Skip to main content

Kajian Alfiyah 41 | Metode Al Bidayah | KH. Abdul Harits Jember | Bait Alfiyah 106-112

 

Pembahasan Alfiyyah Ibnu Malik ke 41 oleh Kh. Abdul Haris Jember, dengan Metode Al Bidayah. Semoga catatan ini bisa memberikan bekas terhadap tersebarnya apa yang pak kyai sampaikan lewat video2 beliau mengenai materi2 bahasa arab. Tulisan ini merupakan transkrip dari video beliau, semoga bermanfaat juga, untuk kita semua. 

Materi ini ada bab Mu'arrofu bi'adaatit ta'rif. Kali ini pada bait ke 106-112

أل حرف تعريف أو اللام فقط    فنمط عرفت قل فيه النمط

وقد تزاد لازما: كاللات     والآن والذين ثم اللات

ولاضطراركبنات الأوبر    كذا وطبت النفس يا قيس السري

وبعض الأعلام عليه دخلا    للمح ما قد كان عنه نقلا

كالفضل والحارث والنعمان    فذكر ذا وحذفه سيان

وقد يصير علما بالغلبه    مضاف أو مصحوب أل كالعقه

وحذف أل ذي إن تناد أو تضف   أوجب وفي غيرهما قد تنحذف



Bait Alfiyyah 106 -harfu ta'rif
أل حرف تعريف أو اللام فقط    فنمط عرفت قل فيه النمط


ال حرف تعريف او الام فقط
Al bermula Al
adalah harfu ta'rifin (huruf ta'rif)
Au (atau)
yang merupakan huruf ta'rif itu merupakan 
Awil lami faqoth (atau huruf lam saja yang merupakan huruf ta'rif)


ف نمط عرفت  قل فه النمط
Fa (maka)
namathun (bermula lafadz namath)
'arrofta (yang mema'rifatkan, siapa? kamu)
hu akan lafadz namath (maksudnya)
adalah Qul (berucaplah, siapa? kamu)
fihi ( di dalam lafadz namath)
an namatho (akan lafadz an namath)


نمط = pola, gaya, tipe


Apakah Al itu dianggap huruf ta'rif saja?? 




Bait Alfiyyah 107 - ziyadah


وقد تزاد لازما: كاللات     والآن والذين ثم اللات

Penambahan AL secara laziman

وقد تزاد
لزما كاللات 
wa qod tuzadu (dan terkadang ditambahkan, dianggap sebagai huruf ziyadah. apa? AL)
laziman (secara pasti, atau dalam keadaan wajib)
tidak bisa dilepas, 
kallati (sebagaimana al yang ada di dalam allati)
Al lata itu nama shonam, nama berhala. Pasti tertulis dengan menggunakan AL itu namanya laziman


والان والذين ثم اللاتي
wal aana (dan lafadz Al yang terdapat pada lafadz al an)
walladzina (dan Al yang juga terdapat pada lafadz alladzina)
tsummallatii (juga al yang terdapat pada allatii, isim maushul)



Bait Alfiyyah 108 - Lamhun

ولاضطراركبنات الأوبر    كذا وطبت النفس يا قيس السري

Penambahan, itu tidak sekedar laziman
wal idhtirorin ( dan karena dhorurot syi'ir)
Awalnya tidak ada, karena kepentingan syi'ir, itu menjadi diadakan. 
Kabanatil aubari (sebagaimana AL yang ada pada lafadz banatul aubar)
kadza (adalah tetap seperti ini)
wa thibta dan bagus, siapa? kamu
apanya? an nafsa 
biasanya yang namanya tamyis itu tanpa AL, berupa isim nakiroh, karena disini kepentingan syi'ir, diberi Al sehingga dibaca An Nafsa. Jadi mahalusy syahidnya kepada an nafsa. Yang awalnya nafsan, menjadi an nafsa. 
Ya Qoisu (wahai qois)
As Sari (yang mulia)



Bait Alfiyyah 109

وبعض الأعلام عليه دخلا     للمح ما قد كان عنه نقلا

Wa ba'dul a'lami (dan bermula sebagian isim alam)
khobar langsung..
adalah dakholaa ( masuk, apa? AL)
'alaihi atas 
ba'dhul a'lam (sebagian isim 'alam)

untuk apa itu? 
li lamhi maa (untuk melirik sesuatu)
qod kaana (yang sungguh ada, apa? ba'dhul a'lam)
khobar dari kaana adalah nuqila (dinukil, apa? ba'dhul a'lam)
'anhu ( dari maa)




Bait Alfiyyah 110


كالفضل والحارث والنعمان   --  فذكر ذا وحذفه سيان

kal fadhli (sebagaimana lafadz fadhli)
wal haritsi (dan harits)
wan nu'mani (dan nu'man)
pakai AL semuanya. K
Karena ini masuk pada isim alam, 

fa (maka)
dzikru dza (bermula menyebutkan ini)
wa hadzfuhu (dan membuang ini)
khobar dari dzikru 
adalah siyaani (sama keduanya)

Siyaani itu adalah isim tatsniyah, berasal dari siyun yang kemudian ditatsniyahkan menjadi siyani. 



Bait Alfiyyah 111

و قد يصير علما بالغلبة  -- مضاف او مصحب ال كالعقبة 
Wa qod yashiru (dan terkadang menjadi) 
mudhofun (isim yang dimudhofkan) 
au mashubu AL (atau isim yang disertai AL) 
Khobar dari yashiru 
‘alaman (adalah menjadi isim alam) 
bil gholabati (sebab sering digunakan, akhirnya menang dia menjadi isim alam) 
seperti apa? 
Kal ‘aqobati seperti lafadz al aqobah



Bait Alfiyyah 112

و حذف ال ذي ان تناد او تضف  -- اوجب و في غيرهما ان تنحذف 
Langsung lompat, 
wa aujib (dan mewajibkanlah siapa? Kamu) 
maf’ul bih muqoddamnya? Hadzfa AL (akan membuang AL) 
dzi (yang ini) 

kapan itu terjadi? 
intunaadi ( apabila memanggil siapa? Kamu / bermunada, siapa? Kamu) 
Au Tudhif (atau memudhofkan siapa? Kamu) 
wa fi ghoirihimaa (dan di dalam selain munada dan mudhof) 
qod tanhadzifu (terkadang terbuang, apa? AL)  





Skema AL
Jadi kita kita membuat skema dulu, tentang fungsi AL di nadzom ini, lengkap nadzom ini jelas. 
  • Yang pertama AL itu adalah harfu ta’rif (fungsinya adalah mema’rifatkan) 
  • yang kedua adalah wa qod tuzaadu (sebagai huruf ziyadah) 
  • yang ketiga adalah untuk lamhun yang selanjutnya adalah 
  • yang keempat lil gholabati


Pertama Sebagai Huruf Ta'rif 
Jadi fungsi Al itu seperti ini, kalau diskemakan berdasarkan nadzom lengkap ini. AL yang merupakan huruf ta’rif, biasanya ini dibagi menjadi tiga. 
  • ada yang untuk lil ‘ahdi 
  • ada yang untuk lis tighroqil jinsi 
  • ada yang untuk li ta’rifil haqiqoh 


Kedua sebagai Huruf Ziyadah
yang ziyadah, itu ada dua 
  • ada lazimah 
  • Ada yang ghoiru lazimah 

Jadi saya masih terngiang-ngiang komentarnya Imam Asy Syathibi. Imam Asy Syathibi itu apa Namanya? Menganggap, ada inkonsistensi (AL) dalam penyebutan mudzakkar dan muannats (nya). Seperti yang kemarin sempat kita singgung. 


Wa qod tuzadu (terkadang ditambahkan apa? AL) tapi disini laziman bukan lazimatan 

Yang lain fa dzikru dza (maka menyebutkan ini) wa hadzfuhu 
Perhatikan, disini pakai ta, disini tidak pakai marbuthoh. 
Disini pakai dza, dza itu isim isyaroh untuk mudzakar. 

Berikutnya wa hadzfuhu 
Terakhir ada wa hadzfu al dzi 


Ini hanya komentar saja, bahwa ada inkonsistensi penyebutan AL kadang2 dianggap sebagai mudzakkar, kadang2 dianggap sebagai muannats. Kalau melihat qod tanhadzif misalnya, yang pakai tak mudhoro’ah yang punya fungsi ghoibah. 

Jadi ini untuk penelitian sampeyan, kalau seandainya temen2 BSA, temen2 PBA macem2, dalam satu nadzom ini, obyeknya sama tentang Alif Lam (yang) kadang2 dianggap sebagai mudzakar, kadang2 dianggap sebagai muannats. Memang ini tidak bisa digugat, memang dianggap muannatsnya sebagai majazi, sehingga memungkinkan dianggap sebagai mudzakkar, memungkinkan dianggap sebagai muannats. Jadi sampai saya cari tadi, apa saya tidak salah membaca? Ternyata di syarahnya Imam Asy Syatibi itu, apa Namanya? Yang ditawarkan oleh Imam Asy Syathibi itu ada pembahasan seperti itu. 



Ketiga Sebagai Lamhun
Lamhun itu maksudnya adalah untuk AL itu dimasukkan, ini konteksnya masuknya ke dalam isim alam, tidak mungkin tidak. Alam yang terbuat dari mashdar, alam yang terbuat dari isim fail, alam yang terbuat dari isim Jenis. Itu akan ada penekanan, Ketika ada AL nya dan Ketika tidak ada AL nya. Tapi Al yang ada disini, tidak berpengaruh kepada apakah ini ma’rifat, atau nakiroh. 
Cuman li lamhi maa qod kaana ‘anhu nuqila untuk melirikkan sesuatu, yang isim alam itu dinukil dari shighot tersebut. Kalau ada orang yang Namanya fadhol, itu adalah pinginya anaknya itu punya keutamaan2. 

Adanya AL disini itu kepengin menegaskan, kepingin mengingatkan bahwa tujuan orang tua memberi kita untuk agar kita mendapatkan kemuliaan, mendapat keutamaan dan seterusnya dalam kehidupan ini. 
Harits itu artinya adalah petani, pakai tsa. Tujuan orang tua kita bisa jadi kepingin menjadi petani sukses. 

Adanya AL ini adalah tafaulan kalau dalam bahasanya, meskipun nama apakah ada AL nya apakah tidak ada AL nya, itu pasti konteksnya adalah tafaulan. Kata2 lamhun itu maksudnya adalah untuk mengingatkan, untuk menegaskan, isim alam itu dinukil dari itu punya tujuan

Kalau seseorang itu dinamakan fadhol, itu maksudnya adalah tujuan orang tua memberi nama fadhol ini adalah agar anaknya ketika menjalani kehidupan, itu dikaruniai oleh keutamaan2. Pemberian al disini menegaskan akan hal itu. Bagaimana ya? Sudah namanya fadhol, kok kemudian jauh dari Namanya. 

Jadi AL itu seperti itu, untuk mengingatkan, untuk melirikkan sesuatu 
qod kana anhu nukila 
(yang mana isim alam itu dinukil dari shighot itu). 
  • Seperti fadhol itu diambil dari Mashdar, 
  • Al Harits itu diambil dari Isim Fa’il. 
  • An Nukman itu diambil dari Isim Jenis. 

Oleh sebab itu penegasanya adalah fadzikru dza wa hadzfuhu siyaani. Dalam konteks apakah AL ini memakrifatkan, itu tidak ada perbedaan. Perhatikan, dalam konteks AL ini berpengaruh memakrifatkan itu tidak akan ada perbedaan. 

Antara Fadhol dan Al Fadhol itu sama2 makrifatnya. Perbedaanya adalah 
kalau fadhol itu tidak ada penekanan li lamhi maa qod kaana anhu nuqila

Antara harits dan al harits itu sama saja, dalam konteks apa? Dalam konteks dia sudah makrifat. 
Harits tanpa AL itu sudah makrifat, kalau dengan AL itu sama2 makrifat, ini persamaanya dari aspek makrifatnya itu. Bahwa meletakkan atau menambahkan AL dalam konteks Al fadhol Al Harits An Nukman, itu sama saja. 

Dzikruhaa, wa hadzfuhu siyaani, 
bermula penyebutan ini? Dan membuang ini (AL maksudnya) adalah siyaani. Siyanii dalam konteks apa? Sama2 dalam konteks makrifat. Tapi perbedaanya adalah pada penekananya. Al Fadhol dengan Al dengan Al Fadhol tanpa AL, itu beda, meskipun sama2 makrifat tapi beda. 

Kalau Al Fadhol itu orang tuanya kepingin menegaskan, kepingin mengingatkan dengan serius, bahwa tujuan dia memberi nama anaknya dengan al fadhol itu, agar anaknya dalam kehidupanya itu mencapai keutamaan keutamaan, atau mendapatkan keutamaan2. Itu Namanya, li lamhi maa qod kaana ‘anhu nuqila. Untuk melirikkan sesuatu, qod kaana apa yang Namanya AL, apa isim alam, itu nuqila dinukil (ba’dhul a’lam) anhu (dari Maa). Oleh sebab itu disini diterangkan fa dzikru dza, wa hadzfuhu siyaani. Dalam konteks memakrifatkan, adanya Al dan tidak adanya Al (al fadhol, al harits, an nukman) itu siyaani, isim tatsniyah berasal dari siyun, ini artinya mitslun, yang sama. 


Keempat Sebagai Gholabah 
Kemudian wa qod yashiru 'alaman bil gholabah, 
Kadang2 mudhof, atau sesuatu yang ditambahi AL itu bisa jadi isim 'alam. awalnya bukan isim 'alam, tapi karena sering digunakan itu menjadi isim alam. 

Pakai AL
Seperti Al 'Aqobah. 'Aqobah itu tempat menanjak di mina. Oleh sebab itu kita ketahui istilah jumroh 'aqobah. Akhirnya, ini menjadi nama untuk tempat itu. Kenapa? karena orang sering mengatakan itu al 'aqobah. Seperti kata2 yang lebih sederhana adalah kata2 madinah, itu artinya kota. Boleh digunakan untuk jember, surabaya, jakarta, dst. Namanya kota. Tapi ketika sudah masuk Al Madinah, ini tidak bisa dimaknai lain, pasti al mutabadir, pasti yang terlintas di benak orang tersebut adalah Madinatur Rosul, itu maksudnya. 

Jadi karena sering digunakan, akhirnya karena sering digunakan itu akhirnya memenangkan persepsi, menanamkan persepsi yang sama kepada masyarakat, kepada yang membaca, kepada yang mendengar bahwa itu terarah pada satu obyek, bukan yang lain. Awalnya kata2 madinah (kota). 
Yang namanya kota, boleh saja dipakai untuk 
  • kota jember, 
  • kota surabaya, 
  • kota jakarta dst. 
Tapi Al Madinah tidak bisa dimaknai dengan jember, al madinah tidak bisa dimaknai dengan surabaya dan seterusnya. Al madinah dengan menggunakan Al itu namanya mesti madinatur rosul. Itulah yang namanya AL bil Gholabah. Kadang2 isim yang diberi AL itu menjadi isim Alam, padahal awalnya bukan isim Alam.


Isim yang dimudhofkan
Atau isim yang dimudhofkan. Jadi yang pertama diberi AL atau isim yang dimudhofkan, itu bisa saja menjadi isim Alam, padahal awalnya bukan isim Alam. Kata2 Ibnu Umar, Umar itu punya anak banyak, tapi ketika ibnu umar disebutkan, ini sudah menjadi alam bil gholabah. Karena seringnya orang mendengar kata ibnu umar, itu seakan2 umar itu hanya punya anak satu, hanya cocok untuk Abdulloh. Abdulloh bin Umar. 

Jadi sesuatu yang dimudhofkan, sesuatu yang diberi AL itu terkadang memungkinkan untuk menjadi isim alam, tapi prosesnya bukan karena sejak awal dimaknai, atau diberi nama ibnu umar. Namanya memang bukan ibnu umar, namanya bukan al madinah awalnya. Tapi karena sering disebutkan, sering disebutkan, sering disebutkan, penyebutan yang sering itu pada akhirnya menjadikan orang menganggapnya sebagai nama untuk obyek itu. Coba diperhatikan kata2
  • Ibnu Umar
  • Ibnu Abbas
  • Ibnu Mas'ud

Persepsi kita, pandangan kita ketika menyebutkan atau mendengarkan kata2 Ibnu Umar itu tidak kepada yang lain, kecuali pada Abdulloh bin Umar. Padahal anaknya Umar tidak hanya Abdulloh. Ibnu Umar (anaknya umar) itu tidak hanya abdulloh, nah itu artinya waqod yashiru 'alaman bil gholabah, mudhofun au mashbuhu AL kal Aqobah. Terkadang Mudhof isim yang dimudhofkan itu, itu isim yang ditambahi atau yang disertai AL itu menjadi isim alam, tapi catatanya adalah bil gholabah. Itu karena sering? digunakan. 

Seperti Al Aqobah, al aqobah itu bukan nama? Perhatikan,  Aqobah itu bukan nama, itu adalah tempat menanjak yang ada di daerah mina. Tapi sekarang menjadi nama, itu namanya
'alaman bil gholabah
diberi Al akhirnya menjadi isim alam. Sehingga sekarang, kalau orang menyebutkan tempat menanjak di mina itu, namanya sudah al aqobah. Contoh lain, Awalnya madinah, itu kota dan untuk apa saja, untuk daerah mana saja, cocok itu. Tapi ketika diberi AL, AL MADINAH, itu tidak bisa al madinah itu dipersepsikan atau dimaknai dengan Jember, dimaknai Misalnya dengan Surabaya, dimaknai dengan Jakarta. Seringnya digunakan untuk Al Madinah itu madinatur rosul, akhirnya dikhususkan itu, ketika disebutkan. Itu namanya 'alaman bil gholabah. Akhirnya ketika seseorang menyebutkan Al Madinah, itu persepsinya satu, yaitu madinatur rosul. Itu begitu maksudnya. 

و قد يصير علما بالغلبة  -- مضاف او مصحب ال كالعقبة 





وحذف ال ذي ان تناد او تضف  -- اوجب و في غيرهما قد تنحذف 

wa aujib (dan mewajibkanlah siapa? Kamu) 
maf’ul bih muqoddamnya? Hadzfa AL 
(akan membuang AL) 
dzi (yang ini) 

intunaadi ( apabila kamu sedang bermnada) 
Au Tudhif (atau sedang memudhofkan siapa? Kamu) 

Kalau seandainya 'alaman bil gholabah ini mau dimudhofkan, atau sedang dijadikan sebagai munada. Maka AL nya itu wajib di buang. 


وحذف ال ذي ان تناد او تضف  -- اوجب و في غيرهما قد تنحذف 
wa hadzfa al (dan pembuangan AL)
dzi (yang ini)
intunaadi ( apabila kamu sedang bermunada) 
Au Tudhif (atau sedang memudhofkan siapa? Kamu)

aujib (maka mewajibkanlah)
wa fi ghoirihima (dan pada selain keduanya)
keduanya, munada dan mudhof
adalah
qod tanhadzif (terkadang terbuang, apa? AL)


misalnya
Al Madinah
Yaa madinatu - yang asalnya Al Madinah
atau dimudhofkan
hadzihi madinatur rosul
(al nya dibuang)

Al yang ditambahkan yang pada akhirnya menjadi alaman bil gholabah itu, ketika dimudhofkan, ketika kemudian dimunada kan, dijadikan munada, itu menjadi dibuang. Itu maksud dari...

وحذف ال ذي ان تناد او تضف  -- اوجب و في غيرهما قد تنحذف 



Sekarang saya akan membuat skema, karena ini penting untuk diskemakan. Bahwa, fungsi Al itu memungkinkan dianggap sebagai Al Ta'rif. Memungkinkan sebagai huruf ziyadah. Memungkinkan sebagai huruf yang lamhi maa qod kaana 'anhu nuqila. Memungkinkan disebut sebagai al yang bil gholabah.

Sekarang ketika Al itu fungsinya untuk mema'rifatkan, Maka faidahnya ada tiga, kadang2 itu untuk
  • lil 'ahdi
  • lil istighroqil jinsi
  • li ta'rifil haqiqoh

yang lil 'ahdiyah itu ada tiga macam
  • ada li 'ahdidz dzikri (dia makrifat, karena dia sudah disebutkan)
  • ada li 'ahdidz dzihni (dia makrifat, karena dalam pandangan fikiran kita, persepsi kita tidak ada yang lain kecuali itu)
  • ada li 'ahdil hudhuri (dia makrifat, karena bersamaan dengan barangnya)

li 'ahdidz dzikri

جاء رجل و الرجل ماهر

Ketika kita menumakan ada al yang masuk pada sebuah isim, dimana sebelumnya disebutkan dalam bentuk nakiroh. Maka Al disini itu disebut Al Ahdiyah, tapi li 'ahdidz dzikri. Dia makrifat, lebih disebabkan karena sudah disebutkan sebelumnya, dengan menggunakan bentuk nakiroh. Inilah yang disebut dengan al 'ahdiyah li 'ahdidz dzikri.


li 'ahdidz dzinhi
Kalau seandainya seseorang itu sedang menunggu seorang ustadz, ustadz itu misalnya jadwalnya adalah hari rabu, jam sekian. Mahasiswa sedang menunggu beliau. ketika kemudian ada orang yang menginformasikan 

جاء الاستاذ

Maka mahasiswa yang menunggu itu semuanya persepsinya, pasti mengarah pada ustadz yang punya jadwal pada waktu itu. yang bernama si ini dan seterusnya, persepsinya itu pasti sama. Itulah yang disebut sebagai al 'ahdiyah li 'ahdidz dzihni. Dalam persepsi seseorang, itu pasti akan ada kesamaan, karena apa? itu sama semuanya. Persepsinya sama. 

Kalau saya mengatakan

قال النبي صلى الله عليه و سلم

Al yang ada disitu, yang ada dalam otak kita, itu pasti Kanjeng Nabi Muhammad Shollallohu 'alaihi wa sallam. Jadi Al pada lafadz An Nabiyu adalah 'ahdiyah li 'ahdidz dzihni. Tertanam di dalam persepsi kita, bahwa yang dimaksud an nabi disitu, adalah Nabi Muhammad Saw. Itu li 'ahdidz dzihni. Dia jelas, karena sudah tertanam di dalam otak kita. 

li 'ahdil hudhuri
Kalau li 'ahdil hudhuri bagaimana? itu makrifat, karena dia bersamaan dengan dengan bendanya. 

هذا القلم

Jadi itu semacam itu, untuk membedakan apakah 'ahdiyah itu apa 
li 'ahdidz dzikri, berarti sebelumnya disebutkan di dalam bentuk nakiroh, dan diulang lagi di dalam bentuk isim makrifat. Berarti isim makrifat itu adalah isim nakiroh yang disebut sebelumnya itu. 
li 'ahdidz dzihni, dia makrifat karena sudah ada di dalam persepsi otak kita, bahwa yang dimaksud itu adalah ini. 
atau li 'ahdil hudhuri, dia makrifat karena lebih disebabkan karena bersamaan dengan bendanya. 


Istighroqul Jinsi
Ada juga AL Ta'rif yang berfungsi untuk istighroqul jinsi. Kapan sebuah Al Ta'rif itu disebut dengan istighroqul jinsi? apabila posisi al itu memungkinkan digantikan oleh lafadz kullun. Sebuah al itu, disebut memiliki istighroqul jinsi, apabila memang fungsinya itu adalah atau posisinya itu memungkinkan digantikan oleh lafadz kullun

Inilah alasan kenapa kok kemudian lafadz Alhamdulillahi, itu secara arti pasti diartikan dengan Segala Puji. Darimana kata2 segala ini? kata2 segala ini diambil dari AL, Kenapa Al yang ada pada lafadz Alhamdu? AL nya disini disebut sebagai AL yang ta'rif, tapi fungsinya untuk istighroqul jinsi. Bukti bahwa ini adalah istighroqul jinsi darimana? Posisi AL disini, memungkinkan digantikan oleh lafadz kullun. Alhamdu, itu sama dengan kullul hamdi. Segala puji, setiap pujian, itu adalah milik Alloh. Inilah alasan, kita sebagai manusia kok kemudian tidak dipuji, itu jangan marah, karena apa? memang pujian itu milik Alloh. Alhamdu, Al yang ada pada lafadz Alhamdu itu adalah ta'rif, faidahnya adalah istighroqul jinsi. Kok tahu kalau itu faidahnya memiliki istighroqul jinsi? Lebih disebabkan kalau seandainya AL yang ada disitu digantikan oleh lafadz kullun, itu memungkinkan. 

Contoh, ini bisa kita terjemahkan, walaupun tidak ada kullunya

و خلق الانسان ضعيفا

Ini benar, apabila diterjemahkan setiap manusia. Atau semua manusia diciptakan dalam keadaan lemah. Kata2 wa khuliqol insanu dhoi'fa, benar apabila kita terjemahkan dengan setiap atau semua manusia. itu diciptakan dalam kondisi lemah. Kenapa kok kemudian diterjemahkan setiap itu benar? diberi kata2 semua itu benar? Diterjemahkan seperti itu kok benar? padahal disini tidak ada kullunya? Karena memang realitasnya tidak ada manusia, yang diciptakan misalnya kuat. Dilahirkan, itu mesti tidak ngerti apa2, tidak bisa apa2, dia ngurusi dirinya sendiri tidak mampu, dan seterusnya. Oleh sebab itu, AL yang terdapat pada lafadz al insan itu memungkinkan digantikan dengan lafadz kullun, diposisikan digantikan dengan lafadz kullun, dan karena demikian, al yang ada disini adalah istighroqul jinsi. Jadi untuk menentukan bahwa AL itu sedang istighroqul jinsi atau tidak, itu tergantung, apakah kemudian AL itu memungkinkan digantikan oleh lafadz kullun atau tidak? Bagaimana caranya? ya diuji cobakan. 

Misalnya begini, 

الرجال قومون على النساء

Apakah bener ya? setiap laki2 itu menjadi qowamun, menjadi sokok guru, menjadi pemimpin, menjadi penopang pada wanita. Kalau seandainya analisis kita, data2 faktual menunjukkan itu, ya gak masalah, ar rijalu itu kullurrijali...

Tapi ada ustadz realitasnya, justru laki2 sekarang banyak kehidupanya misalnya itu justru ditopang oleh istrinya. Yang menjadi tulang punggung itu adalah istrinya. Dalam konteks ini, AL ta'rif ini ada juga namanya


Ta'riful haqiqoh
Kalau dalam istilah durusul 'arobiyah ini bayanil haqiqoh. Menjelaskan hakikat yang sebenarnya. Jadi ngomong fungsi, hakikat laki2 itu terletak pada fungsinya sebagai qowamun. AL yang ada disini akhirnya li ta'rifil haqiqoh. Hakikat laki2 itu terletak sebagai qowamun, apakah laki2 itu berfungsi sebagai qowamun atau tidak? Nah ini kemudian lebih cocok disebut dengan ta'riful haqiqoh. 


الرجال قومون على النساء

Memang kondisi di lapangan seperti itu, kita disebut laki2 kalau seandainya kita mampu menafkahi anak istri kita. Bukan lebih disebabkan karena jenis kelamin kita. Kalau seandainya justru yang pontang panting itu adalah istri, suaminya misalnya sama sekali tidak bertanggung jawab misalnya, Apakah kemudian memungkinkan disebut juga dengan ar rijalu qowamuna .... itu tentang AL

Kalau seandainya AL pada ar rijalu itu memiliki fungsi istighroqul jinsi, maka semua laki2 itu memiliki qowamun alan nisa. Tapi ketika kita geser AL nya kita anggap memiliki fungsi sebagai bayanil haqiqoh, atau ta'riful haqiqoh, maka pengertianya menjadi beda. Hakikat kelaki lakian, itu terletak pada apakah dia berfungsi sebagai qowamun alan nisa atau tidak. Kalau berfungsi sebagai qowamun, maka dia laki2. Kalau tidak berfungsi maka dia bukan laki2, meskipun secara jasmani, secara fisik, dia adalah laki2. Itu gara2 AL.


وقد تزاد لزما كاللات -- والان والذين ثم اللاتي


Ziyadah
Nah Ziyadah, itu ada yang lazimah ada yang ghoiru lazimah. Lazimah itu maksudnya apa? tulisanya itu tidak memungkinkan dibuang dari lafadz itu. 
  • Tulisan Al Laati itu tidak mungkin tertulis tanpa AL
  • Tulisan Al Aana tidak mungkin tertulis tanpa AL
  • Tulisan Al ladzina tidak mungkin tertulis tanpa AL
  • Tulisan Al laatii tidak mungkin tertulis tanpa AL
karena tidak mungkin2 semua itu, maka disebut sebagai ziyadah lazimah. 

ولاضطرار كبنات الأوبر -- كذا وطبت النفس يا قيس السري

(Tapi) Ada yang ziyadahnya ghoiru lazimah, seperti Aubar. Itu memungkinkan dibuang. An Nafsa, itu memungkinkan dibuang. Itu yang ghoiru lazimah, yang dalam teks kemudian disebut..

ditambahkanya AL, itu karena dhorurot syi'ir. Oleh sebab itu banatul aubar itu muncul dalam konteks syi'ir, tidak dalam konteks natsar.
Thibtan nafsa ini muncul dalam syi'ir, tidak muncul dalam konteks natsar. Itu semacam itu. 


Lamhun
Ada juga yang namanya AL itu li lamhi maa qod kaana 'anhu nuqila. Ketika ngomong Isim Alam yang pakai AL. 
  • li lamhi maa qod kaana 'anhu nuqila, 
  • yang memiliki fungsi gholabah, 

ini pasti konteksnya adalah  isim alam. Kalau yang di atas, AL bisa dalam konteks yang lain (bukan isim alam, bisa tidak). Kalau dua tema itu, pasti berkenaan dengan Isim Alam. Kalau dua yang terakhir ini, pasti masuknya pada isim alam. 

li lamhi maa qod kaana 'anhu nuqila, sebagaimana yang saya tegaskan itu. Tujuan orang tua, memberi nama Fadhol, memberi nama kita harits, memberi nama kita siapa saja. Itu ketika ada AL nya, itu kepingin menegaskan, kepingin mengingatkan tafa-ulan (harapan). 

و كان يعجبه الفأل الحسن

Sampeyan agar punya keutamaan mbesuk. Oleh sebab itu jangan lupa, namanya fadhol, Al Fadhli misalnya tapi kok dari aspek perbuatan kok tidak mencerminkan itu. Misalnya begitu. itu tidak sesuai dengan tujuan memberikan nama kepada kita. Itu lilamhi maa qod kaana 'anhu nuqila. Cuman dikatakan disini, dalam perdebatanya itu, cuma yang bisa seperti ini cuma ba'dhul a'lam. 

وبعض الأعلام عليه دخلا 

Tidak semua isim 'Alam, hanya ba'dhul a'lam. Tidak semua isim alam, kemudian memungkinkan dipakai untuk li lamhi maa qod kaana 'anhu nuqila. Sehingga tulisan seperti ini sangat teoritis. Ini sangat teoritis, ya karena apa? ya karena memang kita diberi nama apapun, itu semuanya tafa-ulan. Ketika seseorang memberikan nama tertentu, memang disesuaikan dengan tujuanya. Jadi saya ingatkan, disitu kata2nya wa ba'dhul a'lami. Sebagian isim alam adalah masuk atas ba'dhul a'lam, untuk apa itu? li lamhi maa qod kaana 'anhu nuqila. 
wa hadzfuhu (dan membungan, ini AL maksudnya)
adalah siyaani ( sama )
siyaani disini konteksnya dia tidak akan menjadikan Isim Makrifat dan Isim Nakiroh, tetep apakah ada AL nya ataukah tidak ada AL nya, tetep berhukum makrifat. Karena dia itu makrifatnya sejak awal dengan isim? Alam. Cuman beda penekanan saja. Ketika ada AL nya itu adalah li lamhi maa qod kaana 'anhu nuqila. Ketika tidak ada AL nya, maka tidak ada fungsi itu, kalau seandainya mengikuti logika ini. Mungkin itu ya, yang penting untuk kemudian direnungkan. 

Semoga bermanfaat. 

Comments