Skip to main content

Catatan Ngaji Gus Baha | Hikmah saling memaafkan | Syawalan UGM dan KAGAMA 1442H

 

Perilaku Sosial
Sebagai penghormatan saya kepada UGM juga alumninya, saya akan utarakan referensi yang valid, juga jadi perilaku. Ada aturan dalam Ilmu Hadits, jadi diantara aturanya itu sebuah riwayat itu menjadi kuat, meskipun asal usulnya riwayat yang lemah, kalau menjadi perilaku sosial. Karena perilaku sosial itu menunjukkan didikan, atau pendidikan, atau tarbiyah, atau dari leluhur sampai kita. Misalnya saling memaafkan, itu persisnya tentang hadits tentang saling memaafkan mungkin banyak yang masalah ketika teksnya ada yang sampai menyebut salaman. Bisa orang berdebat hukumnya salaman, apalagi musim sekarang. Orang saling curiga, itu gak salaman. Tapi apapun itu, perdebatan di dalam persisnya teks, jika diperkuat oleh perilaku sosial, maka hadits itu menguat, menjadi baik. 



Kembali Menghamba
Saya cerita tentang tema syawalan, sebagai amanat yang dipesankan disini. Syawalan di Indonesia itu identik dengan minta maaf. 'Id itu dari kosa kata 'audun, maknane kembali.

عادَ - يَعود 

عَوْد

Setelah kita puasa 1 bulan, kita insyaalloh berkatepe surga lagi, jadi kita tahu, dulu nabi adam itu di surga. Beberapa anaknya juga lahir di surga. Sehingga KTP kita itu sebenarnya adalah KTP surga, alamat tetap kita itu surga. Karena kita agak kacau gitu, agak bedigasan (kata orang jawa), terus status itu agak2 hilang. Semoga gak hilang betul, nah dengan romadhon itu status itu dikembalikan, makanya banyak ulama mengatakan, 

العيد من العود

al 'id minal 'audi, 

kita kembali dari yang dulu kita penduduk surga, dan dengan ibadah romadhon yang diterima, itu menjadi status penduduk surga lagi. Disebut minal a'idin, kita kembali ke fitroh, kembali lagi ke status kehambaan yang benar, sehingga kita layak menjadi ahli surga. 



Menghamba
Saya mulai dari kehambaan, memang untuk menjadi status surga itu, kita tidak boleh menandingi Tuhan, menandingi Kekuasaan Alloh. Sehingga syarat kita masuk surga itu harus Abdulloh, kita bertatus hambanya Alloh. Disebut fadkhuli fi 'ibadi. Masuklah dulu sebagai hambaku, jadi kita bertatus sebagai hambanya. Baru setelah layak menjadi hambanya baru wadkhuli...jannati. Baru berstatus layak menjadi ahli surga. 

Jadi status kehambaan ini, kita mantapkan dulu. Jangan ada status lain, kita di depan Alloh, kecuali status kehambaan. Saya punya analogi, dan itu saya ulang2, karena diantara ciri quran itu, mengulang2 sesuatu yang harus menjadi pegangan. Saya ulang lagi, diantara ciri quran itu, mengulang-ulang yang menjadi pegangan. Jika kita belajar ilmu fisika atau ilmu apa saja, maka kita akan bicara materi sesuai statusnya. Jadi kita harus latihan untuk Iman kepada Alloh.

Saya tanpa mengurangi rasa hormat, saya memberi contoh begini, ini jam, materinya dari besi. Ini selembar kertas, materinya ya kertas. Tentu secara fisik orang akan bilang jam itu akan lebih kuat daripada kertas. Dan itu pasti dibenarkan, dari segi materi. Tapi kalau anda beragama, anda tahu bahwa Pengendali Alam ini adalah Alloh Subhanahu wa ta'ala. 

maka kamu akan bilang, terserah gus baha. Bisa saja, jam ini saya punya niat, akan saya hancurkan. Kertas yang lemah ini saya simpan. Sehingga jam ini, lima menit lagi saya hancurkan, sehingga bener2 rusak. Sementara kertas ini saya simpan, sampai bertahun2 awet. 



Pengendali
Nah kira2 seperti itulah ilmu manusia, sesuatu yang kita sangka kuat, ternyata Alloh punya rencana menghancurkan itu, dan yang kita sangka lemah, ternyata Alloh punya rencana untuk mengabadikan itu. Nah disini pentingnya iman 


لَهُۥ مَقَالِیدُ ٱلسَّمَـٰوَ ٰ⁠تِ وَٱلۡأَرۡضِۖ یَبۡسُطُ ٱلرِّزۡقَ لِمَن یَشَاۤءُ وَیَقۡدِرُۚ إِنَّهُۥ بِكُلِّ شَیۡءٍ عَلِیمࣱ

Lahu maqolidus samaawati wal ardho.... 

Surat Asy Syuro:42


Dialah Alloh yang Mengendalikan semua. Jadi jangan mentang2 kita punya ilmu, bahwa materi besi ini lebih kuat ketimbang kertas, terus kita pastikan bahwa besi lebih kuat daripada kertas. Kita sisakan satu keyakinan, terserah Alloh, terserah Pengendalinya. Nah itu agama, bilang terserah Pengendalinya itu Agama. Ya mungkin tadi ada problem signal, saya ulangi lagi. 

Ibarat, saya ini megang jam, jam tangan, yang materinya dari besi. Ini kertas, yang materinya lemah. Tentu kita akan bilang bahwa, jam atau besi, lebih kuat ketimbang apa? kertas. Tapi anda akhirnya salah, anda harusnya ngomong bahwa terserah pengendalinya. Bisa saja saya menghancurkan besi ini, sehingga 5 menit lagi hancur. Dan saya ingin mengabadikan kertas ini, saya simpan di tempat yang aman. Nah kira2 agama itu, itu. Agama itu bukan anti ilmu, sehingga dalam agama ini boleh kamu mengatakan besi ini lebih kuat ketimbang kertas, tapi harus kamu tambahi, dari segi materi. Tapi kalau dari segi Pengendalinya, maka kita jawab terserah Alloh Subhanahu wata'ala. Lah disini pentingnya beragama. 

Jadi mars kayak apa kuatnya, bumi gunung kayak apa kuatnya, ternyata gunung yang kita kuat, nyimpang yang namanya magma, menyimpan potensi meledak. Yang gunung kecil, yang kelihatan dari Pasir kecil, yang tidak yang tidak berdaya, ternyata gak nyimpan magma, jadi gak direncanakan untuk diledakkan. Nah Agama itu seperti itu, yang disebut di Surat Yasin, misalnya Alloh itu siapa? 

فَسُبۡحَـٰنَ ٱلَّذِی بِیَدِهِۦ مَلَكُوتُ كُلِّ شَیۡءࣲ وَإِلَیۡهِ تُرۡجَعُونَ

Biyadihi malakutu kulli syai-in wa ilaihi turja'un. 

Surat Yasin 83


Yang dalam kendaliNya, semua yang ada di alam raya ini. Sehingga di kehidupan nyata juga sama, ada orang yang nekuni ilmu ekonomi, tapi miskinya MasyaAlloh. Ada yang gobloknya masyaalloh tapi kaya. Ada Kyai yang punya doa banyak, hidupnya biasa. Ada yang gak punya doa, Kaya. Itu saya pernah baca di sebuah hadits Qudsi, ada riwayat begini. Nabi Musa ketemu Alloh, ditanya


Rizqi
Li maadza, Kata Alloh, kenapa Saya memberi rizqi orang yang bodoh. Ahmaq itu orang yang bodoh sekali. Tak ciptakan dia jadi orang kaya. Dan yang pinter Ekonomi, tak ciptakaan dari Orang Miskin. Si Nabi itu tanya, kenapa yaa Alloh?  supaya dia tahu, yang mengendalikan rizqi itu saya, bukan ilmunya dia. Jadi banyak orang, misalnya kita yang pinter, dipekerjakan orang yang gak pinter. Jadi kira2 agama itu seperti itu. Sehingga dalam kita beragama itu yang paling ditekankan itu tawadhu. Tawadhu itu, merasa sopan, atau memang sopan betul. Kalau dalam Ihya disebut sekiranya anda tidak bisa tawadhu secara rasa, tawadhu lah secara ilmu. Karena ilmu itu akan abadi. 



Tawadhu secara Ilmu
Saya beri contoh begini, saya ini misalnya Kyai di kampung saya, atau di kecamatan saya. Saya mungkin bisa merasa hebat, karena saya tokoh disitu. Tapi pastikan sebelum ada saya, yang bernama Baha ini, agama sudah jalan. Dan di daerah lain yang gak kenal saya, agama juga sudah jalan. Betapa gak pentingya saya di kawasan2 yang gak butuh saya. Atau di daerah yang sebelum ada saya. Dengan ilmu seperti itu orang pasti tawadhu, karena dia tahu, daerah yang gak ada saya, ternyata ada masjid, ada agama. Periode yang sebelum ada saya, juga agama jalan. Sehingga kita gak kumoluhur, wah kalau gak ada saya agama gak jalan. Jaman walisongo gak ada saya, agama ya jalan. 


Ekonomi juga gitu, kalau anda pakar Ekonomi yang menyejahterakan rakyat, tawadhu itu kalau gak bisa dengan rasa, dengan ilmu. Jaman gak ada kamu, banyak orang kaya. Jaman orang banyak gak kenal kamu, juga kaya. Banyak periode yang tidak ada anda itu juga kaya. Jadi anda ini gak siapa2. 

Makanya saya pernah didatangi seorang Professor, ini kisah nyata. Gus, sebenarnya saya dengan bapak saya pinter mana? bapak saya gak tamat SD, tapi saya bisa jadi Professor, Saya ini professor, anak saya ini bisa naik kelas saja, senengnya bukan main. Artinya ini orang bodo bisa menciptakan orang pinter, yang orang pinter kesulitan menciptakan orang pinter lagi? Nah kalau kita gak bisa tawadhu secara rasa, tawadhu lah secara ilmu. Ikhlas juga gitu, saya sering ngajarkan ikhlas di beberapa kesempatan ngaji. Kalau anda gak bisa ikhlas secara rasa, ikhlaslah secara ilmu, pasti bisa, bukan mungkin bisa.. tapi pasti bisa. Secara ilmu, makanya di Quran disebutkan 

.. فَٱعۡلَمۡ أَنَّهُۥ لَاۤ إِلَـٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لِذَنۢبِكَ وَلِلۡمُؤۡمِنِینَ وَٱلۡمُؤۡمِنَـٰتِۗ

Fa'lam annahu laa ilaaha illalloh

Surat Muhammad 19

Fa'lam itu dari kata ilmu


Analogi Kertas Putih
Saya beri contoh, saya dari kecil sampai mulai sekarang, saya sekarang sekitar umur 50 tahun, mulai kecil sampai sekarang ya bilang kalau kertas ini putih. Itu ya gak ada yang gaji, ya gak ada yang bayar, tapi saya selalu bilang kertas ini putih. Yang hitam ya saya katakan hitam, yang merah ya saya katakan merah. Kenapa? karena itu fakta, saya ulang lagi, karena itu fakta. Sehingga saya untuk mengatakan putih gak perlu ada yang bayar. Sehingga ketika kita latihan sholat, latihan ibadah dan mengakui Alloh sebagai Tuhan kita, kita akan malu, loh faktanya Alloh itu kan Tuhan, loh mengatakan fakta kok minta upah ini gimana? Kita mengatakan Alloh itu Tuhan itu sama dengan mengatakan kertas ini putih, sama2 itu fakta. Sama seperti saya juga saya mengatakan Pak Jokowi itu Presiden kami, itu kan fakta. Masak nunggu, kalau dikasih BLT ya saya katakan Presiden, kalau gak ya gak. Kan ribet jadinya? 

Misalnya Pak Panut Rektor UGM, mbok saya gak digaji disana, gak kerja disana ya bilang kalau beliau itu Rektor UGM. Pak Ganjar Gubernur Jawa Tengah, mbok saya dikenal apa gak, beliau tetep Gubernur. Lama sekali, kita mengatakan fakta itu ikhlas. Ikhlas itu artinya gak minta apa2. Karena kita ingin ngomong sesuai fakta. Nah Alloh Tuhan itu fakta, nah kenapa untuk mengatakan Alloh Tuhan nunggu.... 
Baha, saya ini Tuhan kamu, Ya nunggu dulu Gusti, kalau engkau masukkan kami ke Surga, Engkau Tuhan. Kalau gak ya gak jadi, ya gak bisa seperti itu, Alloh ya tetep Tuhan. 



Ikhlas Secara Ilmu
Nah kalau anda gak bisa ikhlas secara rasa, ikhlaslah secara ilmu. Ilmu ya tadi, kita akan selalu bilang yang putih itu putih, yang hitam itu hitam. Makanya ini pentingnya ilmu, tawadhu juga gitu, kalau anda ditakdir orang yang Ge-R yang gede rumongso, ditakdir orang yang kumoluhur secara rasa, bisa dilawan secara ilmu. Ada periode diaman sebelum kita yang kaya juga banyak, yang dapat hidayah juga banyak, yang terpelajar ya banyak. 

Ada daerah yang gak kenal kita, ternyata sistem pendidikan disitu Jalan, ya sistem sosial baik. Betapa gak pentingnya kita. Ini nanti memaksa kita, atau melatih kita untuk Tawadhu. Nah dari hikmah ilmu itu, kemudian kita minta maaf sama orang lain itu mudah. Karena kita sadar bahwa adanya kita ini problem. Saya sering digojlok orang2 kaya, orang kaya itu ya kadang agak kurang ajar tapi gak bisa dibantah. Pernah tanya saya gini, gus... saya ini punya mobil mahal, harganya 2 Milyar, kayaknya yang berhak pakai jalan, saya. Kok bisa? bayarnya pajak saya mahal. Sehingga kayaknya paling pantes saya. Yang naik onthel itu kan gak bayar pajak. Harusnya gak boleh pakai jalan. Terus saya bilang, mbah2nya yang naik onthel itu pejuang, bapak kamu gak, kamu gak warisnya maksudnya gitu. 



Teori Kebaikan dalam Kitab Hikam
Artinya teori dalam kitab hikam, kitab hikam itu kitab tasawuf dalam pesantren. Itu kebaikan saja disoal. Misalnya kita gini, kita ini bangga sebagai urip yang tertib, tertib di kantor, di tempat2 pekerjaan. Coba kalau itu terjadi, kalau ada kecelakaan itu gak ada yang nolong langsung. 

SAR paling efektif, penolong paling efektif ya orang2 nganggur itu. Orang2 yang dijalan2 kalau ada kecelakaan langsung nolong. Itu Nanti ambulan2 itu yang kedua ketiga, yang nolong pertama ya orang yang nganggur2 di jalan. Makanya ketika seorang sahabat tanya, Ya Rosululloh, kalau engkau melarang kita jagongan di jalan, ya kita gak bisa. Ya silahkan saja, 


وذات يوم قال النبي صلى الله عليه وسلم لأصحابه

إياكم والجلوس على الطرقات فقالوا: ما لنا بد، 

إنما هي مجالسنا نتحدث فيها


فقال لهم صلى الله عليه وسلم: 

فإذا أبيتم إلا المجالس

فأعطوا الطريق حقه

 . . قالوا: وما حق الطريق؟ 


قال صلى الله عليه وسلم

غض البصر 

وكف الأذى 

ورد السلام 

وأمر بالمعروف ونهي عن المنكر 


tapi hak kamu dijalan itu datangkan, apa itu? ya kamu bisa amar ma'ruf nahi munkar. Coba kalau di terminal2 itu ditempat publik banyak orang yang sholeh, itu copet ya sungkan, yang mau njambret ya sungkan. Karena disitu ada orang2 sholeh. Nanti yang gak sholeh juga sungkan, karena disitu banyak yang sholeh. 



Manusia itu orang yang saat baik saja ada salahnya
Jadi kenyamanan orang2 pergi jauh, di tempat2 sepi itu ya barokahnya orang2 nganggur itu. Wah ning kono masih rame, ada orang dipertigaan di perempatan.
Bayangkan kalau ini adalah orang2 sholeh, pasti itu nyaman. Karena wilayah publik, dihuni orang2 yang? sholeh. Tapi orang pasti bilang, itu gak tertib. Kita inginya hidup ya dikantor, atau ada yang suka di masjid, di masjid. Tapi kalau itu terjadi, itu gak ada tim SAR gratis, kalau ada orang kecelakaan, nolong. Makanya dalam makalah hikam itu paling masyhur, diantaranya itu. Manusia itu siapa? 
manusia itu 


إلهي 

من كانت محاسنه مساوي 

فكيف لا تكون مساويه مساوي

man kaanats mahasinuhu masaawiya. Fa kaifa laa takunu masaawihi masawiya

Manusia itu orang yang saat baik saja ada salahnya, apalagi? pas salah. Jadi kalau kamu punya toko, lagi laris, dan saat laris itu anda ngrumat keluarga anda, anda melakukan kebaikan kepada keluarga anda. Pasti ada toko lain yang termahdzufkan, yang tersingkirkan. Makanya saya pernah diskusi sama kyai besar, guyonan sama saya. Kita2 sebagai kyai besar, kalau diundang di mushola kecil datang apa gak? 

Kata kyai yang satu, jangan datang gus, itu jatahnya kyai kecil. 

Terus kata kyai yang satu, datang gus, sebagai bukti tawadhu, bahwa kita Kyai besar pun mau diundang yang? kecil. 

Akhirnya kita ini, ya kadang datang, kadang nggak. Jadi kita gak datang, supaya jatah kyai kecil gak terambil. Kadang ya mau datang, supaya dikira tawadhu. Makanya kalau seorang professor sering turun, kan nanti yang S1, S2 kan gak jadi bintang kalau professornya sering turun. Kalah terus. Jadi kadang2 orang itu harus berfikir secara ilmu, jangan rasa terus. 


Mengevaluasi Kebaikan
Jadi semua kebaikan yang kita lakukan, itu secara ilmiah bisa diperdebatkan. Ada orang seneng ngomong serius, supaya bangsa ini maju. Tapi bapak saya itu kalau pesen saya, kamu itu kalau ngiyayi itu jangan sering ngomong serius, masyarakat itu sudah capek, mikir utang, mikir keluarga, lah itu nanti sowan kyai dijak ngomong serius lagi. Nanti capek. 

Sehingga kyai2 dulu itu kalau ketemu orang nggih guyon terus. Karena tahu masyarakat itu sudah capek, sudah banyak yang takut tanggal kredit. Takut tanggal kredit, takut problem, sowan kyai diancam neraka lagi.  Itu kan ketakutan berkali-kali. Jadi makanya ini kan, kebaikan itu dievaluasi, karena kita kan gak Nabi, gak Wali, jadi kalau kata hikam itu apa yang anda kira baik, itu ada masalah. Apalagi sedang? masalah. 


Saya sering cerita, ada orang suami istri harmonis, harmonis sekali. Itu tanyakan ibuknya, pasti mulai gak peduli dengan ibuknya, karena  terlalu harmonis dengan istrinya. Wo itu pasti, bukan mungkin lagi. Jadi jangan tanya istrinya, tanya ibuknya, woh jok nikah lupa saya, ngalor ngidul sama istrinya. Tanyakan temanya wo itu jok nikah lupa temen. 

Tapi yang baik sama temen, tanyakan istrinya, jatah belanja untuk ngopi. Ya begitu terus, jadi siklus sosial itu... nah disini pentingnya saling minta maaf, karena dalam kebaikan kita, pasti ada kesalahan. Ketika karir kita baik di kantor atau di kampus, pasti dengan sendirinya ada yang tersingkirkan.  Meskipun itu sudah hukum alam, tetapi apapun itu kita harus minta maaf. 



Kisah Nabi yang seangkatan
Makanya banyak... saya sering cerita berkali kali, (kisah) dulu itu ada dua nabi yang seangkatan. Itu luar biasa, debat ilmiahnya, tapi debat baik. Mulai dulu ya ada, polemik itu mulai dulu ya ada, mulai dulu juga ada. Yang Nabi Yahya itu suka berkawan orang2 sholeh, kalau ditanya kenapa kamu suka berkawan orang2 sholeh, ya enaklah, karena berkawan orang sholeh.  Yang Nabi Isa sering berkawan orang2 yang gak jelas, ditanya, kenapa anda sering berkawan orang2 yang gak jelas? 


إنما أنا طبيب أداوي المرضى

innamaa ana thobibun udaawil mardho

Nabi dan kyai itu ibarat dokter, ya tentu nyembuhkan yang sakit saja. Kalau anda seorang dokter, pasti neliti daerah2 pandemi, masak neliti daerah sehat (saja)? Jadi dulu bapak wasiat kesaya ya gitu. Kowe nak dadi kyai itu kayak bengkel. Jadi kyai itu gak siap ndandani oran gak jelas, ya jangan jadi kyai. Itu ya... masalahnya kita sendiri sholehnya pas pasan. Takut terkontaminasi, jadi yang jelek bukan jadi baik, kita yang baik jadi jelek. 

Nah itu kan mulai dulu juga polemik, sejauh mana kita tidak terpengaruh yang negatif. (harusnya) yang negatif terpengaruh kita menjadi positif.  



Dalam kebaikan kita ada kesalahan
Jadi ini  cerita2 syawalan, bahwa dalam kebaikan kita itu ada kesalahan. Maka kita tetep istighfar, tetep saling minta maaf. Dulu bapak saya, kalau dicritani ada seorang kyai sampai sepuh jadi imam masjid, istiqomah sekali, dulu bapak saya itu ngguyu,  yo istiqomah istiqomah, tapi wong liyo terus raiso dadi kader. Calon2 kyai itu sudah putus asa, karena tidak pernah punya kesempatan jadi imam. Jadi dibalik istiqomah itu juga ada memahjubkan orang lain. 

Makanya alhamdulillah di Indonesia ada pegawai pensiun, kalau gak habis, karena yang anyar2 mesti ini kurang pengalaman, ini kurang senior, nah barokahnya ada pensiun kan gantian. Masalahnya di dunia kyai gak ada pensiun. Tambah sepuh tambah mantap, tambah sepuh tambah? nah itu sebaiknya mulai mundur2 sedikit, jadi imam masjid. Ya.. nyari2 yang lain, supaya ada kaderisasi. Jadi intinya itu, dibalik kebaikan yang kita lakukan pun ada masalah. Sehingga kita butuh istighfar. 


Ini pentingnya dawuhnya para wali2, 


wa istighfarunaa yahtaju ilal istighfar


Ketika kita minta maaf, minta maaf sendiri itu butuh minta maaf lagi, minta maaf lagi itu butuh minta maaf lagi. 

Misalnya saya dengan mas hilmi ini akrab, pernah pakai uangnya misalnya. Itu kita bayar itu malah tersinggung, kayak orang lain saja mbayar. Minta maaf juga gitu, kayak kamu punya temen akrab, terus kamu minta maaf resmi, itu tersinggung. koyok wong liyo wae njaluk sepuro. Jadi kadang njaluk sepuro itu malah masalah. Itu kan sama itu kalau kamu punya temen akrab, terus mau main, Assalamu'alaikum, saget masuk nopo mboten? angsal mboten, boleh gak? main. Itu temen kamu pasti tersinggung. Kok kayak orang lain saja.  Artinya ketika anda merasa benar, karena protokoler ketika masuk ke rumah temen. Ternyata itu salah, temen kamu maunya gak protokoler, karena sudah akrab. Tapi ketika kita merasa akrab, ternyata slonang slonong dianggap problem, kita gak pernah tahu. Lah disini kata ulama2, minta ampun itu kebutuhan manusia. Karena dalam kebaikan kita, pasti ada salah. Makanya disebut 


wastighfarunaa yahtaju ilal istighfar.

Kita selalu diajari, robbanaa dzolamnaa anfusanaa. Ya Alloh, kita ini selalu mendzolimi diri kita sendiri. Jadi saat baik pun, ada unsur kesalahan. Yaitu tadi, kalau anda jadi orang, pasti ada yang termahjubkan. Kalau anda kyai besar atau profesor atau pejabat, turun kebawah, ya kalau gubernur turun terus, ya bupati gak jadi bintang. Kalau saya Kyai besar turun terus ya kyai2 kampung itu ya kasihan. Wong saya pernah diundang manaqiban itu malah bilang maturnuwun gus gak teko, atuk o iwak e gak entuk saya. Nah itu lucu, ya maturnuwun betul, matur nuwun gus, njenengan gak dugi. Akhirnya jatah besarnya untuk saya. Nah tapi yang punya rumah komplain, gus tak undang ratau teko, pehne aku wong cilik. Aduh... nah ini saya harus mendahulukan shohibul bait, yang punya rumah? apa si kyai yang? termahjubkan? Artinya apa pun pilihan saya, itu saya harus istighfar, karena ada saja unsur salahnya. Ya makanya ini, saya minta UGM jangan ngundang saya terus, nanti dikira karena kampus besar, gus baha mau. Lah kliru lagi. Kalau satu dua kali, mungkin boleh. Kalau keseringen ya gak boleh. Dikiranya hanya karena kampus besar, padahal saya sama RT juga sering datang juga. 




---

Nagih Hutang
Nah ini yang terakhir saya bacakan teks otoritatif, sebagaimana janji saya, Kata Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa sallam di sebuah hadits. Ini terakhir nanti, supaya gak lama2, saya juga punya wadzifah. Ada orang itu punya hutang. Hutang itu ya hutang memang hutang. Sehingga ada cerita orang itu gak bisa bayar, sampai akhirat. Dan aturanya Alloh, orang yang gak bisa bayar utang ini harus diaudit, harus diselesaikan di akhirat. Kalau gak bisa diselesaikan di dunia, diselesaikan di akhirat. Walhasil akhirnya di akhirat itu ditagih, ditagih dan gak mampu bayar. Karena di akhirat itu gak ada kredit, gak ada ATM gak ada apa saja. Terus kata Alloh, solusinya kebaikan kamu dikasihkan yang ngutangi. Terus ternyata kebaikanya gak cukup juga, terus bayarnya apa? bayarnya kejelekan yang ngutangin, dikasihkan yang utang. Kayak apa celakanya? kebetulan yang ngutangi salahnya banyak, itu kan? repot. 

Tapi Alloh itu gak suka, kalau ada orang mukmin yang satu saudara, kemudian masuk neraka karena saudaranya ini. Kata Alloh, jika ini masuk neraka berarti disebabkan komplain, ketidakikhlasan temanya yang mukmin. Masak seorang mukmin menyebabkan mukmin yang lain masuk? neraka, Alloh gak ingin. Makanya diantara nikmanya beragama itu ukhuwah, persaudaraan. Baik persaudaraan, atas nama iman atau atas nama kebangsaan, atau atas nama kemanusiaan. Akhirnya si yang ngutangin ini tadi, jangan dibahasakan kreditur, nanti kayak bang. Pokoknya yang ngutangin. Ya bahasa agama, yang ngutangin. Karena gak semua orang ngutangnya sama? bank. Nanti saya bacakan teks arabnya, supaya dapat berkahnya bahasa arab. Terus sama Alloh ditunjukkan satu surga yang luar biasa. Nanti tak bacakan teks arabnya ya, supaya dapat berkahnya bahasa arab. Terus saking mewahnya surga itu, terus yang ngutangin tanya. Ya Alloh? itu untuk nabi siapa? karena semewah itu pasti untuk kelas Nabi. Atau untuk wali siapa? 



Membeli Surga dengan memaafkan

Kata Alloh, untuk siapa pun yang mampu membeli. Lalu siapa? yang mampu membeli surga semewah itu? kamu bisa. Dengan apa? kamu mengampuni temanmu itu, kamu bebaskan dari utangnya. Nanti tak kasih Surga itu. Iya ya Alloh saya bebaskan, yasudah kamu berdua masuk surga. Karena Alloh gak ingin ada kasus aneh. Dua orang mukmin ini kan bersaudara, masak bersaudara yang satu menjadi penyebab masuknya neraka, karena ini gak mau memaafkan. Artinya kalau syawalan itu kita harus memaafkan, artinya kalau tidak anda menjadi penyebab, teman kamu masuk neraka. Jadi kita janganlah kita menjadi seorang mukmin yang menjadi problem bagi saudara kita. Jadi makanya saya itu berharap, ada wali utang saya terus gak bisa bayar. Karena ini dibela belain Alloh ini. Karena Alloh gak rela kalau ada walinya masuk neraka. 

Jadi kalau ada wali utang kamu, utangin saja doain gak bisa nyaur, gak bisa bayar. Nanti ini akan dibela belain Alloh di akhirat. Karena wali gak pantes masuk? neraka. Jadi kalau ada wali utang kamu, sudah gak usah bayar. Nanti di akhirat saja. Nah yang ribet kalau yang utang kamu itu ahli neraka, kamu disuruh masuk neraka. Nah itu ribet, sudah utang dia masuk neraka. Ya tak baca teksnya supaya dapat berkahnya. Ini ada di kitab ihya, halaman 197, juz dua. Status haditsnya, waqola shohihul isnad, kata imam hakim, hadits ini shohihul isnad. Saya baca arabnya, nanti insyaalloh, sebagian, supaya kelihatan teks aslinya. di bab Huququl Muslim. 



بَيْنَما رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  جَالِسٌ إِذْ رَأَيْتُهُ ضَحِكَ حَتَّى بَدَتْ ثَنَايَاهُ 

Nabi ketika santai2 duduk, tahu2 tertawa sampai gigi depanya itu kelihatan. Jadi tertawa sampai gigi depanya kelihatan. Yang notabene nya beliau seringnya senyum, yang ini tertawa betul sampai gigi depanya kelihatan. 


فَقَالَ عُمَرُ رضي الله عنه : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي  مَا الذي أَضْحَكَكَ؟

Apa yang bikin engkau tertawa sampai seperti itu. 

 قَالَ :  رَجُلانِ مِنْ أُمَّتِي جَثَيَا بَيْنَ يَدَيَّ رَبِّي العزَّة  

Dua lelaki dari umatku, sama2 sungkeman, nuntut keadilan di depan Alloh. Jatsaya itu sungkem, duduk bersimpuh itu kalau dalam bahasa arab itu namanya jatsiyah. 

فَقَالَ أَحَدُهُمَا : 

يَا رَبِّ خُذْ لِي مَظْلَمَتِي مِنْ هذا 

فَقَالَ اللَّهُ تَعَالَى :رد على أَخَيكَ مَظْلَمَتَهُ

 فقال يا رب لم يبق من حسناتي شيء

فقال الله تعالى للطالب كيف تصنع بأخيك ولم يبق من حسناته شيء 

قال يا رب يتحمل عني من أوزاري

Ya Alloh kalau kebaikanya gak cukup, ya salah saya supaya dilimpahkan kedia.


ثم فاضت عينا رسول الله - صلّى الله عليه وسلم - بالبكاء 

Nabi di tengah2 cerita itu nangis, senangis nangisnya, karena habis seneng lalu nangis. Karena ini kebaikanya sudah dikasihkan habis, gak cukup. Akhirnya kejelekan yang ngutangin ini diberikan. Makanya kalau kamu ingin masuk surga, utangi orang2 sholeh sebanyak2nya. Dan doain gak suka nyaur. Tapi saya jamin, orang sholeh itu gak suka utang. Karena hidupnya sederhana. Kayaknya saya gak mungkin utang mas Hilmi, karena orang sholeh itu hidupnya sederhana, pasti gak butuh... Kalau utang mungkin ya untuk makan, kan gampang nyaurnya. 


قال إن ذلك ليوم عظيم يوم يحتاج الناس إلى أن يحمل عنهم من أوزارهم

فقال الله للطالب ارفع بصرك 

Coba kamu lihat, yang disana itu ada apa? 

فانظر في الجنان فرفع رأسه

Coba lihat surga yang disana itu ada apa?

فقال يا رب أرى مدائن من فضة مرتفعة وقصوراً من ذهب مكللة باللؤلؤ

Saya melihat surga yang begitu mewah, surga yang bertahtakan intan, semua materinya dari emas. bertahtakan intan. 

لأي نبي هذا أو لأي صديق هذا أو لأي شهيد هذا

Itu untuk nabi siapa? 


قال لمن أعطاني الثمن

Itu untuk siapa saja yang mampu beli. 

 قال يا رب ومن يملك ثمنه

Siapa yang mampu beli surga semewah itu? 

Terus kata Alloh, 

قال أنت تملكه
Kamu bisa

قال بماذا يا رب

Dengan apa? ya robbi? 

قال بعفوك عن أخيك

Cukup kamu memaafkan saudaramu. Jadi kalau memaafkan tidak pakai uang itu tidak seru. Yang seru itu punya temen punya utang 50 juta, dimaafkan. Jadi maafkan paling seru itu memaafkan apa? utang. Kalau memaafkan apa? salah misuh itu apa? enteng itu. Yang seru itu temen punya utang seratus juta, itu... (kamu maafkan) itu seru. Tapi nanti aja di akhirat, nanti saja. Nanti notanya dibawa.... 

قال بعفوك عن أخيك

bi'afwika 'an akhika. Jadi surga semewah itu maharnya, atau harganya cukup dengan memaafkan saudara kamu. 

قال يا رب إني قد عفوت عنه

Sudah, sudah, Gusti... sekarang sudah saya maafkan. 

قال الله تعالى خذ بيد أخيك فأدخله الجنة

Yasudah, sekarang kamu berdua sama2 masuk, surga. Karena ini orang sholeh, gak pantes masuk neraka. Yang punya utang ini gak pantes masuk neraka. Lha ini yang ribet kalau yang utang ahli neraka, yang ngutangi ya ahli neraka. Ngapain debat utang, lha kamu sudah ahli neraka? artinya tanpa kasus utang pun sudah jatah? neraka. Ribet... kalau ketemu orang2 jatahnya gak di surga. 

ثم قال رسول الله - صلّى الله عليه وسلم - عند ذلك 

اتقوا الله

وأصلحوا ذات بينكم 

فإن الله يصلح المؤمنين

يوم القيامة

Jadi diantara proyek besar Alloh itu menjadikan antar orang mukmin itu bersaudara dan saling memaafkan. Itu sampai akhirat, proyek itu masih dilakukan Alloh. Maka ketika di dunia, kayak syawalan ini usahakan saling memaafkan. Karena keinginan Alloh, sampai akhirat pun seorang mukmin itu saling memaafkan. Ya ini sebagai penghormatan saya kepada temen2 alumni UGM, juga semua muhibbin, juga semua yang memanfaatkan ngaji ini, bahwa kita harus berjiwa besar untuk saling memaafkan. Saya kira demikian dan mohon maaf, Assalamu'alaikum warohmatullohi wa barokatuh. 


Doa Gus Baha bisa kalian lihat disini ya temen2...




Comments