Skip to main content

Bab Niat Kitab Ta'lim Muta'allim | Ust Yendri Junaidi


Berikut ini adalah kajian Kitab Ta'lim Muta'allim Ust Yendri Junaidi, pada Bab Niat. Semoga bermanfaat. Manfaatkan untuk menambah kosa kata anda dalam bahasa arab. Kalau dalam buku terbitan maktabah al islami halaman 66. 


Beberapa kata yang bisa kami catat dari pertemuan pengajian kali ini adalah

طيب = baik
حسبك = hasbuk = cukup


Fahslun fin niyati, fi haali ta'allumi 
Pasal tentang niat, dalam kondisi belajar (niat ketika sedang belajar). Pertama yang perlu kita perhatikan bahwa niat itu mesti kita selalu kita pantau dan periksa. Di awal beramal, di tengah beramal, dan di akhir beramal. Karena sering terjadi, di awalnya kita sudah memasang niat yang benar, niat yang murni, niat yang ikhlas, tetapi ketika di tengah beramal, dia berubah, melenceng dia. Ini yang harus diwaspadai. Maka niat itu harus selalu dipantau, dikontrol. Ketika dia terasa agak melenceng, agak berubah arah, segera kembalikan lagi ke niat semula, ke niat yang benar.  


Kita belajar untuk mendapatkan ilmu, meraih ridho Alloh, tapi ketika sampai di tempat belajar? maaf ini... misalnya ternyata ada akhwat yang datang. Niatnya berubah jadinya, ini waspada... nanda, cepat kembalikan. Niat saya bukan karena ada akhwat di sebelah saya, murni untuk ridho Alloh saja. Maka periksa selalu niat kita, di awal beramal (bidayatul amal), wasathol amal ( pertengahan amal), dan fi nihayatil amal di akhir beramal. Sehingga kita itu berusaha amal itu emang murni untuk Alloh saja. 




ثم لا بد له من النية في زمان تعلم العلم
إذ النية هي الأصل في جميع(1) الأفعال


لقوله عليه السلام :
إنما الأعمال بالنيات
حدیث صحیح(۲)

روى عن رسول الله صلى الله عليه وسلم
كم من عمل يتصور بصورة عمل الدنيا
ثم يصير بحسن النية من أعمال الآخرة
وكم من عمل يتصور بصورة عمل الآخرة
ثم يصير من أعمال الدنيا النية »(۳)

وينبغي أن ينوي المتعلم بطلب العلم رضاء الله والدار الآخرة
وإزالة الجهل عن نفسه ، وعن سائر الجهال ، واحياء الدين وابقاء الإسلام


tsumma laa budda lahu min niyyati fi zamaani ta'allumil 'ilmi (kemudian mestilah untuknya, nya siapa? ini memang ke belakang lagi, dhomir ha itu untuk seorang pencari ilmu), untuk berniat dalam mempelajari ilmu.

إذ النية
idzinniyatu (idz itu karena) niat itu hiyal ashlu (merupakan dasar) al ashlu, dasar dan pondasi. Fii jami'il af'al (di setiap perbuatan). Apapun perbuatanya, pondasinya tetap adalah niat.

لقوله عليه السلام
Li qoulihi 'alaihi shollatu wa sallam. Liqoulihi (perhatikan nanda, lam itu kita artikan dengan berdasarkan, boleh juga karena, atau bagi, tapi disini pas nya berdasarkan.) li qoulihi (berdasarkan sabdanya) nya siapa? nya Rosululloh Saw.

إنما الأعمال بالنيات
Innamal a'malu binniyat (sesungguhnya setiap awal itu bin niyat) dengan niatnya. Apa nama innamaa itu? innama yang berarti hanyasanya dalam nahwu itu berarti adat apa? adat al hashr, pembatas. Artinya... dibatasi, amal itu keshohihanya, keabsahanya, hanya dengan niat semata. Berarti amal itu bukan melihat kepada bentuk luarnya, bukan kepada jumlah dan nominalnya, tetapi lebih kepada niat yang mendasarinya. Dia digunakan disini innamaa yang berarti adatul hashor, yang berarti pembatas. Innamal a'malu bin niyat, sesungguhnya amal itu bergantung kepada niat.

Nanti kalau kita lihat syarah hadits ini akan banyak pendapat para ulama, apakah ini artinya sahnya sebuah amal karena niat? ataukah maknanya kesempurnaan amal karena niat? Disini apa yang dimudhmarkan, apa yang disembunyikan? Apakah ash shihah, ataukah al kamal? keshohihanya kah? yang bergantung kepada niat? atau kesempurnaanya? Nanti ini dalam kitab2 syuruhul hadits akan dikaji.
Haditsun shohihun an rosulillah, hadits shohih dari Rosululloh Saw.



Kam min 'amalin, yutashowwaru bi shuuroti a'maalid dunya, wa yashiru bi husni niyyati min a'maalil akhiroh

كم من عمل يتصور بصورة عمل الدنيا ، ثم يصير بحسن النية من أعمال الآخرة
وكم من عمل يتصور بصورة عمل الآخرة ثم يصير من أعمال الدنيا النية (۳)

Betapa banyak amalan yang bentuknya tashowwara yatashowwaru, yang bentuknya adalah bentuk amal dunia, perbuatan duniwawi saja, wa yashiru bi husnin niyati min a'malil akhiroti. Tapi dengan niat yang benar, niat yang baik, dia menjadi amal yang benar. Jadi sebuah perbuatan dia bisa berubah dari sifat dunianya, menjadi sifat akhirat dengan niat.

wa kam min 'amalin yutashowwaru bi shuroti amalil akhiroh, tsumma yashiru min a'malid dunyaa bi suu-in niyah. Dan betapa banyak, juga sebaliknya amalan yang bentuknya amal akhirat. Ibadah maksudnya, tetapi karena niat yang salah, dia berubah menjadi amal2 duniawi semata.

Misalnya orang membantu orang lain, itu kan amal akhirat, memberikan sedekah, memberikan donasi, tapi kalau itu untuk pamer, untuk nama, akhirnya berubah untuk amal duniwawi semata. Memang orang hargai, orang apresiasi, tapi karena niat sudah salah, Ingin dilihat, ingin mendapatkan suara misalnya, sudah berobah, dari amal akhirat, menjadi amal duniawi. Maka niat ini yang penting kita perhatikan. Ada banyak amalan yang kecil, menjadi besar dengan niat. Sebaliknya amalan besar, menjadi kecil karena juga niat. Karena niat merupakan, asas (pondasi utama). Ada banyak amalan yang kecil, menjadi besar.







وينبغي أن ينوي المتعلم بطلب العلم رضاء الله والدار الآخرة

Wa yanbagi an yanwiyal muta'allimu bi tholabil 'ilmi ridhoo-alloh. Dan semestinya lah, seorang pelajar meniatkan mencari ilmunya itu ridho Alloh. Wad Daarol akhiroh, dan kampung akhirot. Ada yang unik kita tambahkan, kita mungkin pernah membaca atau mendengarkan di kitab2. Ad daroini, kampung dunia dan akhirat (dua kampung, begitu). Namun di dalam Al Quran itu yang dikatakan daar itu hanya akhirat saja. Dunia bukan kampung, coba nanti kita lihat, di berbagai ayat, kita bisa cari menggunakan fathur rohman. Tidak satupun dunia disebut sebagai kampung, tidak ada ad darud dunya. Yang ada adalah ad daru Al Alkhiroh. Maka penggunaan istilah ad daroini ini secara qurani kurang tepat. Kenapa? karena dunia bukan kampung kita. Ini hanya tempat persinggahan sementara saja, mana kampung kita? akhirat. Maka nanti kalau kita memberikan khutbah, atau ceramah misalnya, kampung dunia dan akhirat. Enggak, secara Al Quran gak begitu, kampung itu hanyalah akhirat, Ad Darul Akhiroh. Disini bagus dikatakan oleh pengarang, ad daarol akhiroti. Jadi ketika belajar, yang kita niatkan adalah ridho Alloh, dan mengharapkan kebahagiaan nanti, di kampung akhirat.

وإزالة الجهل عن نفسه

wa izaalatal jahli an nafsihi (dan menghilangkan kebodohan dari dirinya).

وعن سائر الجهال
wa an saairil juhaal (dan mengangkan kebodohan seluruh orang2 yang bodoh). Dengan cara menyebarkan ilmu itu kepada orang lain.

واحياء الدين
wa ihyaaddina (menghidupkan din)

وابقاء الإسلام
wal biqooal islaama (mengekalkan/ meneguhkan islam)

فإن البقاء الاسلام بالعلم
fa innal baqoo-al islami bil 'ilmi (sesungguhnya kekalnya islam itu dengan ilmu). Jadi ada beberapa niat yang mesti kita pasang, ketika akan belajar.
Satu yang paling utama RidhoAlloh
  • yang kedua mengharapkan kampung akhirat
  • yang ketiga menghilangkan kebodohan dari diri sendiri dulu
  • yang keempat menghilangkan kebodohan dari orang lain
  • yang kelima menghidupkan agama
  • yang keenam mengekalkan, atau mengokohkan islam

Ada enam niat kita dalam belajar. Nah ananda, sebenarnya dalam setiap amal kita dianjurkan memperbanyak niat. Sehingga, satu amalan kita, tapi dengan niat yang ganda menjadi banyak pahalanya. Bagus kita perhatikan satu contoh dari Beliau mengatakan, ketika beliau akan melakukan satu perbuatan, misalnya ketika ada orang yang ngetuk pintu, beliau akan membukakan pintu. Sebelum beliau melangkah, beliau pasang niat yang banyak dulu. Tujuan beliau membukakan pintu. Beliau masih akan melangkah ini, pasang niat. niat saya membukakan pintu untuk memberikan kebahagiaan kepada orang yang datang.
kedua menyambung silaturrohim dengan orang itu
ketiga nanti jika dia butuh bantuan, akan saya bantu dia keempat .... banyak lagi gitu...

sampai kadang2 satu amal, ada sepuluh niat yang dipasangnya. Sehingga amalnya sedikit, tapi pahalanya? berlipat ganda. Maka jangan pasang satu niat saja, pasang berbagai niat, tentunya yang masih bagus ya...
Ini contohnya enam, niat yang dianjurkan oleh pengarang kitab kita ini.
  • Satu Ridho Alloh,
  • kedua Kampung Akhirat,
  • Ketiga menghilangkan kebodohan dari diri sendiri,
  • Keempat menghilangkan kebodohan dari orang lain.
  • Kelima menghidupkan agama,
  • keenam mengokohkan islam, agama yang mulia ini.
Dan kita bisa menambahkan lagi yang lainya, nah bagi ananda, membahagiakan orang tua, dengan cara kita belajar. Mempersiapkan bekal masa depan. Memenuhi harapan masyarakat untuk lahirnya para ulama. Pasang banyak niat untuk setiap amal kita, sehingga amalnya sedikit tapi pahalanya berlipat ganda.

ولا يصح الزهد و التقوى مع الجهل
wa laa yashihuz zuhdu wat taqwa ma'al jahli.

Tidak akan sah, zuhud dan taqwa dengan kebodohan. Tidak dikatakan zuhud, dan juga tidak dikatakan taqwa, kalau orang itu masih bodoh. Artinya.. kezuhudan pun harus dengan ilmu, ketaqwaanpun harus dengan ilmu. Maka gambaran sebagian orang tentang orang yang zuhud itu sebagai orang yang bodoh itu keliru sebenarnya. Orang yang zuhud, zuhud yang sesungguhnya itu berangkat dari ilmunya. Ilmunya bahwa akhirat harus didahulukan, dan dunia harus dikemudiankan, itu kan ilmu itu.

Imam Al Ajalli Al Ustadz Burhanuddin



wa ansyadaa asy syaikhu, al imamu al ajall al ustadz burhanuddin.
Ansyadaa itu mendendangkan, bernasyid. Mendendangkan syaikh al imam al ajall (imam yang sangat mulia), burhanuddin. Nama aslinya adalah Al Marghinaani, ini adalah laqob beliau, burhanuddin. Secara bahasa berarti kekuatan agama, atau dalil agama, burhan itu dalil, ad din itu agama. Ini laqobnya, nama beliau al marghinaani.

Beliau merupakan ulama mahdzab hanafiah, yang mengarang kitab al hidayah ( shohibul hidayah). Al Hidayah itu kitab yang penting, rujukan di dalam mahdzab hanafi. Al Hidayah itu merupakan takhrij hadits untuk kitab fiqh dalam mahdzab hanafi. Maka satu hal yang juga kita perlu ulang kepada ananda. Dalam mengkaji ilmu itu, kita disarankan sekali untuk langsung ke sumber yang primer. Sumber pokok, sumber pertama. Maka ini kita juga sambil mengenali banyak kitab yang ada di banyak mahdzab. Al Hidayah itu adalah kitab yang dikarang oleh Burhanuddin Al Marghinaani itu nama asli beliau al marghinaani. Dan ini kita takhrij hadits untuk fiqh mahdzab hanafi. Kalau kita kesini meruju'nya, kita akan mendapatkan mahdzab hanafi yang lebih asli. Daripada ke buku2 lain, yang menukil dari buku hanafi.


Li ba'dhihim, li ba'dhihim disini kita artikan, syair disini milik sebagian orang. Perhatikan nanda, kalau ditemukan di sebuah kitab ditemukan seperti ini ungkapanya, wa ansyada liba'dihim ini artinya sya'ir ini bukan karya dari syaikh burhanuddin ini. Beliau hanya mendendangkan sya'ir orang lain. Kalau tidak digunakan kata li ba'dhihim, ada kemungkinan bahwa sya'ir ini adalah milik beliau, beliau yang mengarangnya sendiri. Tapi ketika ada kata liba'dhihim ini berarti sya'ir ini bukan milik beliau, beliau pengarangnya, beliau hanya mendendangkanya saja.

Dan diantara tujuan kita belajar ilmu balaghoh nahwu shorof, adalah agar kita bisa memahami sastra arab dengan baik, diantaranya adalah syair2 seperti ini. Untuk bisa merasakan keindahan bahasa Al Quran, kita harus mengerti mengenai sastra arab. melalui balaghoh, maka diantara caranya adalah belajar syair. Maka seperti yang pernah saya sampaikan juga, walaupun sekarang mulai jarang dipelajari, tapi ananda ketika nanti ada kesempatan, cobalah nanti belajar ilmu aru-dh, ilmu tentang syair itu, kita akan bisa merasakan bagaimana indahnya bahasa arab itu. Nah itu juga merupakan jembatan untuk merasakan indahnya bahasa Al Quran.

fasaadun kabirun, alimun mutahattikun
Sebuah kerusakan yang besar, alimun mutahattikun (seorang yang alim tapi mutahattik) mutahattik artinya mereka tidak menghargai undang2 agama, kaidah2 agama, dia biasa melakukan maksiat terbuka, orang tahu. itu mutahattik namanya.
dari kata
tahattaka yatahattaku = berbuat maksiat tanpa rasa malu. Ada juga orang yang ketika bermaksiat itu kan diam2. Coba mana yang lebih baik? maksiat diam2 atau terang2an? Mana yang agak mendinglah? walaupun gak ada yang baik dari kedua hal ini. Tapi mana yang agak mending? sebenarnya? maksiatnya itu sirron? atau jahron. Kenapa sirronya lebih mending?

Kullu ummati mu'aafaa illal mujaahirun

Setiap umatku itu kata Rosululloh mu'affa masih baik2 saja, kecuali yang terang2 an bermaksiat. Nampak di orang ramai, nah itu sudah begitu dan kita hanya diam saja, nah ini musibah bagi umat. Ketika maksiat, sudah dipertontonkan dan kita hanya diam dan kita ikut menonton, walaupun tidak ada yang baik ya. Agak mending juga lah, maksiatnya secara sirr. Ini alim mutahattik ini sudah berbahaya.

Maksiatnya itu terbuka... wa akbaru jahilun mutanassik meskipun ada kerusakan yang besar, ketika seorang alim itu bermaksiat, tapi yang yang lebih besar lagi daripada kerusakan ini adalah orang jahil yang beribadah. Yang beribadahnya tidak berdasarkan ilmu. Kalau kita bahasakan itu.. sok sok taat gitu lah, semangat ibadahnya itu ada. Tapi keilmuanya tidak ada. Ini yang lebih besar lagi fasadnya, dibandingkan dengan alim yang mutahattik.

Huma fitnatun fil 'alamiina adzimatun. keduanya ini? alim mutahattik, jahil mutanassik, adalah fitnah yang besar di dunia, di semesta alam. Untuk keduanya orang yang dalam beragama berpegang. Kedua kategori ini menjadi fitnah yang besar untuk siapa? untuk orang yang kedua mereka itu dalam beragama berpegang. Artinya Kita sudah berprasangka baik kepada alim itu, kita ikuti setiap perkataannya, setiap kajian2nya, ternyata dia mutahattik. Ternyata dia pelaku maksiat, berbahaya bagi kita. Atau kita aku melihat ibadah seseorang, kita contoh orang itu, ternyata dia jahil, kita terjebak pada ibadah yang tidak berdasar jadinya. Ini menjadi fitnah, fitnah bagi orang yang melihat kedua orang ini.


wa yanwi bihis syukro alan ni'matil aqli. Disamping niat (di atas) niat ketika belajar. Kita meniatkan rasa sukur kita kepada Alloh, atas nikmat akal ini. Kita masih bisa belajar, masih bisa memahami penjelasan dari guru. Itu nikmat akal, kalau kita gak punya akal? kita pun gak bisa memahami pelajaran. Wa shihatal badani, dan mensyukuri kesehatan badan. Sehingga masih bisa hadir di majelis2 ilmu.

wa laa yanwi bihi iqbalan naasi alaihi.
Dan Jangan meniatkan orang lain datang dan hadir, orang suka, orang kagum, orang memberikan like dan apresiasinya. Ini satu musibah sekarang, musibah hari ini, musibah masa kini. Musibatul asri, yaitu ingin sughroh, ada yang unik satu riwayat dari sufyan ats tsauri rohimahullohu ta'ala. Ketika beliau memulai sebuah majelis, ketika datang satu orang, beliau akan hadapi, beliau akan ajarkan. ajarkan hadits. Ketika datang dua orang, beliau akan ajarkan juga, ketika datang tiga orang.. beliau katakan idzhabuu idzhabuu.... irji'uu irji'uuu pulang pulang pulang... Gak mau, khawatir nanti kalau ada yang semakin banyak hadir kepada beliau ada rasa, alim yang disukai begitu, Ini bahaya yang dulunya sama ulama sangat dihindari, sekarang in yang dikejar oleh sebagian orang.

wa laa yanwi bihi iqbalan naasi alaihi.

Dan tidak meniatkan bagaimana orang, mendengarkan katanya, suka kepadanya, mengagungkanya.

walastijlaaba hutamid dunyaa (dan tidak mendapatkan, hutomid dunya) kesenangan dunia sesaat. Maka kita banyak merindukan ya, sosok2 ulama dulu yang bersahaja. Walaupun jauh dari kesenangan duniawi tapi, haibah mereka itu luar biasa. Karena itu diantara rahasianya, mereka tidak mau terlalu terbawa dengan arus dunia ini.

wal karomati inda sulthon. Dan jangan sampai meniatkan agar dekat dengan penguasa. Ananda kita tidak dilarang untuk dekat dengan Penguasa, jika itu untuk menasihati penguasa. Tetapi rata2 ulama kalau sudah dekat dengan Penguasa, tergelincir. Maka para ulama kita selalu menghindar dari Penguasa. Abu Hanifah An Nukman, Itu sampai dikejar2 untuk menerima jabatan sebagai qodhi, hakim agung. Lari beliau, menghindar, tapi akhirnya dicambuk, agar mau menerima jabatan qodhi. Jadi kita niatkan dari sekarang ananda bahwa ilmu kita ini bukan untuk mencari popularitas, mencari nama, mencari harta, mencari kedekatan dengan penguasa, memang tidak.. ilmu kita itu untuk ridho alloh, dsb.


Beda antara Ibadun dan Abiidun
Muhammad bin Al Hasan Asy Syaibani, beliau adalah murid dan sahabat Abu Hanifah An Nukman berkata. coba ananda, apa jamak dari abdun. ada ibadun ada abiidun. Apa bedanya? beda antara ibadun dan abiidun. Kita kalau berdoa kepada Alloh mgkin ada doa yang sering kita lantunkan. Allohumma inni abduk, wabnu abdik, wabnu amatik, kan begitu...doanya. Cuma kalau kita jamakkan kan jadi begini.. allohumma inna abiiduk, itu yang biasa bukan ibaaduk. banuu abiidik. banu immaaik. Nah kalau ibadun, hambanya itu bisa dua. Bisa hamba dalam pengertian orang bawah, dan pengertian budak. Tapi kalau abiidun itu kebanyakan budak pengertianya. Abdun mufrodnya, abiidun jamaknya yang budak.

Lau kaanan naasu kulluhum abiidik. Kalau manusia itu semuanya budak ku, kata Muhammad bin Al Hasan. Sungguh aku akan merdekakan mereka semuanya, aku akan bebaskan mereka semuanya. Dulu budak merupakan harta yang sangat berharga. Bisa diperjual belikan budak itu. Budak pekerja, ada budak wanita yang bisa bernyanyi, semakin mahal harganya.

Wa tabarro-tu an walaa-ihim, dan saya akan berlepas diri dari wala mereka. Apa arti wala? wala itu artinya loyalitas. Namun disini maknanya, seorang budak jika dimerdekakan oleh seorang yang kaya, maka budak ini berwalak kepada orang yang kaya tadi. Maka dikatakan maulaa. Si Budak, ketika dimerdekakan, si budak, ketika dimerdekakan oleh seseorang, maka budak ini berwala kepada orang yang memerdekakanya. Maka bilal bin robbah, dimerdekakan oleh siapa? Abu Bakar Ash Shiddiq. Berarti bilal berwala kepada abu bakar ash shiddiq. Dan dulu di awal masa2 islam, wala ini sudah sama dengan kekerabatan. Ketika si budak ini meninggal, maka hartanya ini diwarisi oleh tuanya, yang memerdekakannya dulu. Begitu kuat hubungan wala ini. Nah kalaulah seandainya manusia semua budakku kata Muhammad bin Hasan Asy Syaibani, aku akan merdekakan mereka semua, dan aku akan berlepas dari wala mereka. Tidak perlu mereka berwala kepada saya.

Wa man wajada ladzatal ilmi, siapa yang sudah merasakan lezatnya ilmu. wal amali bihi, dan lezatnya mengamalkan ilmu. qolla maa yarghobu fii maa indan naasi. Jarang mereka berharap kepada apa yang manusia punya. Dia tidak lagi ada rasa rakus, rasa tamak terhadap apa yang orang lain miliki. Ketika sudah merasakan lezatnya ilmu. nikmatnya ilmu, nikmatnya mengamalkan ilmu. Maka melihat orang lain senang secara duniawi, kita tidak akan merasa iri. Satu hal yang perlu kita ingat ananda, ketika Alloh berikan kepada kita pemahaman terhadap ilmu2 agama, apalagi yang sudah memiliki hafalan al quran, 5 juz 10 juz, lalu masih merasa iri melihat orang lain punya mobil, iri melihat orang punya rumah yang bagus, tandanya kita tidak menghargai apa yang Alloh berikan kepada kita. Ketika Alloh berikan pemahaman Agama, Alloh mudahkan menghafal al quran, itu kan nikmat yang luar biasa, ternyata kita masih iri melihat orang lain secara duniawinya lebih unggul. Lebih cantik, lebih gagah, punya hape yang baru, dan sebagainya, itu artinya kita telah meremehkan apa yang seharusnya diagungkan. Kita remehkan apa yang kita punya. Pemahaman ilmu agama kita, hafalan quran kita dan sebagainya.


An syadzana Syaikhul Imam kami disenandungkan oleh syaikh al imam al ajal (yang agung) Al Ustadz Qiwaamud din (tonggak agama) ini juga laqobnya beliau, laqobnya luar biasa. Hammad bin Ibrohim bin ismail Asshofar al anshori. Imlaa an liabi hanifah. Imlak, apa arti imlak. Imlak itu dituliskan, kalau kita biasa mengartikan dengan dikte.

man tholabal ilma lil ma'adi siapa yang menimba ilmu, untuk ma'ad (untuk kepulangan nanti di hari akhirat). Faaza bi fadhlin minar rosyadi. (maka dia akan mendapatkan kelebihan atau keutamaan, ar rosyad. Ar rosyad itu kedewasaan, kecerdasan, kematangan. Maka seseorang yang sudah baligh itu harusnya sudah rosyid. Sudah matang, sudah cerdas, sudah bisa membedakan mana yang haq, dan mana yang batil.

Fayaa laahusroonaa tholibaihi. Linaili fadhlin minal ibadi. Maka alangkah merugi para pencari ilmu, kalau itu untuk mendapatkan keutamaan kelebihan, atau jasa dari para hamba. Bukan untuk bekal menuju hari ma'ad, hari akhirat kelak. Tapi untuk mendapatkan, keuntungan duniawi dari orang lain. Dihargai, diberikan fasilitas dan sebagainya.

Allohumma illaa (ingat kembali) allohumma disini bukan doa ya.. ya alloh itu artinya. Tetapi ini adalah sebagai kalimat pentaukidan, untuk pengecualian. Kecuali (langsung kecuali) gitu saja pengartianya. Kecuali jika dia mencari kehidupan itu untuk beramar ma'ruf nahi mungkar. Gpp lah kalau itu tujuanya. Ya bukan berarti kita mencela orang yang punya duniawi, selama duniawi itu digunakan untuk kepentingan agama. Wa tanfidhil haq, dan memperlakukan kebenaran. Atau mewujudkan kebenaran. dan memuliakan agama, laa linafsini bukan untuk dirinya pribadi, wa hawaahu (dan juga bukan untuk hawa/ nafsunya).

Bi qodri maa yajuzu bihi dzalika maka itu semua dibolehkan mencari kehidupan, selama itu digunakan untuk menegakkan amar ma'ruf dan nahi mungkar. Dan itupun dengan kadarnya saja, tidak berlebihan, sekedar untuk menegakkan amar ma'ruf dan nahi mungkar. Jadi.. ibaratnya ini dhorurot lah begitu..tuqoddar bi qodrihaa harus dibatasi, tidak kemudian dilampiaskan nafsu itu untuk duniawi. Wa yanbanggi li tholibil ilmi an yatafakkaro fii dzalika. Dan semestinya untuk pencari ilmu berfikir, merenung tentang hal ini. Fa innahu yata'allamul ilma bijudin katsir. dia mempelajari ilmu itu dengan kesungguhan yang besar. Fa laa yashrifuhu ilad dunya. Janganlah dia memalingkan ilmu itu untuk mendapatkan dunia. Al haqiroh yang hina, al qollah yang sedikit, al faniyah yang fana. Jangan sampai ilmu yang berharga itu, untuk mendapatkan dunia yang hina sedikit, yang fana.

Wa qolan nabiyu shollallohu 'alaihi wa sallam. Ittaqud dunya... Coba apa artinya ittaqud dunya. Apa diartikan takutlah kepada dunia? begitukah? atau diartikan waspadai dunia. fawalladzi nafsu muhammad biyadihi. Demi Dzat yang jiwa di tanganNya (Demi Alloh, maksudnya begitu). Innahaa la asharu min haruuti wa maruuti. Sesungguhnya dunia itu lebih menyihir, daripada harut dan marut. Kalau harut dan marut saja sangat menyihir, bisa menipu, dengan ada hikmah di balik itu. Apalagi dunia, dunia lebih daripada itu. Hiyal dunyaa aqollu minal qoliil
dunia itu lebih sedikit dari sedikit

wa 'asyiquhaa adzallu minadz dzalil Dan pecinta dunia itu lebih hina dari orang yang hina.

Tushimmu bi sihrihaa qouman wa tu'mi. dia bisa menulikan (dunia itu ya... ) satu kaum, wa tu'mi dan juga bisa membutakan. fahum mutahayyiruuna bilaa dalili, maka mereka akan menjadi orang kebingungan tanpa dalil, tanpa pembimbing, ketika seseorang sudah sangat cinta kepada dunia.


wa yanbagi (dan semestinyalah) li ahlil ilmi ( ahlul ilmi itu)
an laa yudzilla nafsahu (untuk tidak merendahkan dirinya) bith thoma'i (dengan tamak) Fi ghoiri mathma'i
berharap kepada sesuatu yang tidak semestinya diharapkan. Tidak semestinya orang yang berilmu, atau orang yang mencari ilmu merendahkan dirinya dengan cara, dia ikut rakus, bersama orang2 yang rakus. Padahal ilmu yang dimilikinya itu sudah cukup untuk dia merasa, berharga, merasa mulia. Jadi tidak semestinya, Atau semestinyalah, para ahli ilmu untuk tidak merendahkan dirinya / menghinakan dirinya, dengan cara apa? tamak rakus, pada sesuatu yang tidak seharusnya dia tidak tamak. Wayataharrozu, dan menjaga diri amma dari sesuatu fihi maa dzalla al ilmi yang bisa menghinakan ilmu yang dimilikinya. Merendahkan diri, waspada terhadap hal yang bisa merendahkan ilmu yang dimiliknya wa ahlihi (dan juga merendahkan orang2 yang berilmu yang lainya) wayakuuna mutawadhi'an (dan seharusnya dia menjadi orang yang tawadhu'). Dan tawadhu' itu posisinya diantara takabbur dan rendah diri. Tidak dia takabbur, tidak dia rendah diri (pertengahan) itulah tawaddhu', wa 'iffati kadzalik (dan juga 'iffah). Wa yu'rofu dzalika, fi kitabil akhlak. Dan itu semua dapat diketahui dalam kitab tentang Akhlak. Kapan seorang yang berilmu merendahkan ilmunya? ketika dia menampakkan sesuatu yang tidak sepantasnya, tampak dari orang yang berilmu. Katakan misalnya begini.... kalau misalnya ananda pergi ke bioskop.. dengan pakai pakaian pakaian putih, orang melihat. Yang pergi kita sendiri, tapi kita membawa seragam maka secara tidak langsung, kita telah merendahkan lembaga kita. Kenapa? karena kita mendatangi tempat yang tidak semestinya didatangi oleh pencari ilmu. Menggunakan pakaian seragam lagi, begitu. Maka jangan gara2 kita, tercoreng nama lembaga kita, ananda yang akan menjadi ustadz, menjadi alim, jangan gara2 perilaku kita yang tidak sesuai, lembaga kita, atau ilmu kita, atau para ulama direndahkan gara2 kita. Ini yang harus dijaga, jika kita harus di dunia ilmu, maka kita harus menjaganya, menjaga perkataan, perbuatan, dan tidak tanduk.

Ansyadanii 'an syaikhu al imam ruknuddin, disenandungkan oleh syaikh al imam ruknuddin, yang lebih dikenal dengan al adzim al mukhtar, sebuah syi'ir. innat tawadhu'a min hisholi al muttaqii sesungguhnya tawadhu' itu sifat orang yang bertakwa wa bihi yaltaqi, ilal ma'ali yartaqi dengan tawadhu' itulah orang yang bertakwa bisa naik derajatnya ke tingkat yang tertinggi. wa minal ajaibi termasuk hal yang sangat kita herankan, 'ujubu man huwa jahil. kesombongan orang yang bodoh. Ujubnya orang yang bodoh, itu sesuatu hal yang mengejutkan, mengherankan. Dia bodoh, tapi dia ujub.... kalau dia berilmu dia ujub, ya mendinglah, ada yang akan disombongkanya..ini tidak, dia bodoh, dan dia ujub. Fi haalihi am huwa sa'idu am saqiyu dia ujub dalam kondisi dirinya, dan dia tidak tahu apakah dia akan menjadi orang yang berbahagia, ataukah orang yang sengsara di hari akhirat. Am kaifa yukhtamu umruhu, au ruhuhu. Dia ditutup usianya, bagaimana usianya akan berakhir. Apakah berakhir dengan khusnul khotimah ataukah? tidak?? apakah pantas bagi orang yang tidak tahu akhir kehidupanya bagaimana? nanti di akhirat apakah ada dibarisan orang yang sa'id (bahagia), ataukah yang syaqiy? dia merasakan sombong...gak pantas, gitu intinya. yauma ad dawaa mutasaffilun au murtaqi.. di hari ujian itu, dia bisa mutasaffil (turun derajatnya) atau murtaqi (naik derajatnya).
wal kibriyaau li robbinaa shifatun bihi kesombongan itu sesungguhnya hanya milik Tuhan kita, sifat dzatnya yang mulia makhshushon, khusus untuk Dia saja. fatajanabanhaa (maka jauhilah, sombong itu) wattaqii dan waspadai kenapa? karena itu layaknya hanya untuk Alloh saja. Ingat sebuah hadits, al kibriyaau ridaa-i. Fa man... naada'ani.... Kesombongan itu merupakan selendangku, (kata kiasan ya, kata majas). Siapa yang merebut selendangku, aku perangi. Kita yang sombong berarti? ingin merebut selendang Alloh. Qola abu hanifa, kata abu hanifah. kepada para sahabatnya, kepada para muridnya. Adzimuu amaaimakum apa arti amaim? amaim itu jamak daripada imamah. Apa artinya imamah? sorban. Muliakan sorban kalian, kata abu hanifah. Ananda kadang kita melihat.. kenapa? ulama pakai sorban? apakah dia ingin terlihat berbeda dari masyarakat? itu ada hikmahnya lho.. ada hikmahnya. Sorban itu akan membuat mereka itu lebih menjaga dirinya. Apakah mungkin... dia pakai sorban ke diskotik? karna ada rasa malu, menghargai sorban yang dipakai, Ketika kita tidak pakai sorban, kan kadang kita merasa kurang waspada terhadap kiri kita. Bisa masuk ke berbagai tempat, kan gak ada yang menghalanginya. Sorban itu oleh para ulama ada tujuanya, lebih menjaga diri dari hal2 yang tidak sepantasnya dilakukan. Paling tidak menghargai sorban ini. Adzzimu amaaimakum muliakan sorban kalian. kata abu hanifah. Wawasi'u akmamakum, dan luaskan atau lapangkan akmam, akmam itu lengan baju. Dulu para ulama kita, pakai sorban, dan pakai jubah yang itu lengan bajunya itu besar. Apa tujuanya coba? banyak gunanya, diantaranya untuk tempat buku disana. Atau mungkin tempat uang nanti disedekahkan langsung. Jadi memang sengaja itu dibesarkan, tapi juga ada sebagian cerita2, itu juga untuk menyimpan kue2 kadang2. Pergi ke kondangan kan, daripada nanti malu, dimasukkan ke akmamnya itu. Wawasi'u akmamakum, luaskan akmam atau lengan baju kalian, itu juga ada hikmahnya. Wa innama qola dzalika pesan ini disampaikan abu hanifah, apa tujuannya? li alla litaskhofa bil ilmi. Agar ilmu tidak direndahkan oleh orang. wa ahlihi Dan juga ahli ilmi tidak direndahkan oleh orang. Jadi kalau kita melihat para ulama dahulu, mereka begitu mereka berpakaiannya khas. Pakai jubah, sorban, agar apa? agar ada.. haibah para ulama itu. Ada kemuliaan, karena mereka dihargai. Kalau tidak geitu ya orang tidak terdorong untuk menghargai para ulama. Walaupun tentunnya tidak hanya sekedar berpakaian saja. Pakaian yang justru mencerminkan isi di dalamnya.

Dan mestilah seorang penuntuk ilmu, an yuhassila (untuk memiliki) mendapatkan kitab al washiyah yang ditulis Abu Hanifah kepada yusuf bin kholid as simthy. Ketika ulama merekomendasikan sebuah kitab, ini berarti penting ini. Ini penting. Ini bagus nanda, untuk memilih kitab mana yang harus kita miliki, coba lihat kitab2 mana yang direkomendasikan para ulama. Nah az zarnuji mengatakan seorang pencari ilmu, harus punya buku ini. Kitab yang judulnya al washiyah. Al washiyah itu kitab yang ditulis abu hanifah, yang ditujukan kepada muridnya Yusuf bin kholid as simthy. Romathullohi 'alaihi. Inda ruju'i ketika muridnya itu pulang ke keluarganya, ke anak2nya. Nah berarti kitab ini penting (untuk dibaca). Nah ananda, kita ini sekarang sudah mudah. Jangan nanti berfikir, bagaimana cara mendapatkanya? apakah harus ke kairo dulu, ke madinah dulu. Tidak... mudah .. mendapatkan di? di google. Banyak itu... di pdf kan. Ada memang kitab washiyah, washiyah abu hanifah kepada? Yusuf bin kholid as simthy. Itu ada dalam majmu'ah, kumpulan kitab2 Abu Hanifah. Ada fiqhul akbar, ada washiyah ini. Nah nanti kalau berminat, nanti bisa kita share kan. Ada PDF nya yang bisa kita baca. Berarti ini buku penting, buku penting yang harus dimiliki oleh seorang tholibul ilmi, menurut? Az zarnuji, pengararang buku kita ini.

Wa qod kaana ustaadzunaa, guru kami Ustadz Burhanudin, dan Ali bin Abu bakar, memerintahkan, menyuruh kami untuk menulis buku ini. inda ruju'i ilal baladi, ketika saya pulang ke kampung halaman. Dulu kan tidak ada percetakan, kalau ingin punya kitab harus ditulis ulang. Wa katabtuhu dan saya telah menulisnya, w alabudda lil mudarrisi, dan mestilah seorang guru, wal mufti, dan seorang mufti, fi mu'amalatinnas, orang yang akan memfatkan berbagai muamalah manusia, minhaa (memiliki buku ini) washiyat. Buku ini penting bagi seorang muddaris, seorang guru, seorang tholibun ilmi, seorang pencari ilmu, dan seorang mufti. Ini buku tentunya luar biasa untuk dikaji dan ditelaah.


Baik, ini sudah di halaman yang ke 45... kita lanjutkan lagi di pertemuan yang kelima. 2 Minggu lagi insyaalloh, sebelum kita tutup, apakah dari asatidzah yang hadirs, dari ananda kami para tholabah dan tholibat, atau meragukan beberapa kalimat mungkin yang terlewat. artinya terjemahnya atau maknanya. Ataupun yang lain, monggo ditanyakan. Ada ulama kita, dari Sumatera Barat. Abdul hamid hakim namanya, beliau murid dari ayahanda Buya Hamka. Mengarang sebuah kitab yang berjudul, tahdzibul akhlaq. Tahdzibu Al Akhlak, pendidikan akhlak. Kitab itu merupakan intisari dari kitab ibnu miskaway. Disana dijelaskan, bahwa akhlak yang mulia itu, adalah al wasath, pertentangan antara dua hal yang bertentangan. Al wasath, atau al adl, antara dua hal yang bertentangan. Asy syaja-ah itu akhlak yang mulia (keberanian). Berani itu artinya posisi tengah antara pengecut (sisi yang tercelanya) dan antara yang gegabah (ceroboh). Pengecut, dia gak mau untuk maju, gak mau untuk mengambil resiko, itu pengecut. Diantara dua akhlak yang tercela ini, terletaklah akhlak pertengahan, nah itu lah yang mulia, yaitu as syja'ah, berani. Berarti berani itu tidak ceroboh, tidak juga pengecut. Tengah2 sifatnya. Akhlak yang mulia itu diantaranya adalah dermawan. Dan dermawan itu adalah pertengahan antara boros dan kikir. Boros itu tercela, dan kikir itu tercela juga, pertengahanya adalah al karom, pertengahan. Tidak terlalu memberikan infaq / sedekah sehingga kita sendiri jadinya kekurangan. Hal yang pokok tidak terpenuhi, jadi akhlak yang mulia itu terletak di pertengahan. Ini juga, takabbur itu kan, tercela, sombong, rendah diri (minder) tercela juga. Pertengahanya apa? tawadhu' tidak sombong, tidak juga minder. Kita pede, pedenya tidak sampai ke tahap merasa hebat. Kelebihan pede nya, PD itu kan bagus. Percaya diri kan bagus, tapi kalau sudah berlebihan dosisnya maka dia menjadi sombong. Kalau terlalu kurang dosisnya, dia rendah diri, gak pede, malu... (maksudnya malu yang berlebihan) bukan malu yang bagus. Jadi itu kesimpulan dari kajian akhlak oleh sebagian ulama. Bahwa akhlak yang terpuji itu, al wasath, pertengahan antara thorofai al madzmum (dua sisi yang tercela). Antara sisi yang berlebihan ke kanan, dan ke kiri. Jadi tawadhu' itu pertengahan, syaja'ah itu pertengahan, dermawan itu pertengahan. Barokallohu fiikum.

Naskuru ala hudhurikum wa natamanna an tastaqiimu ala hadzihil thoriqoh, thoriqotil ilmi, wat tafaqquh. Kita berharap semoga istiqomah di dalam mengkaji ilmu. mengkaji fiqih, mengkaji agama ini, dari mashodir (sumber2) yang mu'tamad yang terpercaya, sehingga kita bisa mencerahkan orang lain, setelah kita dulu tercerahkan. Thoyyib, Nakhtim ilsatananaa hadzihi bi qiroati Al Hamdalah Subhanakalloha wa bi hamdik, asyhadu an laa ilaaha illa anta astaghfiruka wa atubu ilaik.
Assalamu'alaikum warohmatullohi wa barokatuh.











Comments