Skip to main content

Gus Ghofur Maimoen | Cerdas Bermedia

 

Kenapa saya suka gus baha, karena terkadang gus baha suka mengingatkan sesuatu yang terkadang tidak terpikirkan oleh orang. Tapi saya gak selalu ikut terus, karena dia selalu berfikir berbeda. (Contohnya) beliau mengatakan begini yang sampai sekarang saya masih ingat, cara saya menghormati muallif ini dengan cara mengkritik muallif ini. Lha itu kalau dilakukan seluruh orang kan repot? makanya saya tidak mau terus terusan, ya kadang2 ndengarkan. Jadi kadang sudah lama gitu kepengen denger, sudah lama gitu kepingin denger. Tapi tidak mau terus menerus, gitu .. (karena) susah sekali diikuti. Dan orang seperti ini diperlukan, tapi jangan dijadikan patokan. Dan sampai sekarang saya ketemunya juga jarang2, kalau ketemu pasti diskusi yang panas2, yang wah gitu, tapi secara berkala pasti bertemu.


Misalnya begini, saya juga sama dengan gus baha, tidak punya televisi yang lokal gitu, saya baru tahu kalau orang indonesia suka sinetron, karena sampai hari ini di rumah tidak ada sinetron. Istri saya juga gak, anak saya juga gak. Melihat televisi yang (berita2 ) itu juga gak. Walaupun ada televisi, tivinya kartun aja. Dulu.. bicara tentang media ini, misalnya, kita bisa masuk melalui ham. Ham itu misalnya begini, setiap orang itu punya hak untuk menerima informasi sebaik-baiknya. Dulu itu informasi itu dipegang oleh pemerintah. Koran2 hampir semuanya, kita buka kompas, lalu buka suara merdeka, lalu buka jawa pos itu isinya sama, zaman orde baru. Dan itu dikritik...


Kemudian hak asasi manusia (HAM) itu juga menyampaikan opini sebebas bebasnya. Dan internet menyediakan itu semua. Karena itulah program dunia itu salah satunya adalah internet. Kemudian, dulu itu kalau orang itu pemalu, itu gak berani mengungkapkan pendapat itu gak berani, tapi sekarang pemalu sekalipun, itu mengucapkan pendapatnya semua. Dan itu berkat.. internet. Yang kalau musyawarah fathul qorib itu diam, tapi begitu sampai kamar kok mbuka hape, itu ya unek2nya keluar semua. Itu luar biasanya internet, jadi internet itu hampir tidak ada keputusan publik, yang tidak disertai dengan pendapat manusia indonesia yang terakses internet. Dan kita itu luar biasa, karena kita ini di dunia menempati nomor 5/6 jumlah pemakai internet di dunia ini. Luar biasa di Indonesia ini. 

Dulu yang namanya interaksi, itu ketemu fisik. Jadi saya kalau kepingin ngabari seseorang ya ketemu fisik. Yang kedua ada teknologi2 ada telegram, kemudian ada telfon rumah, lalu berkembang menjadi, telefon genggam. Tapi semuanya itu belum masal, tapi masih satu per satu. Dulu media masa itu pidato, begitu satu ngomong yang dengar orang lain. Kemudian itu kalah dengan? koran. Koran itu ditulis orang sarang, tapi kalau koranya itu nasional (kelasnya) maka itu dibaca oleh banyak orang. Makanya disebut media masa, yang satu ngomong, didengarkan orang banyak. kemudian kalah dengan televisi, dan sekarang kalah dengan media sosial. Maka tidak perlu khawatir, karena semua orang ini punya media sosial, dan kita bisa mempengaruhi banyak orang. 


Kemudian, ada perubahan di tengah masyarakat. Perubahan masyarakat itu bisa dari dalam, bisa dari luar. Bisa dari dalam itu misalnya adalah lonjakan penduduk. Terutama di asia tenggara, di asia, di daerah tropis. Karena di daerah tropis itu orang yang paling subur melahirkan perbedaan itu adalah di asia. Terutama di asia tenggara, di daerah tropis ini, apa pun subur dia. Kalau di tempat lain, tanduran metune sitik tok, kalau disini tanduran opo wae ono, roso sing piye wae ono. Kecut ono, setengah pedes ono, pedes, coklat.. ono.. kabeh iku, menungsone bentuk e juga macem2 di asia tenggara itu. Tidak ada bumi di dunia ini yang semajemuk, seperti majemuknya kita ini. Bahasanya juga luar biasa, pokoknya gak tahu kita ini dikasih oleh Gusti Alloh yang namanya daerah tropis, itu melahirkan kemajemukan yang luar biasa. Dan itu kalau kumpul, (karena orang itu gak ada yang sama). Ini misalnya perubahan yang sifatnya dari dalam.  


Misale, al anwar tahun 84. Sing seneng dangdut wong loro, iki iso opo? wong loro? gak iso opo2. Saiki sarang tahun 2017, sing asale seneng dangdut loro, saiki sing seneng dadi satus. Maka jenenge dangdut ndek sarang, iku dadi akeh. Itu lonjakan penduduk. Ning sarang ndisek, jan2ne yo podo, tahun 84 karo tahun 2017, itu dulu ya sama. Dulu itu sing seneng njoget2 iku yo onok, ning ming loro, ning karena penduduknya bertambah, saiki dadi satus. Maka di sarang ada pertunjukan dangdut. Itu perubahan karena lonjakan penduduk. Jane iku sing ndisek iku podo, ada perbedaan ning sitik, ora payu mergo wong siji. Itu kalau terhubung di dunia, karena sekarang itu wong sarang iso ketemu wong kragan, wong kragan iso ketemu wong pandangan, wong pandangan iso ketemu wong lasem, Sing asale wong sarang siji, ketemu wong kragan siji, ketemu wong pandangan siji, mlebu ning media sosial koyo2 akeh. Itu media sosial, perubahan karena lonjakan penduduk. Jadi jangan heran kalau santrinya modelnya aneh2, karena ada lonjakan penduduk, yang asalnya satu akhirnya bertambah. Dan itu kalau terhubung bisa sangat luar biasa.  


Kemudian, adanya perubahan itu juga bisa dari luar, lek coro wong pancur, wong lasem, mohon maaf ini, kalau misalkan daerah yang... banyak truk2 misalnya. Orang sarang itu, kalau gak ada orang yang pergi ke jakarta, dulu gak ada gua tonjok lho itu gak ada. Begitu ada orang yang dari jakarta, kerjo di Jakarta, terus muleh. Itu tiba2 ngomong, gua tonjok lho... ngapain lho... mulai timbul perubahan, jadi perubahan itu karena ada orang pergi keluar. Selama orang gak ada yang pergi ke luar, itu gak akan ada perubahan, karena gak tahu apa2, nah sekarang setiap orang itu membuka internet. Maka jangan heran kalau di sarang itu kemudian ada orang yang modele koyo amerika. Sing kene ireng, sing kene putih,, iku teko ndi? amerika.. teko ndi? yo ndelok internet kuwi. Ndisik ora ono, mergo ora ono wong sing ndelok? internet. Mulane ora ono wong sing lungo ning? amerika. Sekarang ada orang yang tanpa kesana itu .. Jadi perubahan itu karena adanya perubahan dari dalam, yang kedua itu karena dari luar karena ada (media) yang masuk.


Syukur2 kalau semua orang itu kayak gus baha, menjadikan televisi itu sebagai obyek. Khawatirnya kalau misalnya orang seperti gus baha itu ada 8 di (misalnya) kragan. Karena yang bisa menjadikan tivi itu obyek ya orang delapan itu, lainya orangnya yang jadi obyek tivi. Bedanya apa? subyek dengan obyek? nah.. bedanya bisa begini. Kalau sudah mulai kecanduan, itu sudah menjadi obyek. Dini iki aku kepingin ndelok tivi, kok sesuk aku kepingin ndelok maneh, itu hampir pasti dia itu tidak lagi menjadi subyek, tapi menjadi obyek. Maka kita tanya istri kita, kowe lak saiki tak jak lungo gak usah ndelok sinetron, wah bingung mas,, nah berarti ini dia adalah obyek. Alhamdulillah, saya dengan gus baha ini, dalam hal ini masih subyek. Jadi televisi2 itu kalau semuanya seperti saya dan gus baha itu mati. Maka (caranya) bagaimana menciptakan diri kita itu, subyek. Jangan sampai menjadi obyek (media) itu kecanduan. Salah satu yang mempercepat perubahan sosial itu adalah televisi. 


Perubahan sosial itu perubahan apa sih? kalau sudah simpul2nya itu sudah banyak berubah, itu berarti sudah banyak mengalami perubahan sosial. Pak lurah, yang dulunya itu diugemi, sekarang ora patio diugemi, itu berarti sudah terjadi perubahan sosial. Ketua gangster2, yang dulunya dicemooh masyarakat, kemudian sekarang sudah mulai banyak yang mengunggulkan, itu berarti sudah banyak terjadi perubahan sosial. Kalau simpul2 di masyarakat itu berubah, maka sistem yang ada di masyarakat itu juga berubah. Dan manusia ciri khasnya itu pingin berubah. Tahu menurut sebagian orang itu enak, tapi kalau seminggu maem tahu terus, itu yang bikin (gak enak). Ada orang yang sukanya itu telur asin, wah telur asin uenak. Sewulan dikek i telur asin, mumet sirahe. Jadi pada diri manusia itu, pasti menginginkan perubahan. Hingga pun misalnya ustadz, dikasih baju tahun 50, itu ya malu.. karena ada perubahan2. 

Yang kedua, manusia itu punya rasa ingin tahu terus menerus. Orde baru itu, koran gak patek o payu kenapa? karena dipilihkan orang. Dipilihno iku gak seneng, wong iku kepingine milih dewe. Kenapa media sosial itu kok laku? karena iso milih dewe. Dan itu bisa berbahaya, milih dewe itu bisa berbahaya. Karena wong milih dewe itu.. misalnya ini gampangane contoh.. kalau kita melakukan perjalanan dari sini ke surabaya. Iku ketemu wong piro? uakehe ra karu karuan. Yang ingat dalam kepala kita itu apa? yang memenuhi selera keinginan kita. Dan kita kalau gak dipilihkan orang, milih karepe dewe, itu sedino berita yang saya baca itu adalah yang sesuai dengan selera saya. Itulah kenapa kita butuh Gus Baha. Saya itu senang dengan gus baha itu karena itu. Karena saya begitu ke kanan2... itu diingatkan, iki lho.. perlu moco. Ketemu sopo wae, ketemu wong akeh.. sing eling sing endi? yang ada di selera kita. 


Kalau kita sudah benci kepada seseorang, itu beritane wolung puluh, iku sing metu sing endi? sing elek. Sing apik? lewat... kenapa? gak mlebu ning mripat. Begitu juga kalau kita sedang cinta pada seseorang, ada berita dua ratus, yang baik cuman lima, lima itu yang nyangkut. Terus dua orang ini kalau ketemu... adu berita, itu media sosial. Karena seseorang iku senengane milih dewe, ora gelem dipilihne. Dan itu bisa berbahaya. ini bagian dari salah satu masalah yang ada di media sosial. Di meda sosial itu ada namanya al muroba' al ideologi, kalau dalam bahasa arabnya perempatan ideologi. Dan perempatan ideologi ini selalu nyangkung di kepala kita, ketika kita membaca berita. Apa itu perempatan ideologi? apa itu.. itu sebagai intelektual, sebagai pencari ilmu itu bisa berbahaya. Kalau kita sedang berdebat dengan seseorang, itu selalu membesarkan kita, membesarkan kebaikan kita, dan menjelekkan lawan bicara kita, itu perempatan yang pertama. Perempatan yang kedua selalu mengecilkan kekurangan kita, membesarkan kejelekan lawan bicara kita. Dan itu terus menerus. Dan itu mempengaruhi media sosial di Indonesia. Dan kita berharap sebetulnya, dan kita berharap dari para santri itu, bisa menjadikan media itu sebagai obyek, dan kita bisa menjadi subyek (seperti gus baha). Kalau terus menerus menjadi obyek media, kita ini gak pinter2. Tidak cerdas bermedia, karena itu di dalam al quran, kalau kita berbicara tentang media sosial adalah

 إِن جَاۤءَكُمۡ فَاسِقُۢ بِنَبَإࣲ فَتَبَیَّنُوۤا۟ 


Kalau ada berita, yang pertama harus kita lakukan adalah, cek, ini benar atau tidak. Kalau benar.. oke masuk, kalau tidak benar.. jangan masuk. Yang kedua, kalaupun sudah benar, itupun masih ditunggu, manfaat apa tidak? manfaat. Kalau manfaat, kita lepas (share) kalau tidak manfaat? (jangan di share) jangan dilepas. Jadi pertama, kita ini harus menjadi subyek. Saya setuju, terimakasih Gus baha, bahwa ternyata tidak semua orang yang melihat itu selalu menjadi obyek. Tetapi banyak juga yang menjadi subyek, ustadz2 disini menjadi subyek semuanya insyaalloh, iya tho? 


Kita ini harus cerdas, bagaimana bisa mengontrol diri. Kita mengalami perubahan masyarakat itu hampir pasti, bahwa masyarakat itu terjadi perubahan karena banyak hal, karena melihat televisi.. dan kita harus mempersiapkan menangani masyarakat yang seperti itu. Generasi milenial, kalau orang sekarang bilang, generasi dimana dia besar, langsung kena internet. Itu namanya generasi milenial, generasi bapak2 e urung paham internet, anak e wes paham? internet. Nanti ada pasca, milenial. Pasca milenial itu apa? lahir bapak e wes seneng internet. Jadi generasi milenial itu anake wes seneng internet, bapak e urung seneng internet. Tapi kalau generasi pasca itu, dan itu tidak tahu apa yang terjadi. Lahirr... iku lek ngudang wes nganggo aplikasi. Secara psikologis tentu sangat berbeda dengan anak2 yang umurnya 60 dengan anak2 yang umurnya 40 ke bawah. Itu remajanya sudah kena internet, dan itu sudah mengalami banyak perubahan. Kalau kita ingin mengembalikan masyarakat, masyarakat iku enak jaman kuno, itu sudah gak bisa.. gak bisa melawan zaman itu sudah gak bisa. Ya yang ada ini bagaimana kita mensiasatinya. Gak mungkin.. hei wong sarang, jangan ada yang pakai internet. Gak ada yang mau. Di jamin gak ada yang mau, kalau masih di pesantren masih bisa, tapi kalau sudah di masyarakat, di jamin gak ada yang mau. karena di tengah masyarakat kita akan kesulitan. 

Saya kira itu, terimakasih
kepada moderator saya kembalikan. Assalamu'alaikum warohmatullohi wa barokatuh. 


Comments