Skip to main content

KH. Abdul Haris Jember | Pembelajaran Nahwu Shorof 4 | Problematika Membaca Kitab Kuning | Tasrif Istilahi

 

Ini adalah dari video beliau ketika menguraikan tentang bagaimana problematika membaca Kitab Kuning. Sekaligus beliau juga memberikan gambaran umum tentang skema proses membaca kitab kuning beserta sisipan motivasi2 dari beliau. Semoga ini bisa menjadi bahan renungan bagi kita semuanya. Sengaja kami menulisnya, agar bisa menjadi catatan yang berharga bagi kita semua. Metode Al Bidayah merupakan metode pembelajaran membaca kitab yang menurut kami (sepengetahuan kami) sangat sistematis membangun basic yang kuat agar kita mengenal banyak kaidah.


Pertemuan 4: Proses Tasrifan, Metode Al Bidayah Jember



السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
بسم الله 
الحمد لله رب العالمين

وصلاة وسلام على رسول الله
سيدنا محمد و على اله و صحبه ومن واله

 رب اشرح لي صدري
ويسر لي أمري
واحلل عقدة من لساني
يفقهوا قولي


أما بعد



Kajian Rutin tiap Hari Jum'at
Pada kesempatan siang hari ini, kita melanjutkan kajian rutin kita setiap hari jum’at. Yang membahas tentang problematika pembelajaran kitab kuning. Ini penting untuk dilakukan karena sampai saat ini sebagaimana sering saya katakan, problematika membaca kitab itu bukan hanya problematika, bukan hanya permasalahan serius yang hanya dialami ataupun dihadapi kalangan Pendidikan formal, akan tetapi juga merupakan permasalahan yang sekarang dihadapi juga oleh kalangan pondok pesantren. Sebagai sumbangsih kita maka kita selalu melakukan kajian2 yang bisa jadi kajian ini bisa jadi masukan bagi lembaga2 baik formal maupun pesantren tentang bagaimana menangani atau menyelesaikan pembelajaran kitab kuning yang dihadapi di Lembaga masing2.

 
Materi Shorof
Pada pertemuan yang lalu kita sudah sampai pembelajan tentang shorof. Secara sederhana bisa dikatakan, atau yang kami tegaskan pada pertemuan yang lalu, orang itu dianggap menguasai shorof apabila 
  • bisa Tashrifan 
  • mengerti Sighot 
  • mengenal fawaidul makna
 
Tashrifan, baik itu istilahi apakah itu lughowi, yang penting bisa tashrifan. Kalau seandainya orang itu sudah mampu mentashrif, maka Sebagian dari kemampuan shorof itu sudah dianggap mampu dikuasai. 

Mengerti Shighot (jenis kata) mengerti ini isim fa’il, ini isim maf’ul, ini adalah fiil mudhore, ini adalah fiil madhi, ini harus mencapai kemampuan itu (ngerti sighot).
 
Mengerti fawaidul makna, faidah2 arti
 
 
Belajar Tashrif Istilahi
Bagaimana cara belajar tashrif istilahi? Sebagaimana yang pernah kita tegaskan kemarin, bahwa (kalua) kita mau belajar tashrifan istilahi, maka yang penting untuk ditegaskan adalah karakter dari pembagian fiil. Seperti yang kemarin kita tegaskan, bahwa yang mengerti tashrifan istilahi, maka pembagian fiil itu menjadi dua 

  • Mujarrod 
  • Mazid

Ini penting menjadi pijakan. Karena sifat dasar dari fiil mujarrod dan sifat dasar dari fiil mazid, ini berbeda. Sifat dasar fiil mujarrod itu mas’mu’ – sama’i, sedangkan sifat dasar dari fiil mazid adalah qiyasi. Sifat dasar inilah yang harus dijadikan sebagai pijakan, dalam rangka memulai belajar atau mengajar tashrifan istilahi. Jadi pembelajaran tashrif istilahi itu berangkatnya pada pembagian fiil mujarrod dan mazid. Ketika kita ketahui bahwa sifat dasar dari fiil mujarrod adalah sama’i atau masmu’ dimana untuk mentukan harokat dari ‘ain fiil pada fiil madhi atau fiil mudhore nya, apakah kemudian dibaca fathah kasroh atau dhommah, itu kita tidak bisa menentukan tetepi kita tergantung pada kamus, atau bagaimana orang arab menyebutkanya melafadzkanya. Maka Ketika belajar tashrif istilahi itu jangan yang mujarrod dulu. 

Ini misalnya, ini bacaanya 

زفن
سنم
zafana zafuna atau zafina gak ngerti kita.
sanima atau sanama atau sanuma misalnya,


Pokok e lafadz2 yang tidak kita kenal itu, kalau mujarrod untuk menentukan 'ain fi'il (yang berwarna merah) itu harus di dhommah atau difathah atau dikasroh, ini akan kesulitan. Karena demikian kalau seandainya kita jangan berangkat dari fiil mujarrod, berangkatlah dari fiil, yang ditekankan itu apa? yang ditekankan itu yang sifatnya qiyasi. 

Bahwa fiil mujarrod itu harus dikenalkan iya, tapi kalau seandainya sudah menginjak harus dihafal maka menghafalkan ini (fiil mujarrod) misalnya, dengan mauzun2 yang ada misalnya, semuanya dari awal sampai akhir misalnya, itu sangat memberatkan. Dan inilah mungkin kenapa kok orang memiliki pandangan bahwa nahwu shorof itu sulit, opok o sebab e? Karena pada akhirnya, ketika sudah hafal manfaatnya itu apa? itu agak bingung. Kiro2 aku afal iki opo yo? manfaate? iku bingung. Gak langsung dimanfaatkan, tapi lain kalau seandainya kita belajar yang sifatnya qiyasi atau fiil mazid. Apakah itu sifatnya 
  • bi harfin
  • ataukah bi harfain
  • ataukah bi tsalatsatil ahrufin
Ini semuanya, manfaatnya itu bisa dirasakan. Ini masalah paradigma berfikir, 
Jadi kalau seandainya seseorang itu ngerti

فعّل - 
otomatis dia ngerti

َعَلّم
َدَرَّب
َفَكَّر

Itu tahu...
Jadi ini harus dijadikan pijakan oleh sampeyan, untuk belajar dan mengajar tashrifan istilahi? mana yang harus ditekankan? Kalau seandainya anda menekankan tashrifan yang sifatnya sama'i, atau yang mujarrod ini? dimana amtsilatut tashrifiyah itu dari awal sampai akhir itu dihafalkan secara keseluruhan. Itu yang saya istilahkan, ojok muride... gurune ae kadang2 lali. Manfaatnya secara langsung juga kemudian sulit untuk dirasakan. Sehingga menurut saya, kalau seandainya kalian sedang mengajarkan tashrifan istilahi, yang harus ditekankan untuk dihafalkan itu adalah yang sifatnya qiyasi, bukan yang sifatnya sama'i. Dan itu berarti yang mazid. Begitu....

Jadi yang mazid dulu sampeyan, 




fa'ala yufa'ilu taf'ilan taf'ilatan taf'alan tif'alan mufa'alan, fahuwa mufa'ilun, wa dzaka mufa'alun, fa'il, laa tufa'il, mufa'alun mufa'alun






Kalau itu hafal,, otomatis
Ketika yang bersangkutan itu disuruh tashrifan fa'aala bisa
maka
  • 'allama bisa 
  • jannaba bisa 
  • fakkaro bisa

Kenapa orang kalau seandainya hafal fa'ala kok langsung bisa mentashrif  'allama langsung bisa mentashrif  darroba, langsung bisa mentashrif  fakkaro dan seterusnya? pokoknya yang sewazan, karena itu sifatnya qiyasi.  Ini penting untuk diperhatikan, karena ini akan menimbulkan kesan kalau seandainya sampeyan ngajar, kok manfaatnya tidak langsung dirasakan oleh murid sampeyan. Maka dari itu murid sampeyan akan berkesimpulan, o.. ini sulit. Karena belajar sudah hafalan macem2 manfaate opo? iku tidak dirasakan. Ketika murid2 kita itu menyimpulkan sulit, itu menjadi repot sudah. Maka anak kita belajarnya juga repot, kemudian males dan seterusnya. Tapi kalau seandainya apa yang dihafal oleh murid2 kita itu kemudian bisa diterapkan misalnya.


Coba misalnya:



Ketika kemudian yang bersangkutan itu disuruh tashrif bisa, maka akan menimbulkan semangat, o ternyata saya bisa. Kesimpulan dan semangat itu menjadi penting, karena akan berpengaruh untuk kegiatan2 belajar lanjutan. Lain ketika misalnya, disuruh hafalan fa'ala yaf'ulu fa'lan, terus diberi misalnya زفن ini zafana zafuna atau zafina, dan itu ternyata gak bisa (nengeri). Jangankan murid, kalau seandainya ini tidak pernah dikenal, seorang guru pun, seorang murid pun, maka akan sulit menyimpulkan apa bacaan dari ini. 

Saya hanya kepingin menegaskan, mari kita hibur murid2 ini, dalam rangka belajar, ojok kemudian dibebankan pada sesuatu yang diluar kemampuan yang bersangkutan. Janganlah kemudian kita memberi kesan, bahwa yang namanya tashrifan itu adalah sulit. Ada sisi2 sulit, yang kemudian tidak perlu kita tekankan untuk kemudian dihafalkan, karena memang itu kita disediakan oleh kamus. Ada yang seperti itu, kawasanya yang mujarrad2 ini. Ada yang kemudian sangat mudah, ada yang kalau kita hafalkan, itu langsung kita rasakan manfaatnya.  Yang mana itu? Ya yang qiyasi ini dan berarti itu yang mazid. Apakah itu yang mazid bi harfin, bi harfaini, bi tsalatsatil ahrufin.

Ini yang kepingin saya tegaskan kepada panjenengan semuanya, sampeyan lek ngajar tashrifan istilahi, berangkat untuk menghafalkan itu, penekanan untuk menghafalkan itu, harus berangkat pada fiil yang memiliki sifat dasar qiyasi,  dibandingkan dengan fiil yang memiliki sifat dasar sama-i. Kenapa? karena fiil yang memiliki sifat dasar sama-i itu ketika misalnya kita hafalkan, manfaatnya ditularkan kepada kata yang lain, fiil yang lain yang sama sekali baru itu, sulit. Faham ya maksudnya ya.. itu yang kepingin saya tegaskan. Sehingga karena sulit itu, kemudian orang akan berkesimpulan, siswa akan berkesimpulan bahwa yang namanya shorof itu sulit. Ngapalno iku sulit, padahal sebenarnya tidak sulit, kalau seandainya kita ngerti caranya. 

Apalagi ustadz, kalau kita belajar atau mengajar shorof yang sifatnya istilahi itu? Yang penting untuk saya tekankan disini adalah konsep tentang wazan. Sementara ini, yang namanya wazan (waznun) ini hanya diterjemahkan dengan hanya mengandung fa 'ain dan lam. 
Dirubah bagaimana ustadz? 
Untuk kepentingan peserta didik kita, maka wazan harus dikembangkan sesuai dengan bina'. Wazan itu harus dikembangkan, yang sesuai dengan bina'. 

Fiil itu ada dua macam
  • Fiil Shohih
  • Fiil Mu'tal

Fiil Shohih itu ada yang
  • Salim
  • Mudho'af
  • Mahmuz

Fiil Mu'tal ini ada yang
  • Mu'tal Mitsal
  • Mu'tal Ajwah
  • Mu'tal Naqish
  • Mu'tal Lafif

Jadi yang namanya bina' itu jangan hanya lafadz yang mengandung unsur fa 'ain dan lam saja. Tapi lebih dikembangkan kepada yang mewakili bina'. Jadi murid2 kita itu, harus diharapkan hafal, untuk wazan fa'ala misalnya, yang bina salimnya hafal, yang bina mudho'af nya hafal, yang bina mahmuznya hafal, yang mitsalnya hafal, ajwafnya hafal, yang naqishnya hafal, lafifnya hafal. Saya contohkan bahwa ini penting untuk ditegaskan. Jadi misalnya kalau seseorang sedang hafal فعّل , untuk علّم gampang ini. Untuk فكّر, ini juga gampang karena apa? sewazan dan sebina'. Tapi ketika menghafalkan robba misalnya, maka hanya berpijak pada فعّل ini jadi sulit, padahal sewazan. Sama2 mengikuti wazan fa'ala. Kenapa kok ini menjadi sulit? karena tidak satu bina'. Yaa diperhatikan itu. 

Saya hanya pingin mengusulkan, konsep tentang wazan harus dikembangkan, tidak hanya terdiri fa 'ain dan lam saja, tapi akan tetapi dikembangkan yang mewakili bina'. Sebagaimana yang ada di dalam kolom2 itu. Misalnya amadda itu kita jadikan wazan untuk wazan af'ala yang mudho'af misalnya. 

ahalla dan amadda

Ahalla ini sama persis dengan amadda karena satu wazan dan satu bina'. Kalau seandainya ahalla ini disamakan dengan af'ala ini tidak akan cocok (padahal sewazan). Memang konsep dasarnya yang namanya wazan itu mesti yang terbuat dari fa 'ain dan lam. Konsep dasarnya yang namanya wazan itu selalu terdiri dari fa 'ain dan lam. Tapi untuk mempermudah peserta didik, para pendatang baru itu, harus dikembangkan yang mewakili bina'. Jadi kalau misalnya murid kita suruh hafalan robba, samma dan seterusnya itu misalnya, jangan disuruh untuk menyamakanya dengan fa'ala. Meskipun itu sebenarnya satu wazan, akan tetapi tidak satu bina'. Disuruh menghafalkan itu disamakan dengan apa? kalau seandainya kasusnya robba, kasusnya misalnya samma dan seterusnya, disamakan dengan zakka. Ayo coba, bersama2.

Zakka Yuzakki
tazkiyan
tazkiyatan
tazkaan
tizkaan
muzakkan
fahuwa muzakkin
wa dzaka muzakkan
zakki
laa tuzakki
muzakkan
muzakkan

Robba Yurobbi
tarbiyan
tarbiyatan
tarbaan
tirbaan
murobban
fahuwa murobbin
wadzaka murobban
robbi
laa turobbi
murobban
murobban


Jadi anak2 kita itu dengan hanya hafal zakka, memungkinkan untuk mentashrif yang sewazan dan sebina'. Misalnya samma misalnya robba misalnya namma misalnya laqqo.

Misalnya sekarang amadda ditasrif
amadda yumiddu
imdadan
mumaddan
fahuwa mumiddun
wa dzaka mumaddun
amidda
laa tumidda
mumaddun mumaddun

ahlala yuhlilu
ihlalan 
muhlalan 
fahuwa muhlilun
wa dzaka muhlallun
ahlilla
laatahlilla
muhlalun
muhlalun


amarro yumirru
imroron
mumroron
fahuwa mumrirun
wa dzaaka mumrorun

Dengan hanya misalnya mampu mentashrif amadda, kita akan mampu mentashrif juga yang sewazan dan sebina'. 

'aathoo 
naadaa
roomaa
naafaa

Point penting belajar tashrifan istilahi ini, yang pertama untuk beban hafalan ini mana yang harus diutamakan? apakah berangkatnya dimulai dari fiil mujarrod yang ada di amtsilatutasrifiyah, dimulai dari awal sampai akhir harus dihafalkan? apakah kita harus rasional, dengan melihat karakteristik dari fiil mujarrod dan fiil mazid? dimana karakteristik dari fiil mujarrod itu adalah masmu' atau sama'i. Dimana menentukan 'ain fiilnya itu didhommah difathah atau dikasroh, akan tetapi ketergantungan kita kepada? kamus. Apakah itu yang harus dihafalkan? atau bukan hitu yang dihafalkan? mana yang dihafalkan? berangkat dari fiil mazid, kalau sudah harus hafalan. Kenapa kok harus mazid? mazid itu sifatnya qiyasi, untukmenentukan bacaan bagaimana fiil madhinya, bagaimana fiil mudhorenya, bagaimana bentuk mashdarnya, dan seterusnya, tinggal mencocokkan pada wazanya. 

Dan dari analisis kita, bisa kita simpulkan bahwa, untuk penghafalan itu, penegasan penghafalan itu yang harus ditekankan adalah mazid.  Sehingga misale sampeyan lak misale ngajari, lak misale dadi ustadz, fiil mujarrod tetep dikenalkan, bahwa mujarrod itu ada bab misalnya ada 
fa'ala 
  • yaf'ulu - 
  • yaf'ilu - 
  • yaf'alu 
misalnya itu tetep harus ditekankan. 
kalau fa'ila ada 
  • yaf'alu
  • yaf'ilu

kalau fa'ula
  • yaf'ulu
Itu tetep, enam bab dalam fiil mujarrod itu, tetep dikenalkan. Akan tetapi kalau sudah penghafalan itu, sudah masuk menginjak program yang tahfidz itu, yang harus ditekankan itu adalah fiil yang memiliki sifat atau karakteristik yang sifatnya qiyasi. Kenapa itu, karena anak didik kita agar senang. Lho saya itu setelah hafal faa'ala kok bisa yaa? a'aa lama, dhooroba misalnya. khoothoba, 
kok iso yo aku? 
karena sifat dasarnya adalah qiyasi. 
Itu semacam itu, penting untuk ditegaskan. 

Dalam konteks ini, penting untuk ditegaskan lagi adalah konsep tentang wazan harus dikembangkan. Wazan itu jangan yang terdiri dari fa 'ain dan lam saja, Wazan itu harus dikembangkan pada yang mewakili bina. Karena kenyataanya, karena kita hafal wazan fa'ala untuk mentashrif zakka, untuk mentashrif robba, yang tidak satu binaa, itu juga kesulitan.  Oleh sebab itu harus yang mewakili bina. Jadi cara belajar tashrif istilahi itu, yang pertama berangkat halafanya itu darimana penting untuk ditegaskan, kemudian yang kedua konsep tentang bina itu harus diperhatikan. Konsep tentang wazan itu harus yang mewakili bina. 


Cara belajar Tashrif Istilahi
Jadi kata kuncinya dua, tentang tashrif istilahi, yang harus ditekankan.

Yang harus dihafalkan adalah fiil mazid, jangan fiil mujarrod karena pada dasarnya pada fiil mujarrod itu adalah sama'i.

Yang kedua konsep tentang wazan, jangan hanya terpaku pada fa 'ain dan lam saja. Konsep tentang wazan harus dikembangkan yang mewakili bina.

Jadi wazan itu ono sing dari bina shohih salim, ono yang mewakili bina shohih yang mudhoaf, ono mewakili shohih yang mahmuz. Ono yang mu'tal, Mitsal Ajwaf Naqish Lafif . Baru insyaalloh muride sampeyan ngerti PETA. Yang paling itu petanya, pokok e kata kunci, kalau saya sedang belajar, atau saya sedang mengajar tashrif istilahi, yang penting penekanan hafalan harus pada yang mazid, yang kedua, konsep tentang wazan harus dikembangkan yang mewakili bina'. Itu cara belajar tashrif istilahi. Itu yang menurut saya, pada akhirnya akan memberikan kemudahan2. Ojok kemudian anak dipaksa suruh hafalan af'ala tapi adhofa gak bisa, ini adalah sewazan, tapi tidak satu bina'. Sudah bunyinya beda, letak harokatnya sudah beda. Dan itu akan berdampak (pada proses belajar dan mengajar). Sulit akhirnya, pokok e kata kuncinya itu, berangkat hafalan pada fiil mazid, dan konsep tentang wazan harus dikembangkan. Itu cara belajar tashrif istilahi.

Mungkin itu yang bisa saya sampaikan, kurang lebihnya mohon maaf
wabillahit taufiq wal hidayah  
wassalamu'aialaikum warohmatullohi wa barokatuh. 


Comments