemudian di dhommah. Uskinataa.. maka kemudian dia harus disukun. Kenapa kok akhirnya di dhommah, kan ini fiil mudhore. Dan disini adalah mu'rob, kenapa? karena tidak bertemu dengan
  • nun taukid
  • nun niswah
Kenapa kok dibaca rofa' karena tajarrud anin nawashibi wal jawazim. Karena yaghzu ini, karena yatlu ini, karena yarmi ini yang merupakan fiil mudhore mu'rob ini, kebetulan tidak dimasuki oleh baik amil baik amil nashob, maupun amil jazm. Sehingga wajib dibaca rofa'. Tanda rofa'nya fiil mudhore itu ada dua
kalau tidak dhommah, pakai tsubutun nuun

Kadang2 menggunakan dhommah, kadang2 menggunakan tsubutun nun. Kapan tsubutun nun? apabila af'alul khomsah. Kapan menggunakan dhommah? apabila bukan af'alul khomsah. Karena demikian tanda rofa'nya menggunakan dhommah. 

Setelah kita tahu, bahwa asalnya huruf akhir adalah dhommah, baru kena kaidah. 
idza tathorrofatil wawu wal yau wa kaaanataa madhmumataini, uskinata.

yang asalnya yatluwu menjadi yatluu
yang asalnya yaghzuwu menjadi yaghzu
yang asalnya yarmiyu menjadi yarmi

يتلو+ ون
wawunya sukun, ditambah dengan wawu jama' yang juga sukun. Wawau lam fiil nya mana ini? wawu lam fiilnya kebuang. Asalnya itu begini...

يتلوون - ada iltiqous sakinaini - akhirnya lam fiilnya dibuang.


أتأمرون الناس بالبر وتنسون أنفسكم وأنتم تتلون الكتاب
Bagi pemula, yang bertemu dengan fiil, apakah bertemu dengan fiil, itu tidak boleh tidak, harus berfikir sistematis. Pertama tanyakan, apakah ini 
  • fiil madhi mudhore atau amr. 
  • mabni mu'rob
  • ma'lum majhul
  • lazim atau muta'addi

afalaa

أفلا

أ = adalah istifham
ف = huruf athof
لا = an nafiyah

Kalau seandainya diperpanjang  أفلا تعقلون
ahli tafsir ada yang mengatakan

 أ تفعلون فلا تعقلون
a adakah
taf'aluuna kamu semuanya melakukan itu (semua)
falaa ta'qiluun maka sampeyan itu tidak rasional. Kalau seandainya sampeyan itu merintah orang, tapi sampeyan tidak melakukanya, itu falaa taqqiluuna (sampeyan iku tidak rasional, sampeyan itu tidak berfikir)


Marji'ud dhomir dari innahaa

واستعينوا بالصبر والصلاة وإنها لكبيرة إلا على الخاشعين

Di dalam banyak tafsir, tentang Marji'ud dhomir dari haa ini banyak ikhtilaf. Tapi kalau seandainya kita berfikir, itu kelihatan. Kalau seandainya kita belajar, itu kelihatan. Loh yang diperintahkan ini sabar dan sholat, mosok ini dikembalikan kepada satu?? sabar itu juga realitasnya berat, tidak hanya sholat yang berat, sabar itu juga berat. Ini harusnya, wa innahumaa kalau seandainya mau dikembalikan kepada keduanya ini. Oleh kemudian, ada ulama itu yang mengembalikan dhomir itu dari mashdar isti'anah. Ulama itu sudah berfikir keras tentang al quran. Semua sudah tersaji, sampeyan tinggal mencari. 

استعان - يستعين - استعانة
مرجع الضمر ها

inilah yang diantara pilihan, marji'ud dhomir dari innahaa. Dan itu lebih bagus, sepertinya lebih masuk akal. Wa innahaa (dan sesungguhnya isti'anah bis shobri wash sholah) Dan sesungguhnya minta tolong dengan kesabaran dan sholat itu, adalah lakabiirotun. Kalau kita tidak baca, kita tidak tahu, mesti haa nya dikembalikan kepada sholat.  Dan ada ulama tafsir yang berpandangan, marji'ud dhomir itu dikembalikan kepada yang terdekat, yang paling masuk akal. Cuma kan repotnya adalah, seruanya sejak awal adalah bis shobri wash sholah. Kita juga merasakan, bahwa yang namanya sabar itu tidak kalah jauh juga, dengan sholat. Baik sabar maupun sholat itu adalah sama2 beratnya. 

Makanya ada ulama tafsir yang menyatakan bahwa justru masdar dari ista'ana yasta'inu itu menjadi marji'ud dhomir dari haa itu. Dan sesungguhnya isti'anah, kalau begitu kan pas. 

Jadi marji'ud dhomir dari innaha, sekilas tidak masalah jika haa ini dikembalikan kepada ash sholah, tapi dari aspek substansi arti, akan memungkinkan untuk kemudian dipermasalahkan. Lebih disebabkan karena memang, isti'anahnya itu harus menggunakan dua, yaitu menggunakan kesabaran dan sholat. 

Jangan berhenti membaca
Sampeyan meskipun pinter, jangan berhenti membaca, jangan berhenti menghafal. Ilmu kita gak ada apa2nya sama sekali. Kalau misal dibandingkan dengan informasi2 yang ada di dalam banyak kitab itu. Kalau kita gak banyak membaca ya, mana ini? gak ada yang bisa dijelaskan... semuanya gampang semua, misalnya begitu. Ternyata kita bertemu dengan istifham inkari. Istifham ibtholi, istifham taubikhi. Akhirnya kita sadar, bahwa ada pertanyaan yang tidak digunakan untuk mempertanyakan sesuatu, seperti umumnya istifham. Lebih kepada pembatalan, lebih kepada pengingkaran, lebih kepada pelecehan. Jangan berhenti membaca pokoknya, rekomentasinya itu. Baca terus, itu diperpustakaan itu banyak buku. Eman2 kalau seandainya sampeyan punya kemampuan menjadi orang alim, karena keteledoran, menjadi tidak alim. 


Proses pembentukan Fiil Amr

واستعينوا بالصبر والصلاة

Sekarang ruju' (kembali) lagi kepada ista'inuu (fiil amr)

Tashrif استعان-يستعين


fiil amr: استعن
fiil mudhore: يستعين

ketika ista'in pada fiil amr, pada bentuk mukhotob yang mufrod ini, itu diubah menjadi diberi wawu jama', akhirnya mabninya tidak lagi alas sukun.  Mabninya fiil amr itu bisa jadi 
  • alas sukun
  • ala hadzfil harfil illati
  • ala hadzfin nuuni
  • alal fat-hi
ketika fiil amar ini bertemu dengan 
  • alif tatsniyah, 
  • wawu jama, 
  • ya muannatsah mukhothobah, 
maka mabninya alan hadzfin nuuni bukan alas sukun. Kita mulai pembentukan fiil amr dari fiil mudhore'

يستعين + ا  =  يستعينان
يستعين + و ن = يستعينون
يستعين + ي = تستعينين

pakai tsubutun nun disini, setelah terjadi tsubutun nun, berarti tidak terjadi iltiqous sakinaini. 
استعن - استعينوا
fiil amr awalnya tidak tertulis, ketika bertemu wawu jama' dikembalikan lagi, karena illat, karena alasan iltiqous saakinaini menjadi tidak ada. 


fiil amr dari fiil mudhore يستعينون
menghilangkan ya mudhorobah + nun nya
menjadi استعينوا

Lam Ibtida'

وإنها لكبيرة إلا على الخاشعين
lam ini namanya lamul ibtida. Lam ibtida. لام الابتداء
  • memiliki fungsi taukid
  • fi shodril kalam (di awal kalimat)
لمسجد اسس على التقوى
lamnya diletakkan pada mubtada
Tapi kemudian ketika jumlah ismiyah itu, dimasuki inna, maka tidak memumungkinkan yang namanya taukid. inna itu taukid, lam juga taukid. Double taukid tidak memungkinkan diletakkan sama2 di awal.  

وإنها لكبيرة

yang awalnya bisa saja menjadi la inna - tidak memungkinkan seperti itu. 
ولإنها كبيرة

Karena memang lam ini awalnya harus di depan (shodrul kalam). Karena demikian, ketika belum dimasuki inna, maka dia tetep di awal kalimat, seperti
لمسجد اسس على التقوى
lam ibtida itu hak nya ada dipermulaan. Dia memiliki fungsi taukid. Tapi ketika jumlah ismiyah, yang ada lam ibtida'nya itu kemudian dimasuki inna, inna juga memiliki fungsi taukid. Orang arab itu tidak mau dua huruf yang sama2 memiliki fungsi taukid, itu kumpul jadi satu, gak seneng, kata la inna itu gak seneng. Kemudian, lam yang awalnya menjadi la inna ini, kemudian digeser. Kemudian lam yang harus ada dipermulaan itu digeser/digelincirkan. Menjadi diletakkan pada khobarnya. Nah ini kenapa kemudian ada ulama yang mengistilahkan lam ini adalah lam muzakhlafah/ muzakhlaqoh. Jadi asbabul wurudnya seperti itu. 

Lam ini, namanya lam ibtida, lam ibtida ini haknya ada di shodrul kalam. Ada dipermulaan kalam. Karena demikian, kalau seandainya tidak ada inna, dia wajib ada di awal. Setelah jumlah ismiyah ini mau dimasuki inna, maka potensial, kalau seandainya tidak digeser, kalau seandainya tidak digelincirkan, akan ada lam double. Akan ada taukid double. Double huruf yang sama2 memiliki taukid itu, tidak disukai, oleh orang arab. Akhirnya lam taukidnya digeser. Inna, karena memiliki fungsi sebagai amil, itu dipertahankan. Perlu diperhatikan ini, sampeyan perlu bisa menjelaskan apa yang dimaksud dengan muzakhlaqoh/ apa yang disebut sebagai muzakhlafah. Lam awalnya lam ibtida', haknya ada di permulaan kata, ada di permulaan jumlah ismiyah, ada pada mubtadanya. Ketika jumlah ismiyah yang ada lamnya ini diberi inna, itu tidak nyaman sudah, kenapa? karena akan ada dua huruf yang sama2 memiliki fungsi taukid. Yang satunya lam ibtida, yang satunya inna yang memiliki fungsi taukid juga. Karena demikian, lamnya digeser, digeser itu bahasa arabnya muzakhlafah. Digelincirkan itu namanya muzakhlaqoh. Inilah alasan, kenapa kok dalam konteks jumlah ismiyah, ketika ada inna, dan khobarnya ada lam, lam nya itu kemudian disebut sebagai lam muzakhlaqoh/ lam muzakhlafah. Lam itu sebenarnya lam ibtida yang hak awalnya ada dipermulaan, akan tetapi karena ada inna. Kalau seandainya dipertahankan akan ada huruf taukid yang kumpul jadi satu, dan itu tidak disukai oleh orang arab. 






Comments