Skip to main content

Pembahasan Khobar | Metode Al Bidayah | Kh. Abdul Haris Jember

 

Kita kita membicarakan tentang Mubtada' nanti pasti pada akhirnya akan ada yang namanya khobar. Khobar itu ada yang menjadi khobarnya mubtada' ada, khobarnya kaana, khobarnya inna. Apa definisi daripada khobar itu? Khobar itu adalah mutimmul faidah, yang paling enak itu itu, definisinya yang ditawarkan oleh Alfiyah Ibnu Malik. 

Apa khobar itu? mutimmul faidah. Apa mutimmul faidah itu ? penyempurna faidah. Kapan sebuat kata itu ditentukan sebagai penyempurna faidah? ditentukan sebagai khobar, ketika sudah ditentukan ini mubtada'nya. Tugas kita selanjutnya adalah kita mencari khobar. Khobar itu standarnya adalah mutimmul faidah. Kapan kita tahu? sebuah lafadz itu berfungsi sebagai penyempurna faidah. Kita tahu sebuah lafadz itu berfungsi sebagai penyempurna faidah itu ketika?? lafadz itu kalau seandainya diberi kata iku, itu cocok. Kalau dalam bahasa Indonesia diberi kata2 adalah itu cocok. Oleh sebab itu, kita tidak bisa menentukan kalimat itu adalah khobar, kalau kita tidak ngerti artinya. Dalam konteks ini, arti (tahu artinya) itu memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan ini khobar, dan ini bukan khobar. Secara rasional penyempurna faidah itu bisa dibuktikan, sesuatu yang apabila dalam penerjemahan bahasa jawa, itu diberi kata itu, adalah , panekah, itu cocok. Ini standarnya

Saya akan masuk dulu pada pembagian khobar, biar nanti urut. Aqsamul khobar. Khobar secara umum dibagi menjadi dua, ada khobar mufrod, ada khobar ghoiru mufrod. Yang ghoiru mufrod, ada yang berupa jumlah, ada yang berupa syibhul jumlah. Yang jumlah itu ada yang fi'liyah ada yang ismiyah. Yang syibhu jumlah ada yang jarun wa majrurun ada yang dzorof. 


Ini maksudnya apa? Apa makna dari pembagian khobar di atas? yang memungkinkan untuk jadi khobar hampir semuanya. Memungkinkan jumlah fi'liyah ditentukan sebagai khobar, memungkinkan jumlah ismiyah ditentukan sebagai khobar, memungkinkan jarun wa majrurun ditentukan jadi khobar, memungkinkan dzorof ditentukan sebagai khobar. Karena demikian, semuanya, hampir semuanya memungkinkan ditentukan sebagai khobar. Standar Mutimmul faidah menjadi sangat penting. Kalau melihat aqsamnya, ternyata khobar memungkinkan dibagi dua secara umum

  • Khobar mufrod
  • Khobar ghoiru mufrod

Khobar Ghoiru Mufrod memungkinkan dibagi lagi menjadi

  • Khobar Jumlah
  • Khobar Syibhul Jumlah

Khobar Jumlah ada 

  • Fi'liyah
  • Ismiyah

Khobar Syibhul Jumlah ada
  • Jarun wa majrurun
  • Dzorof

 

 

Contoh Aplikasi
Karena demikian kata2 mutimmul faidah, dengan operasional standar

  • pakai iku,
  • pakai adalah,
  • pakai panekah,

itu menjadi sangat penting.


Saya contohkan sekarang, yang agak ekstreem. 

السنة في اصطلاح أصلي بعد بحثهم مدة طويلة ما روي

As Sunnatu fis thilahi ushuliyin, ba'da bahtsihim muddatan thowilatan maa ruwiya
Yang jelas As Sunnatu ini isim ma'rifat yang jatuh di awal jumlah, ditentukan sebagai mubtada. Tidak dibaca as sunata, tidak dibaca as sunati, tapi dibaca as sunnatu. 

As Sunnatu (utawi sunnah)
Ketika kita sudah menentukan as sunnatu itu sebagai mubtada, maka kita harus cari dimana khobarnya? Padahal di kalimat di atas ada jar majrur, ada dzorof, dan lain sebagainya.. maka? standar mutimmul faidah ini menjadi sangat penting. Bagaimana?? ya bentuk operasionalnya setiap lafadz yang apabila diberi kata2 iku dalam bahasa jawa, apabila diberi kata2 adalah atau ialah dalam bahasa Indonesia, diberi kata2  panekah dalam bahasa madura, itu kok kemudian cocok, itu kok kemudian pantes? Maka disitu ditentukan sebagai khobar. Sekarang kita coba. 

 

السنة - Mubtada (dibaca rofa')
في اصطلاح أصلي - jar majrur (memungkinkan sebagai khobar)
بعد بحثهم - dzorof (memungkinkan sebagai khobar)
مدة طويلة - dzorof (memungkinkan jadi khobar juga)

 

Khobar - Jar Majrur
Sekarang kita coba,
Sunnah adalah dalam istilah ahli ushul (gak enak, apa maksudnya? masih belum mutimmul faidah). Oke...  berarti jarun wa majrurun disini, tidak bisa ditentukan sebagai Khobar. 

Dalam kesempatan yang sama ada ini, khobar jar majrur,
الحمد لله

Segala puji, adalah milik Alloh. Adalahnya ada di lillahi, ada di jar majrur. Alhamdu (bermula segala puji) adalah lillahi ( tetep bagi Alloh). Perhatikan disini, jar majrur yang ada di lafadz Alhamdulillah memungkinkan untuk menjadi khobar, tapi jar majrur yang ada di 

السنة في اصطلاح أصلي بعد بحثهم مدة طويلة ما روي

tidak bisa ditentukan menjadi khobar, kenapa? karena dia tidak berfungsi sebagai mutimmul faidah. Perhatikan, kata2 mutimmul faidah ini menjadi kata kunci untuk menentukan khobar, kata2 mutimmul faidah tidak memungkinkan kemudian untuk bisa kita pilih, kita tentukan, kalau seandainya kita tidak mengerti murrod, kalau seandainya kita tidak mengerti terjemah, kalau seandainya kita tidak mengerti arti. Oleh sebab itu arti menjadi sangat penting untuk kemudian diperhatikan. Ini penting untuk kemudian saya tegaskan. 

Jarun wa majrurun disini (di dalam lafadz alhamdulillah), itu adalah menjadi khobar. Tapi tidak bisa menjadi khobar di lafadz

السنة في اصطلاح أصلي بعد بحثهم مدة طويلة ما روي

Kenapa? karena di dalam lafadz Alhamdulillah itu jar majrurnya berfungsi sebagai mutimmul faidah, sedangkan di lafadz di atas tidak bisa berfungsi sebagai mutimmul faidah. Karena demikian, maka fii isthilaahi ushuliyin tidak memungkinkan ditentukan sebagai khobar.    


Sunnah adalah dalam istilah ahli ushul
Itu tidak bisa difahami, kalimat seperti itu. 



Khobar - Dzorof
Nah sekarang kita teruskan,

Sunnah dalam istilah ahli ushul adalah setelah pembahasan mereka ( Apa maksudnya ini? ). Ketika kita tidak bisa konek (nyambung) maksudnya, berarti disini masih belum penyempurna faidah. Maka ba'du bahtsihim disini, yang dzorof itu memang dalam skema memungkinkan untuk dijadikan khobar, tapi dalam lafadz ini 

السنة في اصطلاح أصلي بعد بحثهم مدة طويلة ما روي

tidak bisa dijadikan sebagai khobar, karena memang (ba'da bahtsihim)  tidak berfungsi sebagai mutimmul faidah. Pun juga demikian, muddatan tholiwalatan tidak bisa dijadikan sebagai khobar, karena tidak berfungsi sebagai mutimmul faidah. Baru kemudian mutimmul faidah itu ada di (maa ruwiya).


السنة في اصطلاح أصلي بعد بحثهم مدة طويلة ما روي

Kalau khobarnya pas ditentukan pada maa ruwiya, enak diterjemahkan.
Sunnah dalam istilah ahli ushul setelah (kajian) pembahasan mereka dalam waktu yang sangat panjang.

Sunnah diterjemahkan dengan sesuatu yang diriwayatkan. Pantaskan kata adalah, itu, iku diletakkan pada kata maa ruwiya. Perhatikan, yang namanya khobar, itu tidak harus selalu datang setelah mubtada. Kalau seandainya contohnya seperti ini,
Alhamdulillah
Muhammadun Qoimun
yang khobarnya langsung setelah mubtada, maka menjadi mudah yang namanya membaca kitab. Tapi realitasnya tidak seperti itu di dalam sebuah teks. Ada pemisah yang namanya jar majrur, ada pemisah yang namanya dzorof yang pertama, ada pemisah dzorof yang kedua, baru ditentukan sebagai khobar. Kadang2 lebih jauh dari itu, yang kalau seandainya kadang2 dari temen2 pemula, itu sudah lupa, bahwa sudah menentukan mubtada, dan belum diberi khobarnya. Inilah yang kemudian saya katakan, kalau kita menentukan yang normal2 saja, setelah fi'il langsung fa'il, langsung maf'ul bihi, ya mungkin ngomong bulan boleh lah. Ngomong bulan boleh lah, tapi kalau seandainya sudah kebalik balik, sudah ada fashil, sudah ada pemisah, yang namanya khobar itu tidak langsung jatuh setelah mubtada nya, itu agak berat, untuk kemudian ngomong bulan. Inilah kenapa? belajar membaca kitab itu, kadang2 3tahun itu dianggap sebentar. Mondok berapa tahun ini? cuman sebentar, tiga tahun. Itu tidak begitu menyakinkan, ketika jawabnya cuman tiga tahun. Karena biasanya yang mondoknya 3 tahun gak pinter. 

Ya seperti ini realitasnya, khobar tidak harus langsung jatuh setelah mubtadanya. Kapan sebuah kalimat itu ditentukan sebagai khobar, apabila kalimat itu berfungsi sebagai mutimmul faidah. Secara operasional, mutimmul faidah dibuktikan dengan apa ustadz?

Kalau panjenengan sedang menerjemahkan pakai bahasa jawa, ketika diberi kata iku, cocok. 

الحمد لله

alhamdu (utawi sekabehane puji)
iku lillah, cocok. Tetep kagungane gusti Alloh. 

Alhamdu (bermula segala puji)
adalah lillahi, cocok 

ketika cocok, berarti fungsinya mutimmul faidah. Ketika kemudian tidak cocok untuk diberi kata iku dalam bahasa jawa, adalah dalam bahasa indonesia, ialah misalnya. Panekah dalam bahasa madura. Kok kemudian tidak cocok, apakah itu jar majrur, apakah itu dzorof, ataukah isim biasa, itu memang pasti tidak memungkinkan (untuk kemudian) ketika tidak cocok tidak memungkinkan untuk ditentukan sebagai khobar. Sehingga dzauq, atau feeling kita, atau indra keenam kita, itu cukup menentukan. Makin banyak, makin banyak kita menyemak bacaanya kyai, makin banyak kita mengaji, makin banyak kita berinteraksi dengan teks arab, makin kita punya akurasi untuk menentukan bagaimana khobar itu. 

السنة في اصطلاح أصلي بعد بحثهم مدة طويلة ما روي

fishtilahi ushuliyin ini adalah jar majrur, 
ba'da bahtsihim ini adalah dzorof
muddatan thowilatan ini adalah dzorof
yang memungkinkan kita lihat, dari aqsamul khobar (pembagian khobar) yang mana ada mufrod dan ghoiru mufrod, ghoiru mufrod dibagi menjadi dua ada jumlah ada shibhul jumlah. Jumlah ada fi'liyah ada ismiyah, yang kemudian dari pembagian ini bisa kita simpulkan bahwa, hampir semuanya boleh jadi khobar. 


Hampir semuanya boleh jadi khobar, pertanyaanya kapan kita tentukan secara akurat bahwa ini adalah khobar? Standar apa yang kemudian ditentukan oleh alfiyyah misalnya, 

wal khobaru juz-ul muthimmul faidah. 

muthimmul faidah ini menjadi kata kunci. Penyempurna faidah, bagaimana bentuk operasional penyempurna faidah? bentuk operasionalnya adalah ketika diberi kata2 iku dalam bahasa jawa, ketika diberi kata2 adalah dalam bahasa indonesia, ketika diberi kata2 panekah dalam bahasa madura, itu cocok. Untuk menyematkan kata2 iku adalah ialah panekah dan seterusnya tidak bisa tidak kita harus paham konteks. Kita harus ngerti terjemahanya, kita harus ngerti murrodnya dan seterusnya. 


Ini penting untuk saya tegaskan berkali kali, sehingga ketika panjenengan kepingin naik tingkat, dari sekedar orang awam menjadi calon intelektual, calon kuat intelektual, tidak bisa, kalau seandainya kita tidak serius. (17.24)

 

Comments