Tulisan ini kami buat dengan mendengarkan isi kajian dari chanel sekolah nahwu, bagian playlist Alfiyah Ibnu Malik ke 15. Sengaja kami mencatatnya, agar bagi kami mudah untuk mengingatnya kembali. Terimakasih banyak pada kreator chanel sekolah nahwu, kami mohon ijin untuk menulis keterangan2 yang beliau ajarkan. Semoga bermanfaat.
Allohumma Sholli wa sallim ala sayyidina Muhammadin
آميــــــــن
Aamin yaa Robbal 'Alamin
Bismillahirrohmanirrohim
وارفع بواو وانصبن بالالف -- واجرر بياء ما من الأسماء أصف
من ذاك ذو إن صحبة أبانا -- والفم حيث الميم منه بانا
أبٌ أخٌ حمٌ كذاك وهن -- والنّقص في هذا الأخير أحسن
warfa' bi wawin wanshibanna bil alif -- wajrur biyaa-i maa minal asma ashif
min dzaka dzu inshuhbatan abaana -- wal famu haitsul mimu minhu baana
Abun akhu hamun kadzaka wa hanu -- nanaqshu fii hadzal akhiri ahsanu
وارفع بواو وانصبن بالالف
warfa' (dan rofa'kanlah oleh kamu)
bi wawin (dengan wawu)
wangshibanna (dan nashobkanlah, sungguh2, oleh kamu)
bil alifi (dengan alif)
واجرر بياء ما من الأسماء أصف
Wajrur (dan jarkanlah)
bi ya-in(dengan huruf ya)
maa (kepada isim)
minal asmaa-i (dari beberapa isim)
ashifu (yang menshifati, siapa? saya)
من ذاك ذو إن صحبة أبانا
Min dzaka (ialah sebagian dari maa ashifu)
dzu (adapun lafadz dzu)
in abaana (jika menjelaskan, apa? dzu)
Shuhbatan (kepada makna memiliki)
والفم حيث الميم منه بانا
wal famu(dan lafadz famu)
haitsul mimu( sekiranya adapun min)
minhu (dari al famu)
baana (ialah terpisah dari lafadz mim)
أبٌ أخٌ حمٌ كذاك وهن
Abun (adapun lafadz abun)
Akhun (dan lafadz akhun)
hamun (dan lafadz hamun)
kadzaka (ialah seperti lafadz dzu)
wa hanu (dan lafadz hanu)
والنّقص في هذا الأخير أحسن
wa naqshu (adapun membaca dengan i'rob naqosh)
fi hadzal akhiri (pada inilah yang terakhir, maksudnya adalah lafadz hanu)
ahsanu (ialah lebih baik)
Bismillahirrohmanirrohim nadzom ke 27, 28, 29 Alfiyyah Ibnu Malik, menjelaskan tentang asmaus sittah.
- Rofa'kanlah dengan wawu
- Nashobkanlah dengan alif
- Jarkanlah dengan ya
Kemudian Abun Akhun Hamun Hanun
Kemudian untuk lafadz hanu, ini lebih baik dii'robi menggunakan i'rob naqosh.
wa naqshu fi hadzal akhiri ahsanu
Bismillahirrohmanirrohim
Asmaus sittah, berdasarkan matan alfiyyah ibnu malik, adalah termasuk isim2 yang dii'robi dengan tanda niyabah (bukan tanda ashliyah). Dimana asmaus sittah ini
- Marfu'un bil wawi
- Manshubun bil alif
- Majrurun bil yai
Min dzaka dzu, inshuhbatan abaana
Yang pertama adalah lafadz dzu yang bermakna shohib atau memiliki.
ذو بمعنى صاحب
Misalnya:
Saat Rofa'
جاء ذو مال
أي صاحبٌ مالٍ
Jaa (telah datang) siapa?
Dzu maalin (pemilik harta)
ai shohibu maalin
Disitu lafadz dzu menjadi fail, rofa'nya dengan wawu.
Saat Nashob
Kalau nashob
رأيت ذامال
Roaitu (saya melihat)
Dza maalin (kepada pemilik harta)
Saat Jar
Kalau jar
مررت ب ذي مال
marortu ( saya bertemu)
bi dzi malin ( dengan pemilik harta)
Jadi syaratnya, dzu yang termasuk asmaus sittah adalah dzu yang bermakna shohib atau memiliki. Karena ada dzu yang tidak bermakna shohib.
ذو الطائية بمعنى الذي
Yaitu Dzu Thoiyah - dzu thoiyah ini bermakna alladzi. Berarti dia berlaku sebagai isim maushul. Karena isim maushul maka dia mabni. Kalau dzu yang bermakna alladzi, ini tidak memenuhi syarat disebut asmaus sittah. Yang termasuk asmaus sittah adalah yang bermakna shohib. Gitu ya. Kalau dzu tidak bermakna shohib, misalnya bermakna alladzi, maka dia adalah isim maushul
رأيت ذو قام
مررت ب ذو قام
marortu dzu qoma ( aku bertemu dengan seseorang yang berdiri)
Yang kedua adalah lafadz famun, dengan syarat mimnya sudah dipisah. Famun menjadi fu.
هذا فوك
رأيت فاك
نظرت الى فيك
Hadza Fuka (ini adalah mulutmu)
Roaitu Faka (saya melihat mulutmu)
Nadzortu ila fika ( saya melihat mulutmu)
Kalau tidak dipisah dari mimnya, maka famun ini berlaku seperti isim mufrod, yang rofa dengan dhommah, nashob dengan fathah, dan jar dengan kasroh.
ٌهذا فم
رأيت فمً
نظرت الى فمٍ
Hadza famun (ini mulut)
roaitu faman (aku melihat mulut)
nadzortu ila famin (aku melihat ke mulut)
Kalau tidak dipisah dari mimnya, dia bukan asmaus sittah. Karena syaratnya tadi, mimnya harus dipisah.
Yang ketiga, empat, lima dan enam
Abun (bapak)
Akhun (saudara laki2)
Hamun ( hamun ini bermakna orang tua dari suami, bapaknya suami. maka hamun ini nanti seringnya dimudhofkan dengan dhomir muanats. Hamun ini bermakna bapaknya suami atau kerabatnya suami. Bisa juga bermakna ipar, maka seringnya nanti, hamun ini dimudhofkan kepada dhomir muanats. Walaupun ada juga yang memaknai hamun ini adalah kerabatnya istri. Tapi yang lebih masyhur adalah kerabatnya suami. Maka sering dimudhofkan dengan dhomir muanats.)
dan Hanun (ini bermakna syai-un, atau bermakna farji, kemaluan. Atau bermakna sesuatu yang tidak baik untuk diucapkan. Jadi bisa bermakna sesuatu, besa bermakna kemaluan).
Wa naqshu fi hadzal akhiri ahsanu. Untuk lafadz hanu, ini lebih baik dii'robi dengan i'rob naqosh. Daripada i'rob itmam. I'rob naqosh ini seperti isim mufrod ya, kalau rofa dengan dhomah, nashob dengan fathah, jar dengan kasroh.
Jadi lebih baik
Hadza hanuka
raitu hanaka
nadzortu bi hanika
Lebih baik menggunakan tanda i'rob seperti isim mufrod. Itu disebut i'rob naqosh kalau dalam asmaus sittah ini. Ini mengapa sebabnya, ini adalah sebab mengapa pada kitab jurumiyah, dan kitab imrithy dan kitab2 yg lain. Maka di imrithy dan jurumiyah hanya asmaul khomsah. Kalau di dalam kitab Imrithy maupun jurumiyah tidak ada asmaus sittah, tapi asmaul khomsah. Karena hanu ini tidak dimasukkan. Jadi hanya dzu, kemudian fu, abun akhun hamun. Mengurangi lafadz hanu ini.
jadi itu, (pembahasanya) tentang nadzom ke 27 28 29 tentang asmaus sittah. Semoga bisa dimengerti, Wallohu a'lam bish showab
Comments
Post a Comment