Skip to main content

Kajian Alfiyah 78 | Metode Al Bidayah | Kh. Abdul Haris Jember | Bait 242-245


Pembahasan Alfiyyah Ibnu Malik ke 78 oleh Kh. Abdul Haris Jember, dengan Metode Al Bidayah. Semoga catatan ini bisa memberikan bekas terhadap tersebarnya apa yang pak kyai sampaikan lewat video2 beliau mengenai materi2 bahasa arab. Tulisan ini merupakan transkrip dari video beliau, semoga bermanfaat juga, untuk kita semua. 


ينوب مفعول به عن فاعل --  فيما له كنيل خير ناثل
فأول الفعل اضممن والمتصل -- بالاخر اكسر في مضي كوصل
واجعله من مضارع منفتحا -- كينتحي المقول فيه ينتحى
والثاني التالي تا المطاوعة -- كالاول اجعله بلا منازعة

Bait Alfiyyah 242
 
ينوب مفعول به عن فاعل -- فيما له كنيل خير ناثل
yanubu (mengganti)
apa yang mengganti? 
apa? 
 
مفعول به
maf'ul bihi (obyek)
 
عن فاعل 
'an failin ( dari fail)

فيما
fi maa (dalam hal, di dalam sesuatu, di dalam hukum)

istaqorro (apa yang tetap apa? maa) - dikira2kan pakai istaqorro
 
له
lahu (untuk fail)

contohnya seperti apa? 
نيل خير ناثل
Sebagaimana lafadz niila khoiru naailin
niila (diberikan)
apa yang diberikan?
khoiru naailin (sebaik2 pemberian)


Jadi sekarang kita berbicara tentang an naib 'anil fail
 
النائب عن الفاعل
Pengganti dari fail
 
 
Jadi awalnya, susunan jumlah fi'liyah itu asalnya
Fi'il + Fail (subyek) + Maf'ul bihi (obyek)

Susunan seperti ini diasumsikan, bahwa fi'ilnya disini adalah ma'lum. Susunan seperti ini (jumlah fi'liyah ini) diasumsikan bahwa fi'ilnya adalah ma'lum, tidak diikutkan pada kaidah
  • Dhumma awwaluhu wa kusiro maa qoblal akhir (rumuz majhul - fi'il madhi mujarrod)
  • Dumma kullu mutaharrikin wa kusiro maa qoblal akhir (rumuz majhul - fi'il madhi mazid)
  • Dhumma awwaluhu wa futiha maa qoblal akhir (rumuz majhul - fi'il mudhore')


Setelah fi'il ini, diubah dari ma'lum menjadi majhul, maka ada konsekuensi, ada dampak dari pemajhulan dari fi'il ma'lum itu. Apa dampaknya? Fa'il ini harus dibuang. Konsep dasarnya yang namanya jumlah fi'liyah itu adalah fi'il + fa'il + maf'ul bihi. Itu asumsinya adalah fi'il ma'lum. Ketika fi'ilnya itu tidak diikutkan pada kaidah majhul, 

  • Dhumma awwaluhu wa kusiro maa qoblal akhir
  • Dhumma kullu mutaharrikin wa kusiro maa qoblal akhir
  • Dhumma awwaluhu wa futiha maa qoblal akhir
 
Tidak diikutkan pada kaidah itu, berarti ini adalah fi'il ma'lum. Karena ini adalah ma'lum, susunan jumlah fi'liyah itu adalah fi'il + fail + maf'ul bihi

Ketika fi'ilnya diuhah dari ma'lum menjadi majhul, ada dampak ada konsekuensi. Apa dampaknya? dampaknya adalah fail yang merupakan musnadun ilaihi, fail yang merupakan subyek, itu harus dibuang. Sebuah kalimat (jumlah fi'liyah), tidak memungkinkan dianggap kalimat kalau tidak memiliki subyek. 




Istilah Musnad Ilaih
Musnad ilaih itu dalam konteks jumlah ismiyah disebut sebagai mubtada, dalam konteks jumlah fi'liyah itu failnya itu namanya musnad ilaih. Subyeknya itu namanya musnad ilaih. Fail harus dibuang, kenapa harus dibuang? Akibat dari pemajhulan dari fi'il ma'lum, yang awalnya ma'lum diubah menjadi majhul (maka) Karena fail ini harus dibuang, posisi fail itu adalah merupakan musnad ilaih. Posisi itu adalah subyek, ketika harus dibuang, akibat dari dimajhulkanya fi'il ma'lum, maka harus ada yang menggantikanya fi'il itu. Yang kemudian disebut sebagai yanubu (menggantikan). Apa yang menggantikan? apa yang menggantikan? maf'ul bihi, 
 
'an failin (dari fail). Kenapa dari fail? kenapa kok kemudian dibuang failnya? iya... karena fiilnya yang awalnya ma'lum, diubah menjadi majhul. Dampak dari pemajhulan fi'il ma'lum itu adalah pembuangan fail, padahal fail itu adalah musnad ilaihi, padahal fail itu adalah subyek. Yang namanya jumlah, yang namanya kalimat tidak bisa tidak harus ada failnya. Jumlah fi'liyah itu tidak mungkin tidak ada failnya. Akhirnya ketika harus dibuang, harus ada yang menggantikan. Yang menggantikan adalah maf'ul bihi. Inilah kemudian, kok konsep dasarnya, yang memungkinkan untuk kemudian di majhulkan adalah fi'il muta'addi. Konsep dasarnya itu. Dimana kalau fi'ilnya adalah muta'addi, susunan kalimatnya adalah fiil fail maf'ul bihi. 

Fi'il Lazim tidak bisa dimajhulkan
Ketika fi'ilnya berkategori lazim, maka jumlah fi'liyah itu cukup fi'il + fail saja. Ketika cuman fi'il dan fail. Ketika fiil itu berkategori ma'lum, kemudian dimajhulkan, setelah dimajhulkan dampaknya jelas, apa dampaknya? failnya harus dibuang. Ketika fiilnya lazim, ketika failnya harus dibuang, tidak akan ada yang mesti digeser untuk menggantikan poaiai fail yang dibuang. Itulah alasan, kenapa kok kemudian, fiil lazim yang tidak memiliki maf'ul bihi, itu tidak memungkinkan untuk dimajhulkan yang berdampak pada pembuangan fail, yang berdampak pada pembuangan musnad ilaihi, yang berdampak pada pembuangan subyek. 

Jadi alasanya begitu, kenapa kok kemudian fiil lazim gak mungkin untuk kemudian dimajhulkan. Karena jumlah fi'liyah yang terbentuk dari fiil lazim hanya fi'il dan fail saja. Tidak ada maf'ul bihinya. Ketika tidak ada maf'ul bihinya, ketika kemudian fi'ilnya diubah dari ma'lum menjadi majhul yang kemudian berdampak pada fail yang harus dibuang, subyek yang harus dibuang. Harus ada yang menggantikan dong. Ketika kemudian dibuang, dan fiilnya adalah lazim, karena fiil lazim tidak memiliki maful bihi, maka kemudian tidak ada yang menggantikan fail yang dibuang itu. Itulah alasan kenapa kok kemudian yang memungkinkan untuk dimajhulkan, hanya terbatas pada fiil muta'addi. Fiil lazim konsep dasarnya, tidak memungkinkan untuk kemudian dimajhulkan. Karena akibat dari sebuah fi'il dimajhulkan, Failnya harus ada yang menggantikan. Karena failnya dibuang, jadi harus ada yang menggantikan. Yang menggantikan kalau fi'ilnya adalah muta'addi, maka yang menggantikan adalah maf'ul bihi  nya. 
 
Ini kemudian yang disebut sebagai......
ينوب مفعول به عن فاعل -- فيما له كنيل خير ناثل
 
yanubu (menggantikan)
apa fail dari yanubu?
apa? 
maf'ulun bihi

maf'ul bihi 'an fa'ilin 
(dari fail yang dibuang)

Kenapa kok kemudian dibuang? karena fi'ilnya diubah dari ma'lum menjadi majhul. Menggantikan dalam hal apa?
fi maa (dalam hal hukum)
dalam peraturan, dalam urusan, dalam sesuatu.

Istaqorro lahu ka nila khoiru nailin
Ini yang kemarin, yang kemarin... bahwa semua yang namanya isim maushul itu butuh yang namanya shilatul maushul, dan a'id. Baik jumlah fi'liyah maupun ismiyah, yang jatuh setelah isim maushul. Kalau yang jatuh setelah isim maushul itu kemudian kok jumlah, gak ada masalah. Tapi ini yang jatuh setelah maa, yang kita anggap sebagai isim maushul, adalah lahu (ini bukan merupakan jumlah). Padahal kita mendefinisikan shilatul maushul itu adalah jumlah (baik fi'liyah maupun ismiyah), yang jatuh setelah isim maushul. Kenyataanya lahu adalah jarrun wa majrurun. 

Nalar berfikir ( alur fikiran)
Pokoknya anak kecil2, berusaha mengikuti alur fikiran. Kalau seandainya sampeyan sudah pas itunya (alur fikiranya), insyaalloh gampang itu. Yang paling penting itu nalar berfikir itu. Lek wes kenek (pas) nalar berfikirnya sampeyan, menangan wes, pinter sampeyan. Mulakno sejelas mungkin kalau sampeyan mendengarkan itu yang temenanan. Inilah alasan, kenapa saya kok membacanya dari nadzom ini, fii maa
(dari sesuatu) fimaa (dalam hukum) istaqorro (yang tetap) apa? maa. Lahu adalah jarun wa majrurun. 

Setiap jarun wa majrurun, atau dzorof, itu pasti memiliki muta'allaq. Muta'allaq itu memungkinkan yang ditampilkan memungkinkan merupakan fi'il, memungkinkan juga merupakan isim. 

contohnya
الحمد لله


Bermula alhamdu
seandainya disempurnakan, mustaqirun lillah, atau istaqorro lillahi. 
مستقير
استقر
 
Setiap jarun wa majrurun itu pasti memiliki muta'allaq. Muta'allaq yang dimunculkan itu memungkinkan adalah fi'il, memungkinkan adalah isim. 


مستقير - dianggap sebagai khobar mufrod
استقر- dianggap sebagai khobar jumlah
 
fii maa (di dalam sesuatu)
untuk kepentingan, memenuhi persyaratan kemudian dijadikan sebagai shilatul maushul, yang harus berbentuk jumlah, maka yang harus dimunculkan adalah istaqorro, kenapa? karena yang namanya fi'il apa itu ditengah, di awal atau di akhir, pasti membentuk jumlah. Tidak ada fi'il yang tidak membentuk jumlah. Ini fi'il ini... tidak ada fi'il yang tidak membentuk jumlah. Ketika fi'il, apa itu ditengah, di awal, atau di akhir itu pasti jumlah itu. Tidak mungkin tidak... Fi'il itu pasti membentuk jumlah, meskipun dalam kesendirianya. Kenapa? karena yang namanya fi'il itu punya kemampuan untuk menyimpan dhomir. Gitu ya.. fi'il itu punya kemampuan untuk menyimpan dhomir. 

Ketika maf'ul bihi berubah menjadi naibul fail namanya, maka semua hukum fail, itu harus diberikan kepada maf'ul bihi, yang kemudian berubah nama menjadi naibul fail. Maf'ul bihi yang akhirnya berubah menjadi naibul fail, harus dibaca rofa' (yang awalnya maf'ul bihi harus dibaca nashob, ini harus dibaca rofa'). Kemudian ketika menjadi naibul fail, harus dibaca rofa'. 

Maf'ul bihi yang kemudian memungkinkan untuk mendahului fiil, menjadi tidak boleh mendahului fi'il. Pokoknya, maful bihi yang awalnya itu kemudian tidak harus ada kesamaan, tidak harus muthobaqoh, tidak harus ada kesesuaian, maka ketika menjadi naibul fail, itu harus sesuai. 

misalnya

كتب محمد القائدة
kataba muhammadun al qoidata
Muhammad menulis Kaidah (maksudnya kaidah fiqih misalnya).

ketika diganti 
kutiba, maka al qoidata tidak bisa lagi 
maf'ul bihi awalnya tidak harus sesuai, muannats mudzakkarnya. Tapi kemudian ketika kemudian berubah menjadi kutibat, tidak bisa kalau tidak diberi ta- taknits sakinah. Kenapa? karena al qoidata yang jadi naibul fail itu diakhir dengan ta- marbuthoh yang menunjukkan muannats. 

Karena demikian tidak memungkinkan

كتب محمد القائدة
Kataba (telah menulis)
siapa?
Muhammad
akan kaidah.

Ketika kemudian diganti menjadi kutiba, ketika berdampak kepada fail yang harus dibuang, sehingga menjadi kutiba al qoidatu, tidak memungkinkan, kecuali ditambah ta- taknits sakinah. Kenapa? karena ketika kemudian menjadi naibul fail, secara utuh yang namanya hukum fail, itu harus dibebankan kepada? maf'ul bihi yang kemudian berubah nama menjadi naibul fail.


نيل خير ناثل

Naala itu kalau seandainya diuraikan, bisa ditulis naala yanaalu atau naala yanuulu.

نال - ينال - mencapai, memperoleh
نال - ينول - ini artinya a'tho (أعطى ) memberi

naala yanaalu, naala yanulu kalau diproses menjadi majhul, semuanya menjadi niila. Naala itu kalau diproses menjadi majhul menjadi niila. Keduanya baik yang berarti mencapai atau yang berarti memberi semuanya kalau diproses menjadi majhul menjadi niila 


نيل 
 
Kan secara sederhana kan begitu, fiil ajwaf yang mujarrod itu kalau diproses menjadi majhul

baa-'a (bii'a) - باع - بيع
khoofa (khiifa) - خاف - خيف
shooma (shiima) - صام - صيم

semuanya begitu, apakah mengikuti wazan yaf'ulu, yaf'alu, atau yaf'ilu sama saja strukturnya. Karena demikian, sampeyan kalau lihat kamus yang agak tuntas. Perubahan wazan, itu berdampak serius pada perubahan arti. Karena disini nail, nail itu atho' (pemberian), karena demikian diterjemahkan (telah diberikan)


نيل خير ناثل
 
Apa yang telah diberikan?
khoiru naa-ilin (naibul fail)
sebaik2 pemberian. 
 
niila - naala yanalu - mencapai memperoleh
niila - naala yanulu - artinya memberikan
 
tapi disini, yang dipilih adalah yang berarti memberikan, kenapa? karena nail itu artinya atho- (عطئ ). Kalau seandainya diawalkan? bagaimana?? (maksudnya kalau di ma'lumkan fi'ilnya). 

نال زيد خير نائل
نيل خير ناثل
karena naala dimajhulkan jadi niila, maka failnya dibuang diganti maf'ul bihinya.



Bait Alfiyyah 243

فأول الفعل اضممن والمتصل -- بالاخر اكسر في مضي كوصل
 
Udhmuman - sungguh2 mendhomah-lah, siapa? kamu. Nun yang ada disitu merupakan nun taukid yang khofifah. Langsung lompat (cara bacanya)
Fadhmuman (maka sungguh mendhommahlah, siapa? kamu)
maf'ul bihi muqoddam dari udhmuman, 
awwalal fi'li (akan huruf pertama dari fi'il)
 
فأول الفعل اضممن
fa auwwalal fi'lidhmuman 
ai fadhmuman (maka mendhommahlah, siapa? kamu)
maf'ul fih muqoddamnya
awwalal fi'li (akan huruf yang pertama dari fi'il)
huruf awalnya di dhommah maksudnya..
dhumma awwaluhu itu maksudnya. 
Ini ngomong proses pemajhulan,
 
 
فأول الفعل اضممن والمتصل -- بالاخر اكسر في مضي كوصل
wal muttashil bil akhiriksir
ai waksir (dan mengkasrohlah, siapa? kamu)
waksir (dan mengkasrohlah, siapa? kamu)
al muttashila - akan huruf yang bersambung
jadi kalau seandainya diberi nomor, 
 
 
فأول الفعل اضممن والمتصل -- بالاخر اكسر في مضي كوصل
 

اضممن
الفعل
اكسر 
المتصل
 
 
Mabninya fi'il Amr
اضممن - ini merupakan fi'il amr, dimabnikan alal fathi. Kenapa? karena bertemu dengan nun taukid. Disini difathah, disebabkan karena disini ada nun taukid, apakah nun taukid tsaqilah, maupun nun taukid khofifah. Yang jelas, akhirnya fi'il amr, akhirnya dimabnikan alal fathi. 
 
mabninya fi'il amar itu ada empat.
  • bisa mabniyyun alas sukun
  • bisa mabniyyun alal hadzfi harfil illati
  • bisa jadi mabniyyun ala hadzfin nuuni
  • bisa jadi mabniyyun alal fathi
 
Disini adalah mabniyyun alal fathi, lebih disebabkan karena disini ada nun taukidnya.   
 
 
 
المتصل
kalau sampeyan mencari di dalam kamus, maka cari pada huruf
washola  و ص ل   
kalau seandainya kita melihat fi'il pada bina mitsal, maka diikutkan pada wazan ifta'ala 
و ص ل
افتعل
 
maka akan menjadi, iutasholla
إوْتَصَلَ

wawu sukun disini diganti dengan ta. Menjadi ittashola
إتتصل
إتَّصَلَ
 
Kalau seandainya ditashrif, menjadi fahuwa muttashilun. 
المتصل
jangan dicari di huruf ta, gak ketemu. Harus dicari di wawu, wa sho la. 
 
Mendhommahlah, siapa kamu? untuk huruf awalnya fi'il. Dan mengkasrohlah siapa kamu, dengan huruf yang bersambung dengan huruf akhir. Berarti huruf sebelum akhir.
fi mudhiyin (dalam konteks fi'il madhi)
kawushila (seperti lafadz wushila)
 
Meskipun, ini adalah kaidah umum untuk yang bina shohih. Kalau yang mu'tal, nanti menjadi berubah. Kalau secara umum, yang ajwaf yang sangat berubah, nanti oleh sebab itu tentang ajwaf ada sendiri. Kalau seandainya, wa sho la, itu ketika mau dimajhulkan itu akan menjadi....
 
وص ل
wadhmuman awwalal fi'li 
inilah yang kemudian disebut sebagai awwalal fi'li.  
waksir al muttashila bi akhirihi, shod ini namanya al muttashil bil akhir. 
 
Kalau seandainya istaghfaro, kalau kemudian di majhulkan
wadhmuman awwalal fi'li (kalau ini yang mujarrod sebenarnya)
akhirnya menjadi ustughfiro. Nanti sama kayak yang ada di bait nadzom 246.
 
Oleh sebab itu, kalau kita membedakan bahwa ini kaidah untuk fi'il madhi mujarrod dan fi'il madhi mazid. Kalau contoh ini, persisnya untuk yang mujarrod.      
 
  

Bait Alfiyyah 244 
 
واجعله من مضارع منفتحا -- كينتحي المقول فيه ينتحى
 
waj'al (dan menjadikanlah, siapa? kamu)
hu (akan muttashil bil akhirihi) 
min mudhori'in (dari fi'il mudhore')
ij'al itu membutuhkan dua maf'ul, maf'ul pertama hu, maf'ul keduanya mana? munfatihan
Munfatihan (akan huruf yang terbaca fathah)
untuk wadhmuman awwalal fi'linya sama. 
ka yantahi (seperti lafadz yantahi)
al maquli fiihi (yang dikatakan fihi)
yuntaha 
 
kalau seandainya yantahi ini dimajhulkan, ini kemudian menjadi yuntaha. Atau seperti kaidah yang kita kenal dhumma awwaluhu wa futiha maa qoblal akhir. yantahi ini tidak diikutkan pada kaidah dhumma awwaluhu wa futiha maa qoblal akhir, berarti merupakan fi'il ma'lum. Kalau seandainya maunya dimajhulkan, itu menjadi yuntaha. 

 
 
Bait Alfiyyah 245
 
والثاني التالي تا المطاوعة -- كالاول اجعله بلا منازعة
 
watstsaniya ini dijadikan maf'ul bihi. at taliya juga menjadi maf'ul bihi. Ini bab istighol kalau dalam bab nahwu. Sejak awal sudah kita pelajari, bahwa yang namanya maf'ul bihi memungkinkan untuk didahulukan dari fi'ilnya. Maf'ul bihi ini memungkinkan untuk didahulukan dari fi'ilnya. 
 
Seperti kemarin,
zaidan dhoroba muhammadun, langsung begini memungkinkan. Iyyaka na'budu, Tapi masalahnya ats tsaniya dan at taliya itu tidak memungkinkan untuk dijadikan maf'ul bihi dari ij'al, karena ij'al sudah disibukkan oleh maf'ul bihi yang sudah tertempel setelahnya.  Ats tsaniya itu tidak memungkinkan dijadikan maf'ul bihi dari ij'al. Hu disini marji'ud dhomirnya   
الثاني التالي
 
Tapi keduanya tidak memungkinkan dijadikan maf'ul bihi dari ij'al. Kenapa? karena ij'al sudah disibukkan, sudah istighol, sudah kemudian sibuk untuk menashobkan dhomir hu, yang langsung bersambung langsung dengan ij'al ini. Ini dalam bab nahwu disebut sebagai istighol. 

Contohnya:
ini yang bagus.
زيدٌ أكرمتُهُ
Tulisan di atas, langsung saja... dijadikan mubtada' khobar. 
zaidun (utawi zaid)
iku
akromtu (mulyak aken, sopo? insun)
hu (ing zaid)
 
 
زيدا أكرمته
Susunan di atas ini, juga susunan yang tidak salah.   
Tapi kalau zaidan akromtuhu, ini tidak memungkinkan untuk dijadikan maf'ul bihi dari akroma disini, kenapa? karena akroma disini sudah disibukkan dengan ma'mul yang berupa hu, yang ini dibaca nashob, yang menjadi maf'ul bihi dari akroma. Itu namanya bab isytighol. Maksudnya amil itu sudah disibukkan oleh ma'mulnya yang langsung nempel, yang berupa dhomir. Sehingga tidak memungkinkan, dia juga berfungsi sebagai amil untuk yang mendahuluinya. Dalam konteks tulisan dibawah ini adalah

زيدا أكرمته
zaidan. Ini yang sering dikatakan, harus ditafsiri dengan fi'il yang serupa dengan fi'il yang jatuh sesudahnya. Maka menulis lengkap dengan tafsirnya sepert ini.
 
أكرمت زيدا أكرمته

Takwilanya akhirnya begitu, akromtu zaidan akromtuhu. Zaidan itu tidak bisa menjadi maf'ul bihi dari akromtuhu, karena akroma disini memang sudah memiliki maf'ul bihi berupa hu disini. Dalam masalah ini, masuk dalam bab isytighol. Yang namanya amil akroma, sudah disibukkan dengan hu (dhomir ini).
 
pun juga demikian,  pada bait ini...
 
والثاني التالي تا المطاوعة -- كالاول اجعله بلا منازعة
tidak memungkinkan kita anggap sebagai amil, yang menashobkan ats tsaniya at taliya. Kalau dibaca ats tsaani (isim manqush) kalau dibaca ats tsani itu berarti dibaca rofa'.  
Berarti cara bacanya, Ats Tsani (bermula huruf yang kedua), At Tali (yang mengikuti) akan ta- muthoowa'ah. Enak kalau langsung begitu. Berupa fi'il yang jatuh sesudahnya. 
berarti ditakwil dengan fi'il yang jatuh sesudahnya yaitu:

و اجعل الثاني التالي تاء المطاوعة -- كالاول اجعله بلا منازعة
waj'al (dan menjadikanlah.., siapa? kamu)
ats tsaaniya (akan huruf yang kedua)
at taaliya (yang mengiringi, yang jatuh setelah)
yang mengiringi apa? 
ta-al muthowa'ah ( akan ta' muthowa'ah)
تاء المطاوعة
Ini merupakan susunan idhofah. 
 
menjadikalah? 
kal awwali (seperti yang pertama)
ij'al (menjadikanlah... siapa? kamu)
hu (akan ats tsani)
bilaa munaza'atin (dengan tanpa ada perdebatan)
 
 
Kalau seandainya ada ta- tidak hanya muthowa'ah seharusnya, Kalau ta- muthowa'ah itu adalah hushulul atsar minal maudhi'.  Tidak semua ta- itu muthowa'ah, memang yang terkenal adalah muthowa'ah. 
tapi pokoknya diawali oleh huruf ta-
apakah mengikuti tafa'lala (tadahroja)
atau tafa'ala (takassaro)
apakah mengikuti tafaa'ala (tadhooroba)
 
apakah fi'il madhi atau fi'il mudhore untuk proses pemajhulan itu yang awal harus di dhommah. yang kedua juga harus di dhommah. 
tadahroja ( tuduhrija). Ta' muthowa'ah ini posisinya pasti di awal. Ta- muthowa'ah itu posisinya pasti di awal. Ini kepingin menegaskan kalau seandainya mazid itu, dhumma kullu mutaharrikin wa kussiro maa qoblal akhir. Yang jatuh setelah ta-muthowa'ah huruf yang menyandinginya, itu juga ij'al hu kal awwal sama hukumnya (di dhommah) sebagaimana huruf awalnya.
 
كالاول
Kal awwalu itu tertulis isim ma'rifat, maksudnya adalah meruju' pada awwalal fi'li yang sudah di dhommah. Kal awwal, hukum huruf awalnya bagaimana? (harus di dhommah). Hukum huruf yang pertama bagaimana? harus di dhommah. Ta- muthowa'ah itu ada diposisi permulaan. 
kalau seandainya takassaro (tukussiro)
kalau seandainya tadhooroba (tudhuuriba) - penyesuaian. Kenapa kok alif disini berubah jadi wawu? Karena disatunya fathah maka gandenganya alif, karena disaat majhul itu dhommah maka gandenganya itu adalah wawu.
 
Mungkin itu dulu yang bisa saya sampaikan, kita lanjutkan besuk lagi.   
 
وثالث الذي بهمز الوصل -- كالاول الجعلنه كاستحلي

Comments