Skip to main content

Kajian Muhimmat Bab حيث | KH. Abdul Haris | Jember | Metode Al Bidayah

 

Berikut ini merupakan kajian muhimmat fin nahwi (hal2 yang penting di dalam ilmu nahwu) oleh Kh. Abdul Haris, Jember. Semoga ini bisa menjadi catatan tersendiri buat kalian semua yang sangat menikmati sajian yang bagus dari video2 beliau tentang ilmu nahwu yang bisa kita temui di chanel beliau Metode Al Bidayah. Catatan ini sengaja kami buat agar menjadi salah satu refferensi buat kalian semua, dan sekaligus menjadi jalan kami untuk lebih menghafalnya, karena dengan mencatatnya sebuah ilmu terasa lebih lekat. Selamat menikmati.




السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
بسم الله 
الحمد لله رب العالمين

وصلاة وسلام على رسول الله
سيدنا محمد و على اله و صحبه ومن واله

 رب اشرح لي صدري
ويسر لي أمري
واحلل عقدة من لساني
يفقهوا قولي



أما بعد


Pada kesempatan malam hari ini, kita akan melanjutkan kajian kita tentang al muhimmad fin nahwi yaitu hal2 yang penting dalam ilmu nahwu yang tidak termasuk dalam 
  • marfu'atul asma (isim2 yang dibaca rofa')
  • manshubatul asma (isim2 yang dibaca nashob)
  • majrurotul asma (isim2 yang dibaca jar)

Yang dalam kesempatan malam hari ini, saya akan menjelaskan tentang konsep Haitsu حيث
Haitsu itu punya karakter tersendiri, yang ini harus kita ketahui. Yang pertama haitsu itu 

  • masuk dalam katagori dzorof  ظرف (pada umumnya disebut sebagai dzorof makan, tapi bisa juga disebut sebagai dzorof zaman, tergantung nanti)
  • wajib dimudhofkan, dan mudhof ilaihnya harus berbentuk jumlah
  • dan dia selalu dimabnikan aladh dhommi

min haitsu amarokumullohu 

مِنۡ حَیۡثُ أَمَرَكُمُ ٱللَّهُۚ
Surat Al Baqoroh 222

ada min, dimana min merupakan huruf jar, akan tetapi disini tetap dibaca haitsu dengan di dhommah, lebih disebabkan karena memang haitsu itu hukumnya di mabnikan aladh dhommi. Seperti diketahui bahwa ini berarti termasuk harokatul bina', bukan harokatul i'rob

Harokat Bina' disini tidak menunjukkan bahwa dhommah disini dibaca rofa'. 


Haitsu juga sebagai mudhof, dan amarokumulloh sebagai mudhofun ilaihnya.

أَمَرَكُمُ ٱللَّهُۚ
amaro adalah fiil, 
kum adalah maf'ul bihi
Alloh sebagai Fail

Amarokumullohu ini sebagai jumlatun fi'liyatun, yang kedudukanya adalah majrur, lebih disebabkan menjadi mudhofun ilaihi.

Kalau kemudian yang jatuh setelah haitsu ini tidak memungkinkan disebut sebagai jumlah, misalnya hanya satu kata?

من حيث الدليل

maka ini tetep dipaksa menjadi jumlah, sebagaimana di dalam kitab jami'ud durus al arobiyah- syaikh mustofa al gholayaini, ini dipaksa untuk jumlah. Caranya gmn? 

ad dalili dianggap sebagai mubtada. 
khobarnya adalah maujudun yang dibuang.

Sehingga cara bacanya bukan min haitsu dalili, bukan.. tetapi min haitsu dalilu. 

ُمن حيث الدليل

Susunan mubtada khobar ini lah yang kemudian dianggap sebagai mudhofun ilaihi dari lafadz haitsu yang harus dibaca jar. Ya.. penting untuk diperhatikan ini, jadi yang jatuh setelah haitsu secara kasat mata tidak memungkinkan untuk ditentukan sebagai jumlah, maka tetep dipaksa sebagai jumlah dengan diasumsikan bahwa dalil adalah mubtada dan  khobarnya itu adalah maujudun yang dibuang, susunan mubtada khobar itu membentuk jumlah ismiyah, itulah yang kemudian ditentukan sebagai mudhofun ilaihi dari mudhof haitsu. 


Itu tentang haitsu, yang bisa saya sampaikan, semoga bermanfaat. 







Comments