Skip to main content

Waspada Sesar Lembang Bandung | Jejak Bandung Jabar Tempo Dulu

 

Sejarah Cekungan Bandung 
Cekungan Bandung yang terlihat dari gunung batu ini ke selatan, kita lihat rata/ datar (konturnya datar). Sejak 135ribu tahun yang lalu sampai 16ribu tahun yang lalu, kawasan itu berupa danau. Yaitu danau Bandung Purba. Saat ada Danau Bandung purba, mengendaplah di sana semua material endapan, yang kemudian bobol (danaunya) pada 16ribu tahun yang lalu (sehingga kian mengering). Maka seperti yang kita lihat sekarang, permukaanya menjadi datar, menjadi rata. Lihat daerah berwarna abu, itu merupakan daerah yang disebutkan rata. 


Sejarah Cekungan Bandung


Jadi warga bandung raya ini mulai dari cicalengka sampai raja mandala, itu pada umumnya menempati kawasan yang datar, yaitu di atas endapan Danau Bandung Purba. Jadi bekas endapan danau itu, kalau ada rambat gelombang gempa, maka strukturnya akan menjadi labil. Rambat gelombang gempanya menjadi cepat, dibanding batuan dasar yang lebih kokoh strukturnya. Dan semakin tebal endapan danau, itu membuat semakin rawan. Seperti di sepanjang Soekarno-Hatta di ujung timur dan ujung barat. Sepanjang tol, dari ujung timur ke ujung barat, beberapa kilometer ke kiri kananya, kawasan2 yang harus sangat waspada karena itu bekas endapan danau bandung purba. 


Cicalengka sampai Padalarang


Jalan Soekarno Hatta Bandung



Bandung terletak di zona rawan gempa
Sekarang saya berdiri di gunung batu ini, ini persis di puncaknya. Ke selatan, lereng yang kearah ke kota bandung. Jadi persis di punggunganya. Boleh dikatakan masih berlanjut ke timur, ke arah maribaya, dan ke barat dari arah cisarua. Dan zona ini sudah penuh dengan pusat2 keramaian, ada kafe ada hotel, dan pusat2 wisata disini. Ada zona2 patahan itu membuat alam jadi indah sebetulnya, dan memungkinkan suatu kawasan menjadi nyaman untuk dihuni. Itu terjadi di berbagai tempat, termasuk di Bandung. Jadi ada tebing, ada lembah yang curam, gitu ya... itu menjadi indah, menjadi pemandanganya sangat bagus. Tapi karena siklusnya gempa itu lama, sehingga orang seringkali lupa bahwa pernah terjadi gempa besar. Di padalarang tahun 1910 pernah terjadi gempa besar. Sekarang belum terjadi lagi gempa besar, semoga tidak terjadi. Nah karena lamanya waktu, 100tahun lebih, peristiwa itu tidak diturunkan, nah karena lamanya waktu, 100tahun lebih, orang bisa lupa, peristiwa itu tidak diturunkan ceritanya bahwa pernah terjadi gempa, harus bagaimana bertindak bila terjadi gempa. 

Jadi dengan terjadinya gempa yang baru terjadi di lombok, ini seharusnya jadi pelajaran bagi kita di cekungan bandung. Jadi pembelajaran harusnya, nah oleh karena itu seperti di kota bandung, di kabupaten bandung, kota cimahi, yang sekarang sudah begitu padat penduduknya, itu harus waspada terhadap goncangan2 gempa yang sampai sekarang belum bisa diprediksi kapan terjadi. 

T. Bachtiar - Anggota Kelompok Riset Cekungan Bandung



Potensi Gempa Bandung berasal dari Sesar Lembang (Patahan Lembang)
Sejak 10 tahun terakhir lah, kami membawakan penelitian sesar lembang, dan akhirnya berdasarkan riset yang kami hasilkan, dan juga dari riset2 yang lain. Dari sudut pandang rekan2 dari ahli geologi dan geofisika. Akhirnya kita mengetahui sebuah informasi bahwa sesar lembang adalah sebuah sumber gempa yang berada di Utara kota Bandung. Jadi ada beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa panjang dari sesar lembang adalah dari 22km - 29km. 

Perkiraan Panjang sesar lembang




Jadi dimulai dari bagian timur utara bandung mendekati kota cimahi. Jadi memanjang dan melewati beberapa kecamatan, jadi melewati Kabupaten bandung, bandung barat, sampai ke cimahi sesuai dengan wilayah administratifnya. Terkait dengan kedalaman itu terkait dengan potensi menghasilkan gempa. Jadi kita sebutnya kedalaman seismogenik, jadi secara kegempaan, kedalaman tersebut mungkin menghasilkan sebuah gempa. Dan berdasarkan riset kami, dan kalau saya menggunakan hasil GPS itu paling tidak pada kedalaman 18km, masih ada potensi menghasilkan gempa. Jadi artinya gempa bisa terjadi di kedalaman 10km, 15km, sampai 18km. Itu berdasarkan riset yang pernah kami lakukan dan sudah dipublikasikan pada tahun 2012. 


Jadi dari penelitian yang kami lakukan, sampai dengan beberapa bidang kepakaran akhirnya kita mengetahui bahwa potensi gempa yang mungkin dihasilkan sesar lembang, beberapa peneliti sepakat bisa mencapai 6-magnetud 7. Beberapa peneliti menyebutkan di angka 6.7, itu adalah potensi gempa maksimum, suatu gempa yang tidak kita harapkan terjadi. Tetapi gempa2 yang lain, dengan magnetudo yang lebih kecil, itu lebih sering terjadi. Jadi yang disebut gempa maksimum adalah gempa terbesar, yang kejadianya sangat jarang, dan besarnya di angka tadi, antara 6.4 - 7 magnetudo. Nah yang lebih kecil2 itu mungkin yang lebih sering terjadi. 



Bagaimana terbentuknya sesar lembang
Kalau kita lihat sejarah sesar lembang, tentunya tidak bisa melepaskan dengan kondisi tektonik secara umum di gunung jawa. Bahwa gaya terbesar, ataupun mungkin tekanan terbesar, membentuk beberapa sumber gempa, di Pulau jawa berasal dari subduksi (tabrakan antar lempeng). Jadi tekanan besar dari wilayah selatan, dari wilayah Australia, menekan terus ke utara, kemudian terbentuk beberapa sesar2 aktif. Jadi pertanyaa kenapa terjadi sesar lembang? itu terkait dengan proses subduksi yang di selatan. Dia menekan terus keutara, dan ketika dia menekan, maka kita sebut energi terkumpul, dan pecah di beberapa sesar, dan diantaranya sesar cimandiri, dan sesar lembang. Bahwa salah satu persoalan di dalam gempa bumi, kita sulit memprediksi kapan waktu pasti terjadi, seberapa besar magnetudo gempa. Kita belum bisa mengetahui, tetapi besarnya kemungkinan besarnya goncangan itu bisa kita duga. Jadi misalnya gempa magnetudo 6 terjadi, goncanganya sebesar apa?. kalau tujuh seberapa besarnya? seperti apa goncanganya. Jadi kemungkinan goncanganya bisa kita hitung.

Kota bandung jaraknya bervariasi dari sesar lembang. Tetapi yang paling dekat, apabila kita membahas kota bandung, dari mulai batas kota ke sesar lembang, kami perkirakan mungkin di jarak 3-4km. Itu jarak dari Kota bandung ke sesar lembang. Ilustrasi yang paling mudah dibayangkan seperti apa kota bandung, kita tidak harapkan itu terjadi, mungkin ilustrasinya mungkin akan mirip dengan gempa jogja (27 Mei 2006, korban 6234 jiwa)  ketika menimpa kota Bantul.  Di satu sisi banyak kemiripan, bahwa Bantul dibentuk dari tanah halus vulkanik merapi. Begitu pula kota bandung, dibentuk dari beberapa sedimen vulkanik, dan sedimen yang lainya. Walaupun bahwa mudah2an struktur bangunan yang dibangun saat ini lebih baik, daripada yang dibangun di masa lalu, tapi ilustrasi kerusakanya mungkin akan mirip. 

Dr. Irwan Meilano, ST., M.Sc.
Pengamat Gempat ITB 


Kota Bandung, dibelah sungai cikapundung. Sungai yang dipercaya menopang sendi kehidupan bandung, sejak ribuan tahun lalu. Dago pakar menjadi salah satu aliran sungai cikapundung. Ditempat ini pula, terdapat curug yang bernama curug Dago, Awal abad 20, curug dago pernah didatangi raja besar Thailand bergelar Rama V. Prasasti batu di tepi aliran sungai cikapundung, menandai kedatanganya di tahun 1902. 27 Tahun kemudian, sang cucu Rama VII mengulang perjalanan kakeknya, hingga prasasti  batu pun bertambah menjadi dua. Jauh sebelum kedatangan raja thailand, ribuan tahun silam dago Pakar telah dihuni manusia pra sejarah. Indikasinya banyak ditemukan para peneliti asing. Pencarian jejek2 penghuni masa lalu, terus dilanjutkan oleh kalangan arkeolog tanah air. Salah satunya Arkeolog Lutfi Yondri, Arkeolog senior dari Balai Arkeologi Bandung. 

Kawasan Dago pakar, sangat penting dari sisi arkeologi, karena di masa lalu, para peneliti asing, telah menemukan berbagai tinggalan arkeologi di daerah ini. Dari tinggalan2 yang ada, temuan arkeologi dari periode yang lebih tua ditemukan disini. Yaitu masa berburu dan mengumpulkan makanan, baik tingkat sederhana maupun tingkat lanjut. Kemudian dari era yang lebih muda, yaitu era neolitikum masa bercocok tanam, juga ditemukan disini yang ditandai oleh alat2 batu yang sudah diasah, dan yang sangat penting juga dago pakar bisa dikatakan sebagai wilayah yang dihuni secara berkelanjutan oleh masyarakat pra sejarah. Dalam arkeologi disebut dengan situs yang multi-competent site. Jejak2 arkeologi yang lebih tua, biasanya ditemukan di tepi aliran sungai. Dan di kawasan dago pakar ini, mengalir sebuah aliran sungai, yaitu aliran cikapundung. Kemungkinan besar, temuan2 itu ada di wilayah sini. Disanalah kita akan mencari jejak2 budaya yang lebih tua di kawasan dago pakar ini. 


Sejarah dan Proses Geologi danau Bandung 
Seperti yang kita punya, (data dan informasinya) bahwa Danau bandung itu terbentuk 135ribu tahun yang lalu. Karena adanya endapan dari letusan gunung api sunda. Secara struktur itu ada danau bandung sebelah timur, ada danau bandung sebelah barat. Nah ciri2nya juga bisa kita lihat dari endapan danau bandung purba. Juga kita bisa lihat di museum ini ada beberapa koleksi fosil yang ditemukan sebagai bukti bahwa Bandung merupakan sebuah danau raksasa yang kita kenal dengan situ hiang. 

S.R Sinungkung Baskoro
Kepala Museum Geologi Bandung

Penelitian geologi mutakhir menyimpulkan di masa lalu, bandung adalah sebuah danau. Para geolog menyebutnya sebagai danau bandung purba. Kontur cekungan bandung nampak jelas jika dilihat dari ketinggian tertentu. Kawasan bandung dipagari daerah pegunungan, sehingga masuk akal, jika air sempat menggenangi daerah ini, karena tertahan dinding alam yang tebal dan tinggi. Cikal bakal bandung, adalah dataran yang dialiri Sungai Citarum. Sekitar 135ribu tahun yang lalu, gunung sunda purba mengalami letusan, endapan letusan gunung api itu, kemudian menyumbat sungai citarum. Sehingga tercipta bendungan raksasa. Menurut peneliti, danau bandung mulai surut 16ribu tahun yang lalu. Hingga akhir abad ke 19, informasi geologi kawasan bandung, masih terbilang sangat minim. Itupun kajian peneliti asing yang sempat menelurusi asal-usul bandung. Hal ini mendorong beberapa peneliti lokal, menggagas kelompok riset cekungan bandung. Atau bisasa disingkat KRCB. 



KRCB 
Kelompok riset cekungan bandung, awalnya hanya kelompok jalan2 saja. Nah kami melihat kegiatan di Jepang, jadi mahasiswa professor, dosen, bahkan kadang2 mengundang orang yang berminat dari luar, untuk sama2 berkunjung pada suatu tempat, kemudian meneliti bersama disitu. 

Budi Brahmantyo 
Geolog ITB


Tahun 1999, budi brahmantyo dan rekan2nya melakukan perjalanan ke Padalarang. Awalnya mereka berniat mencari fosil ikan, tapi fosil yang diharapkan tidak ditemukan. Akhirnya mereka berpindah ke kawasan kars citatah. Di Perbukitan ini tim KRCB menemukan banyak keberadaan bukti danau bandung purba yang mengagumkan. Stone Garden, penamaan oleh pecinta alam dulu, awal tahun 2000an. Ini sebetulnya adalah bentukan alamiyah dari suatu proses krastifikasi. Pada batu gamping, selalu mengalami proses pelarutan. Yaitu kalsium karbonat ketika kontak dengan air hujan yang biasanya mengandung CO2 yang tinggi, dia akan melarut. Hasil pelarutannya inilah yang membentuk seperti ini melalui retakan2, melalui kekar2, secara vertikal. Sehingga kemudian ketika proses, pelarutan yang diikuti erosi, ini akan menghasilkan bentukan yang menghasilkan menara2 kecil, yang kemudian berpadu dengan tumbuhan, berpadu dengan tanaman jagung, menghasilkan suatu landscape yang luar biasa, Stone Garden. Tidak jauh dari stone garden, budi dan rekan2nya menemukan tinggalan menarik lain. Jauh lebih tua dari usia danau bandung purba, saat sebagian pulau jawa masih di bawah permukaan laut. 


Disini, salah satu kekayaan pasir pawon, dalam geologi disebut formasi raja mandala. Ini contoh bagaimana batuan2 ini lah sisa2 terumbu karang. Jadi seperti bunaken, seperti the great barrier rief di australia, tapi umurnya 30-25 juta tahun yang lalu. Kami menyebutnya pada jaman, kala Polikusen. Kita lihat, disini ada suatu fosil yang membundar, memanjang-manjang, itu bayangkan seperti terumbu karang, bunga2 karang, yang memanjang, yang kemudian ketika mereka mati semuanya jatuh seperti ini yang kemudian memfosil. Inilah bukti yang menunjukkan bahwa raja mandala di pasir pawon ini menunjukkan sisa2 terumbu karang jaman purba, 30 Juta tahun yang lalu. 

Budi Brahmantyo 
Geolog ITB


Comments