Skip to main content

KH. Abdul Haris Jember | Pembelajaran Nahwu Shorof 6 | Problematika Membaca Kitab Kuning | Mufrodat

 

Assalamu’alaikum warohmatullohi wa barokatuh
Bismillah
Alhamdulillah


Washsholatu wassalamu ‘ala Rosulillah sayyidinaa Muhammadin wa’ala alihi wa shohbihi wa man wa laahu.

Robbisy rohlii shodri, wa yassirly amri, wahlul uqdatan min lisaani, yafqohuu qouli..



Amma ba’du

Dalam kesempatan siang hari ini, kita melanjutkan kajian kita setiap jum'at siang. Yang berusaha untuk mengurai, pembelajaran kitab kuning. Problematika pembelajaran kitab kuning, harus saya tegaskan bahwa membaca kitab kuning ini menjadi problem yang cukup serius. Membaca kitab itu merupakan prasyarat mutlak yang harus dimiliki oleh seorang intelektual muslim. Itu prasyarat mutlak, tidak bisa dibayangkan seorang intelektual muslim tidak bisa membaca kitab. Akan tetapi, sampai saat ini membaca kitab masih dianggap sulit, sampai saat ini banyak dari lembaga pendidikan yang kurang mampu mengantarkan peserta didiknya terutama di lembaga formal untuk memiliki kemampuan membaca kitab kuning. Oleh sebab itu kita akan rutin untuk melakukan kajian2 sebagaimana sekarang ini, tujuanya adalah memberikan masukan2 kepada lembaga2 yang ada itu. Bagaimana mencari solusi yang tepat dalam rangka menjadikan peserta didik itu bisa membaca kitab kuning itu. 


Dalam pertemuan2 yang kemarin kita sudah mencoba untuk menguarai dan juga menegaskan, bahwa membaca kitab atau memahami kitab itu tidak sesederhana misalnya belajar nahwu shorof.  Karena banyak orang yang melakukan simplifikasi. Banyak orang yang menyederhanakan bahwa membaca kitab itu identik dengan nahwu / shorof. Kita harus menegaskan bahwa yang namanya membaca kitab itu beda dengan nahwu shorof. Nahwu shorof itu adalah merupakan bagian kecil, dari membaca kitab. Itu harus ditegaskan, karena yang kita lihat, tawaran2 metode yang cepat itu, tawaran2 metode yang instan itu, itu hanya mengurai aspek nahwu shorofnya, dan itu tidak menyelesaikan masalah. Harus saya tegaskan, banyak orang yang bisa membaca kitab melalui jurumiyah, banyak orang yang bisa membaca kitab melalui nahwul wadhih. Banyak orang yang bisa membaca kitab dari metode2 klasik yang dulu masih belum ada pembaharuan itu, kenyataanya banyak. Jadi kita tidak boleh melakukan simplifikasi, tidak boleh melakukan penyederhanaan, bahwa yang namanya membaca kitab itu identik, atau sama persis, dengan pembelajaran nahwu shorof. 


Fahmul Kutub
Nahwu shorof itu bagian kecil dari membaca kitab. Kita sudah mencoba untuk mengurai kemarin itu, bagaimana unsur2 yang harus dipenuhi, ketika kita menjadikan fahmul kutub menjadi tujuan. Yang pertama itu adalah unsur? Qowaid, bisa nahwu, bisa shorof. Bagaimana belajar nahwu, bagaimana belajar shorof, itu sudah kita coba untuk kita urai bagaimana caranya. Seperti yang kemarin saya ulang, kalau belajar nahwu itu kata kuncinya kudu sistimatis. Kalau belajar nahwu kok kemudian tidak sistimatis, maka pasti berdampak pada kekacauan berfikir dari peserta didik, yang kemudian peserta didik berkesimpulan bahwa nahwu itu sulit. 

Sistematis sebagaimana yang kemarin kita tegaskan, bisa jadi diterjemahkan dengan tahapan belajarnya kita harus mulai dengan al hifdzu dulu, kemudian al fahmu, kemudian at tatbiq. Sistematis juga bisa dipelajari dengan kita berangkat dari pelajaran yang sangat sederhana, terus merangkak naik menuju pembelajaran yang kompleks. Dari kalimah, kemudian ke i'rob, kemudian ke jumlah yang laha mahalun minal i'rob, laa lahaa mahala laha minal i'rob. Sistematis juga bisa diterjemahkan dengan? kemarin sudah kita jelaskan. Kita harus memulai dengan materi prasyarat, dan kemudian bergerak masuk menuju materi inti. Itu semacam itu. 

Belajar tashrif bagaimana? ya seperti yang kemarin kita tegaskan, mari kita ubah paradigma tashrifan. Setelah kita bisa mendeskripsikan orang itu menguasai shorof itu apa? yang pertama bisa tashrifan, yang kedua ngerti shighot, yang ketiga itu adalah ngerti fawaidul makna. Kemudian ketika kita sudah masuk ke pembelajaran tashrifan itu, baik isthilahi maupun lughowi, kita harus mengubah paradigma tashrifan itu dari kemampuan jadi ketrampilan. Dan ini berarti anak kecil pun, sebenarnya untuk mentashrif itu mampu. Kita sudah memulai bagaimana inti dari pembelajaran tashrif istilahi. Kita juga sudah mengurai kata kunci yang harus kita miliki yang kita ajarkan tashrif lughowi. Dan pada kesempatan ini kita masuk pada pembelajaran komponen kedua dari fahmul kutub, disamping fawaid, kita harus mengerti mufrodat. Terus terang kalau seandainya kita lihat komponen2 yang ada, komponen qowaid, komponen mufrodat, komponen tatbiq, maka komponen qowaid itu tidak begitu berat. Bahkan kalau seandainya saya tanyakan qowaid, nahwu shorof itu yang sulit yang mana? itu sampeyan gak bisa jawab ternyata. 

Pundi sing angel bab qowaid itu? 

  • opo bab marfu'at?
  • opo bab manshubat
  • opo bab majrurot. 

Iku gak iso njawab. Itu berarti sebenarnya materi2 yang ditawarkan di dalam qowaid itu tidak sulit. Lha yang harus sampeyan hati2 ketika sampeyan membaca kitab, atau memahami kitab itu sebagai kitab itu sebagai tujuan,   itu masalah mufrodat. 

Mufrodat itu luar biasa, orang yang sudah bisa menganalisis oww.. ini fa'il, oo.. ini naibul fail ini mubtada, ini khobar. dan seterusnya, belum tentu pada akhirnya berkesimpulan bahwa maksud dari teks ini adalah seperti ini, ketika yang bersangkutan itu tidak mengerti arti dari masing2 kata itu. Dan mufrodat itu sangat luas, kalau misalnya kita ngomong dalam konteks fiqh misalnya, sampeyan harus hafal mufrodat yang mewakili bab ibadah, harus hafal mufrodat yang mewakili bab muamalah, harus hafal mufrodat yang mewakili bab munakahat, harus hafal mufrodat yang mewakili bab jinayat. Jadi hafal bab ibadah, hafal bab mu'amalah, hafal bab munakahat, hafal bab jinayat, itu kalau seandainya kita hanya ngomong fiqih. Padahal kajian keilmuan itu tidak hanya terbatas hanya pada fiqh. Ada tasawuf disitu, kemudian ada ilmu kalam disitu, ada filsafat disitu, bisa kita katakan bahwa perbendaharaan kata, vocab itu tak terbatas. Ini penting untuk saya tegaskan, karena banyak orang melakukan simplifikasi, banyak orang melakukan penyederhanaan, seakan yang namanya membaca kitab itu adalah nahwu shorof, bukan. Nahwu shorof itu bagian terkecil dari kemampuan membaca kitab. Disamping itu apa ustadz? 

Disamping itu, disamping kemampuan nahwu shorof, atau qowaid itu ada kemampuan yang sangat (mempengaruhi), yaitu kemampuan menghafal mufrodat yaitu koleksi mufrodatnya apakah termasuk sedikit atau banyak. dan melihat kajian keilmuan itu banyak, ada yang fiqh ada yang ilmu tasawuf, ada yang ilmu kalam, ada yang filsafat, ada yang kedokteran dan seterusnya, maka sampeyan tidak boleh berhenti membaca. Saya kepingin menjelaskan kepada panjenengan, oleh sebab itu ya itu tadi, kalau lembaga itu kemudian itu menentukan fahmul kutub, membaca kitab itu sebagai tujuan, maka harus ada alokasi waktu tertentu, yang disitu itu menekankan yang disitu itu mewajibkan, para santrinya, para peserta didiknya, untuk menghafalkan mufrodat. 


Yang dimaksud mufrodat disini tergantung tujuanya, mufrodat apa? kalau mufrodat keilmuan berarti bukan mufrodat sehari2. Seperti yang kita ketahui untuk lembaga kita misalnya targetnya adalah keilmuan, bukan ngomong sehari-hari. Itu berarti, mufrodat yang biasa kita pakai sehari-hari itu belum mencukupi untuk kemudian itu teman2 itu bisa membaca kitab fiqih, belum mencukupi teman2 itu membaca kitab tasawuf, belum mencukupi ketika misalnya membaca kitab filsafat, kedokteran dan selanjutnya. Saya harus menegaskan ini sejak awal, karena kenyataanya memang seperti itu. Harus ada kesadaran bersama bahwa mufrodat itu sangat serius. Dibelakang ini, kita ada contoh misalnya...


فإن تنظيم شؤون الحياة والعلاقات الاجتماعية بين الناس  , لا يتم على نحو 

صحيح في ميزان العدل الإلهى والمنطق البشري  , بدون عقيدة, وأخلاق

رصينة , ومبادئ وأنظمة شاملة , تضع حدا للفرد في ذاته و في سره و علانيته 

وللأسرة الخلية الأولى للمجتمع , وللمجتمع الكبير المنتظم السلطان الدولة

 ليعيش في آمن و استقرار ويظل في تقدم إلى الأمام , وليحمي نفسه من

الأمراض البي قد يتعرض لها , والبيارات التي تغروه وتهز كيانه , إما بسبب

الضعف و الاتحلال و الفساد , أو بسبب الفقر و الجوع , أو بسبب التسلط و الظلم

والاستفباد أو بسبب الترف و الأهواء أو بسبب طغيان الماطة على كل شيء

كما في عصرنا الحاضر


Saya kepingin menegaskan, kalau kemudian sejak awal kita itu memiliki kesepakatan memiliki pandangan misalnya bahwa tujuan akhir itu adalah fahmul kutub. Maka kita tidak boleh puas misalnya dengan mampu menganalisis sebauh teks, dari aspek tarkibnya. dari aspek kedudukan i'robnya. Dari aspek bahwa ini dibaca rofa' dibaca nashob dibaca jar, dibaca jazm, karena ini bukan tujuan. Apa manfaatnya kita tahu ini mubtada, ini khobar, ini na'at ini fail, apa manfaatnya apa...?? ketika kita disuruh menyimpulkan kira2 murodnya, kira2 maksud dari teks itu apa? pada akhirnya gak ngerti juga. Dan sampeyan akan mengalami kejadian yang seperti itu ketika sampeyan hanya mampu menganalisis dari aspek nahwu shorofnya, akan tetapi tidak memiliki bekal dalam konteks mufrodatnya.

 

Fiqhul Islami wa Adilatuhu

Sudah mampu misalnya disini... Sudah mampu mengatakan ustadz, kalau seandainya ada hamzah nun misalnya, 

فإن تنظيم

dari aspek nahwunya sudah bagus itu. Itu memungkinkan dibaca 

  • أنْ
  • إنْ
  • أنّ
  • إنّ

Sudah mampu beranalisis semacam itu sudah mampu. Tergantung apa yang jatuh sesudahnya itu apa kalimah isim atau kalimah fi'il. 

Kalau yang jatuh setelahnya adalah isim pilihanya cuma dua ustadz, kalau gak anna ya inna. Sudah tahu misalnya kalau anna itu selain huruf taukid, huruf nashob dan juga huruf mashdariyah. Kalau inna itu hanya dua ustadz, huruf taukid dan huruf nashob saja. Sudah mampu berpendapat semacam itu, karena tandzim niki merupakan bentuk mashdar ustadz. 


فإن تنظيم

kalau seandainya ini ditashrif, nah... tashrifnya sudah jalan. Ini berasal dari 

نظّم - ينظِّم - تنظيمًا

Sudah ngerti bahwa tandzim itu adalah isim. Tulisan seperti ini tidak bisa dimaknai, atau tidak bisa diberi status yang lain, kecuali isim. Misalnya seperti itu. 

تنظيم

Tulisan seperti ini tidak mungkin lalu kita maknai sebagai fi'il, tulisan seperti ini hanya satu kemungkinan yaitu isim, yaitu isim, yaitu mashdar. Ini berasal dari 

نظّم - ينظِّم - تنظيمًا

فإن تنظيم شؤون الحياة والعلاقات الاجتماعية بين الناس

Seperti itu sudah mampu. Ustadz disini tidak ada AL nya ustadz, karena demikian ini maunya dimudhofkan kepada lafadz syu-un. Pun demikian, syu-un ini juga tidak ada AL nya, berarti memungkinkan disamping ini ditentukan sebagai mudhof ilaihi, juga pada akhirnya ditentukan sebagai mudhof. Dan dimudhofkan kepada Alhayaati, oleh sebab itu al hayati ditentukan sebagai mudhof ilaih. 

Sudah mampu semacam itu, menjadi bermasalah jika apa artinya 

تنظيم

شؤون

الحياة

Apa artinya tandzim itu rek? apa artinya? misalnya? lha lek umpamane gak njawab ngene kan berarti gak pati iso misalnya. Sudah ngerti misalnya, tandzim itu isim fi'il atau huruf. Isim niku ustadz, kalau berusaha ditashrif itu berasal dari shighotnya nopo? niki mashdar, berarti berasal dari fi'il madhi nopo? nadzhoma. Coba ditashrif bareng2 ayo...

نظّم - ينظِّم - تنظيمًا

Sudah ngerti, tapi bermasalah kalau seandainya kata2 

تنظيم

شؤون - tidak ada kesadaran bahwa ini merupakan bentuk jamak dari شأن

Tidak ada kesadaran semacam itu, tidak faham itu. Sudah tahu bahwa 

فإن تنظيم شؤون الحياة

tandzim itu isim dari inna
kemudian tandzim dimudhofkan,
syu-un sebagai mudhof ilaihnya. kemudian disamping menjadi mudhof ilaih juga menjadi mudhof, dan seterusnya itu. Itu tidak ada manfaatnya. Karena tujuan akhir kita adalah menyimpulkan, kira2 pengertian dari ini apa? (fahmul kutub). 

Tulisan itu dibaca dalam rangka menginformasikan apa yang ada pada otaknya penulis, diinformasikan kepada pembaca.  Dan itu tidak cukup misalnya kita hanya ngerti, bahwa tandzim itu isimnya inna misalnya. 

فإن تنظيم شؤون الحياة والعلاقات الاجتماعية بين الناس


wawunya ini merupakan wawu athof, yang jatuh setelah wawu athof itu disebut sebagai ma'thuf, Ma'thuf cara bacanya harus disesuaikan dengan ma'thuf 'alaih. Itu tidak cukup seperti itu, kalau seandainya sampeyan itu tidak tahu al alaqoh itu apa artinya, al ijtima'iyah itu apa artinya. 

العلاقات

الاجتماعية

Tidak cukup misalnya dalam aspek nahwu, asalnya ijtima'un ustadz, itu merupakan bentuk mashdar dari

اجتمع - يجتمع - اجتماعا

Kemudian diberi ya nisbah, berarti ini isim sifat ustadz, tidak cukup hanya kemudian memahami itu. Tapi arti dari ijtima'iyah itu harus ngerti sampeyan. Misalnya opo artine baina, opo artine nas, itu harus paham sampeyan kalau seandainya kita tidak faham, maka tujuan kita bagaimana mengungkap maksud dari kitab itu, bagaimana memahami kitab itu, menjadi bermasalah. 

بين الناس

Saya cuma kepingin menegaskan itu sebenarnya. 


Jangan kemudian kita merasa puas, dengan kemudian hafal nahwu, hafal shorof, bisa menganalisis nahwu, bisa menganalisis shorof dan seterusnya, jangan kita merasa puas terhadap itu, karena itu bagian terkecil ketika kita ngomong dalam konteks unsur2 yang harus dipenuhi oleh seseorang ketika yang bersangkutan kepingin bisa membaca kitab. Oleh sebab itu sering saya katakan, kalau sendainya sampeyan itu tidak punya waktu khusus setiap hari untuk hafalan mufrodat, untuk misalnya membuka kamus, tidak punya waktu khusus membaca kitab, sampeyan, meskipun sampeyan nahwunya bagus, tapi saya bisa mengatakan bahwa kemampuan membaca kitab sampeyan itu pasti jelek. 


Mufrodat yang kita hafal itu, bisa jadi kalau seandainya tidak terus kita update, tidak coba kita pertahankan, bisa jadi mufrodat2 yang ada itu bukan bertambah, tapi justru... hilang. Sehingga uraian2 semacam ini menjadi penting untuk mengevaluasi diri kita, kita itu sebenarnya sudah on the track apa tidak? Pada jalur yang benar apa tidak? sebenarnya? Saya harus katakan, bahwa membaca kitab itu sangat penting.  Kalau seandainya kalian ingin menjadi intelektual muslim. Sangat penting, menjadi bermasalah kalau seandainya sampeyan hanya ngerti nahwu. Sing jenenge an naashir (unsur2 ) عناصر seperti kemarin itu, 

  • ada qowaid
  • ada mufrodat
  • ada tatbiq

Kalau seandainya orang mufrodatnya bagus, qowaidnya jelek, ini sudah ceritanya. 

  • Tandzim gak ngerti artine, 
  • syu-un itu opo? gak ngerti. 
  • hayah mungkin ngerti artine
  • 'alaqoh mungkin bisa ngerti bisa tidak
  • ijtima'iyah iku opo artine? 
  • baina mungkin ngerti artine
  • annaas mungkin ngerti artine
  • laa yatimmu  mungkin ngerti artine


Masing2 kata yang merangkai ini harus tahu artinya, kalau seandainya tidak, maka yang terjadi adalah kita hanya mampu mengurai dari aspek nahwunya saja, akan tetapi tujuan awal dari uraian nahwu itu adalah murod, itu tidak bisa kita dapatkan (capai). Kalau seandainya kita uraikan sederhana. 

فإن تنظيم شؤون الحياة والعلاقات الاجتماعية بين الناس

fainna tandzima syu-uunil hayati, wal 'alaqoti. Wawune wawu athof, al 'alaqoti iku disebut sebagai ma'thuf, ma'thuf itu harus disesuaikan dengna ma'thuf 'alaihnya. Mana ma'thuf alaihnya? ma'thuf alaihnya itu adalah syu-unil hayati. Yang kedudukanya adalah sebagai mudhofun ilaihi. Inilah alasan kok kenapa kemudian ini harus dibaca al 'alaqoti. Al ijtima'iyati ini menjadi na'at dari al 'alaqoti, karena al ijtima'iyah ini adalah merupakan isim sifat. Isim mansub misalnya, inilah alasan kenapa kok dibaca al ijtima'iyati. Bainannnasi, baina itu adalah dzorof, baina ini adalah mudhof, dan an naas ini adalah mudhofun ilaih, inilah kemudian kok dibaca an naasi. 


لا يتم على نحو  صحيح في ميزان العدل الإلهى والمنطق البشري

Laa yatimmu, laa disini disebut laa an nafiyah, bukan laa nahiy.  Karena laa nahi, maka tidak memiliki fungsi sebagai amil, oleh sebab itu fi'il mudhore' tetep dibaca rofa disini. Karena tidak ada amil yang masuk atau disebut sebagai tajarrud anin nawaashibi wal jawazim. 

ala nahwin shohihin, shohihin ini adalah isim sifat, oleh sebab itu adalah susunan na'at man'ut. 

fii mizanil 'adli adalah susunan jar majruf

mizanil 'adli itu adalah susunan idhofah, mizan sebagai mudhof, al adli sebagai mudhofun ilaihi. 

Al ilaahi itu adalah sebagai na'at, ilaahun ilaahiyun ini adalah isim sifat ini, isim mansub. 

والمنطق البشري

wawune wawu athof misalnya. Al manthiq itu adalah merupakan ma'thuf dima'thufkan kepada al 'adli. 


biduuni aqidatin 

biduuni itu adalah susunan jar majrur.

duuni aqidatin itu adalah susunan mudhof mudhof ilaih misalnya. Saamiyatin ini adalah menjadi na'at dari aqidah misalnya.  


Iku wes ngerti kabeh koyok ngono kuwi

فإن تنظيم شؤون الحياة والعلاقات الاجتماعية بين الناس

لا يتم على نحو  صحيح في ميزان العدل الإلهى والمنطق البشري

Laa yatimmu itu jadi khobar inna. 

Tapi menjadi bermasalah jika masing2 kata yang merangkai sebuah teks itu tidak difahami. Terus terang, kalau saya pribadi itu, mana ustadz yang paling berat diantara, unsur2 yang ada ini, unsur2 qowaid, unsur2 mufrodat, unsur2 tatbiq, mana yang paling berat? yang paling berat itu adalah mufrodat ini. Yang paling berat itu mufrodat, sudah seperti yang kita sering dengar itu ya, ketika ustadz farid, ustadz dairomi ngajar, dari aspek qowaidnya sampeyan sudah dianggap bagus. 

Akan tetapi karena kesibukan kita di lembaga pendidikan formal itu luar biasa, sehingga minat baca atau kemampuan baca kita itu rendah, akhirnya apa kesimpulanya? koleksi mufrodat kita menjadi? rendah. Sehingga kepekaan terhadap teks itu menjadi rendah juga. Ini penting untuk ditegaskan itu, karena yang namanya mufrodat itu tidak terbatas dan itu sifatnya personal.  Mufrodat itu tak terbatas, dan sifatnya personal. Tergantung, sampeyan gelem moco opo gak? Pada saat temen2 kita tidur, sampeyan gelem moco opo gak? Gelem mbukak kamus opo gak? Kalau kemudian tradisi kita, tidak sering mbuka kitab, jangankan mufrodat sing akan dikuasai, sing sedang dikuasai itu hilang itu. Jadi penting untuk selalu ditegaskan semacam ini, karena kenyataanya qowaid (nahwu shorof itu) kenyataanya bukan satu2nya hal yang menentukan orang bisa membaca kitab. Nahwu shorof itu sederhana, kita bisa pastikan bahwa yang namanya teman2 ketika mondok disini, itu satu tahun rata2 nahwu shorofnya sudah bagus. Bahkan kemampuanya itu hal2 yang sifatnya tinggi, kenyataanya apa yang ada di dalam teks itu sudah kita berikan. 

misalnya

  • al asma' al amilah amalal fi'li
  • jumlah yang lahaa mahalun minal i'rob dan laa lahaa mahalallaha minal i'rob. 
  • kemudian i'malul mashdar

Semuanya itu sudah kita berikan, dan cuman butuh satu tahun ternyata, tidak lebih dari itu. Pada umumnya satu tahun itu sudah tuntas. Akan tetapi, forum pada siang hari ini saya itu kepingin menegaskan, bahwa membaca kitab itu bukan nahwu shorof. Sampeyan kecelek kalau seandainya sampeyan itu kok kemudian hanya berpandangan bahwa memahami kitab itu pokok e tergantung pada nahwu shorofnya, bukan. Nahwu shorof itu bagian terkecil, dari membaca kitab. Yang paling serius niku nopo? yang paling serius, yang pada akhirnya justru menentukan tingkat pemahaman sampeyan terhadap kitab, justru adalah mufrodat ini. 

Sampeyan kudu ngerti, ini mabadi' ustadz.. ini merupakan bentuk jamak dari mabda, andzimah niki merupakan bentuk jamak dari nidzomun, itu bisa dijamakkan menjadi nudzumun, bisa andzimatun, misalnya. Tadho'u ini berasal dari wadho'a -yadho'u, niki pakai ta ustadz. Itu dari aspek itunya harus faham sampeyan. Fi dzatihi wa fi sirrihi iku kudu ngerti kabeh memang. Kalau kita tidak faham, masing2 huruf yang merangkai teks itu tidak faham, tidak kemudian kita fahami, maka yakinlah kemampuan nahwu sampeyan itu kurang banyak artinya ketika dikaitkan dengan kemampuan membaca kitab. Yok nopo? carane ustadz, yo niki yang paling penting dimotifasi, semangatnya itu. Jadi ini termasuk dalam kategori maa laa yatimmul wajib, fahuwa bihi, fahuwa wajibu. Untuk menjadi seorang sarjana yang hebat, untuk bisa menjadi sarjana yang tidak kebanyakan, yang tidak pada umunya, sampeyan harus punya kemampuan kitab. Ternyata kemampuan kitab itu tidak hanya qowaid saja, justru yang paling berat niku adalah mufrodat.  Kalau dianggap justru yang membaca kitab itu pada akhirnya menjadikan seorang sarjana itu berbeda dengan  kebanyakan, sementara membaca kitab itu yang paling menentukan adalah mufrodat, yang paling sulit itu adalah mufrodat, maka ini termasuk dalam kategori 

ما لا يتم الواجب الا به فهو واجب

Maka hukumnya berusaha menambah koleksi mufrodat sebanyak2nya itu merupakan kewajiban personal, bagi sampeyan. Sampeyan ojok tenang2 saja. Mari kita hitung, waktu 24 jam itu kira2 yang banyak bagaimana?  Hafalan mufrodat itu harus konteks, sampeyan gak iso misalnya moro2 ndelok kamus, dihafalno siji2, aku sedino ate ngapalno sepuluh, aku sedino ate ngapalno rongpuluh, itu kangelan itu. Menghafalkan mufrodat itu yang paling efektif adalah sering ngaji, sering mendengarkan kamus, sering membaca kitab, itu semacam itu. Karena kalau seandainya kita lihat misalnya.



فإن تنظيم شؤون الحياة والعلاقات الاجتماعية بين الناس

لا يتم على نحو  صحيح


Fa inna tandzima syu'uunil hayati, maka sesungguhnya, pengaturan urusan kehidupan, wal 'alaqotil ijtima'iyati, dan hubungan sosial
bainan naasi. di antara manusia
adalah 
laa yatimmu (tidak bisa menjadi sempurna)
ala nahwin (atas arah)
shohihin ( yang benar)

Tidak akan menjadi sempurna, atas...
Kan tidak enak-an tidak mungkin terjadi, dalam bingkai yang sempurna dan benar. dalam atau menurut standar. Itu kan lebih enak kalau gitu. 

kata2 tamma - yatimmu itu memang artinya sempurna. Tapi ketika kita menerjemahkan itu, kita tidak boleh terikat dengan mufrodat2 yang apa namanya? arti2 awal itu tidak boleh gitu. Akhirnya kalau tetep seperti itu, akhirnya kangelan orang faham. Sing penting maksudnya seperti itu. Lek umpamane,...

ini kan terakhir disini

Kalau seandainya urusan dunia itu, kok pengaturan urusan kehidupan itu, tanpa... lah ini tanpa menggunakan akidah yang luhur, akhlak yang kuat, mabadi' aturan2 yang komprehensif misalnya. Tanpa itu semuanya, itu tidak bisa berjalan sempurna. kan itu maksudnya. Maksudnya kan itu. Ketika kemudian maksudnya sudah diketahui, maka untuk bahasa terjemahan itu nanti bisa diatur, kira2 yang bisa memahamkan seperti apa? tapi dasarnya, masing2 kata itu harus kita ketahui kira2 ini artinya apa? ini artinya apa? ini artinya apa? Padahal, seperti yang saya katakan, yang namanya mufrodat itu yang terkait dengan ibadah, itu tidak sama dengan yang terkait dengan mu'amalah. Itu tidak sama yang terkait dengan munakahat, itu juga tidak seama dengan yang terkait dengan jinayat, itu dalam bab fiqh. 


Inilah alasan, kenapa kok kemudian justru pada akhirnya kalau kita ngomong dalam konteks membaca kitab, yang sukses itu adalah temen2 pesantren. Kenapa? karena ba'da shubuh ngaji, itu berarti sekian persen mufrodatnya itu?? ada yang diserap itu. Ba'da dzuhur, ngaji lagi. Ba'da asharnya ngaji lagi. Ba'da isya'nya, ngaji lagi. Tidak ada hari tanpa ngaji. Bahkan sering saya katakan kepada sampeyan, kemarin sudah saya uraikan. Untuk bisa ikut ujian, dilihat dulu kitabnya, apakah kitabnya bolong2 atau tidak? Apakah kitabnya itu ada yang belum dimaknai atau tidak. Kalau seandainya kitabnya itu belum dimaknai, itu berarti ngajinya bolong2 dia. Dan itu berarti harus nembel, istilahnya begitu. 


Ternyata metode bagaimana cara menguasai mufrodat itu yang jitu itu adalah kalau kita lihat dari aspek hasil, itu semacam itu. Ya mari... kita terapkan disini misalnya. Sampeyan dari uraian2 ini, bisa menyimpulkan, bahwa yang namanya mufrodat itu sangat penting. Kemampuan kita dalam rangka menganalisis itu ternyata, kalau arti kata masing2 mufrodat itu tidak kita ketahui, misalnya kita tahu ini susunan idhofah, ini adalah susunan na'at man'ut, ini adalah mubtada, ini adalah khobar, itu sudah tahu semua, sudah bagus, sudah benar seperti itu. Itu juga tidak ada artinya kalau seandainya masing2 kata, yang merangkai kata sebuah teks itu, artinya kita tidak faham.  Prinsip untuk memahami atau menguasai mufrodat itu ternyata bukan terkait dengan kita hafalan, dalam arti lepas. Itu prinsipnya itu sering ngaji, sering mencoba untuk baca kitab kosongan. Kemudian langsung berkomunikasi dengan kamus, teruss.. berulang2 begitu. Oleh sebab itu kalau waktunya ingaji itu jangan sampai terus kita bolong, misalnya. Kemampuan hafal mufrodat itu kadang2 tidak disadari. Dari uraian, dari perdebatan wonten bahtsul masail, dari pada waktu jadi syawir dan seterusnya,  ternyata kadang2 ada yang terkesan. 

Setiap hari begitu, setiap hari ada tambahan, ada tambahan. Oleh sebab itu kalau seandainya kita itu sering ngaji, sering buka kamus, sering menerjemahkan kitab, maka bisa jadi kemampuan mufrodat kita, koleksi mufrodat kita itu (jadi) banyak. Dan pada akhirnya, unsur2 yang dibutuhkan dalam membaca kitab itu terpenuhi. Mari kita bersifat rasional, bersifat rasional niku maksudnya yo opo? tidak cukup hanya nahwu. Nahwu itu adalah bagian terkecil bahkan, dalam membaca kitab. Oleh sebab itu, saya sangat tidak percaya kok ada metode2 instant itu kok menegaskan sekian bulan, bisa baca kitab. sekian bulan bisa baca kitab. Gak ada sekian bulan bisa baca kitab. Yang ada tahunan, kita sudah studi komparatif ke berbagai pondok pesantren. Woo ternyata mereka mematok sembilan tahun, mereka mematok ada yang 12 tahun. Untuk bisa tamat itu seperti itu. Itu berarti yang namanya mufrodat itu butuh ketlatenan, butuh kesabaran, dan seterusnya. Kalau seandainya kita itu tidak sabar, kalau seandainya kemudian kita itu tidak apa namanya? tidak tekun untuk kemudian maknani jowo iku, kemudian menerjemahkan dalam bahasa Indonesia, memurodti, tidak tekun itu, tidak tekun berlatih, ya akhirnya sampeyan? sedikit mufrodatnya. 



فإن تنظيم شؤون الحياة والعلاقات الاجتماعية بين الناس  , لا يتم على نحو 

صحيح في ميزان العدل الإلهى والمنطق البشري  , بدون عقيدة, وأخلاق

رصينة , ومبادئ وأنظمة شاملة  تضع حدا للفرد في ذاته و في سره و علانيته 

وللأسرة الخلية الأولى للمجتمع , وللمجتمع الكبير المنتظم السلطان الدولة

 ليعيش في آمن و استقرار ويظل في تقدم إلى الأمام , وليحمي نفسه من

الأمراض البي قد يتعرض لها , والتيارات التي تغروه وتهز كيانه , إما بسبب

الضعف و الاتحلال و الفساد , أو بسبب الفقر و الجوع , أو بسبب التسلط و الظلم

والاستفباد أو بسبب الترف و الأهواء أو بسبب طغيان الماطة على كل شيء

كما في عصرنا الحاضر



Seperti di dalam teks ini misalnya. ada kata2 kholiyah misalnya. 

وللأسرة الخلية

Wa lil usroti al kholiyati ini kan kalau seandainya kita lihat dalam analisis nahwu, tadho-u yang meletakkan haddan (batasan). 

تضع حدا للفرد

Haddan ini jadi maf'ul bih. tadho-u ini dijadikan sebagai na'at, na'at jumlah, karena jatuhnya setelah isim nakiroh. Sudah benar ini. Lek  moco kitab ngono, Onok lil fardhi, ini ada wawu, wa lil usroti, mari ngono mungkin saja ada wa li lagi, misalnya ini wa lil mujtama'i al kabiri. Ngono iku butuh strategi. 


تضع حدا للفرد في ذاته و في سره و علانيته 

وللأسرة الخلية الأولى للمجتمع , وللمجتمع الكبير المنتظم السلطان الدولة


  • Haddan lil fardhi, 
  • haddan lil usroti
  • haddan lil mujtama'i al kabir


Batasan untuk individu, batasan untuk keluarga, batasan untuk masyarakat. Lek ngerti nahwu wes enak ngono iku. Wooo ngoten nggih ustadz, carane nggih. 

tadho-u haddan lil fardhi, lil usroti, lil mujtama'i

Prinsip2 aturan2 yang komprehensif yang meletakkan batasan, dimana seseorang individu itu bersikap, keluarga itu bersikap, kemudian mujtama'a atau masyarakat itu bersikap misalnya. 

Itu semacam itu. 


ليعيش في آمن و استقرار ويظل في تقدم إلى الأمام , وليحمي نفسه من

الأمراض البي قد يتعرض لها


Sama dengan ini misalnya liya'isya.. ada fi'il mudhore lagi, ada fi'il mudhore' lagi. Podo2 fi'il mudhore' e, nah ini kudu dikaitkan dengan fi'il mudhore' yang sama.  

ahma yuhmi- yuhmia misalnya. 

Jadi kalau seandainya sudah ngerti, nahwune sudah bagus, akan tetapi unsur2 yang kemudian diperlukan untuk membaca kitab itu tidak hanya nahwu, itu harus dipenuhi maneh. Sampeyan target misalnya, saya harus menerjemahkan kitab misalnya. Sehari itu sekian muka, dan seterusnya. Saya punya ustadz di malang itu pinter banget, namanya ustadz marzuki mustamar itu. Pinter banget beliau itu. Saya pernah dinasehati, yen njenengan niku saget maos kitab niku satu hari bisa sepuluh halaman. Itu kira2 sampeyan bisa itu. Loh lek sepuluh halaman kan luar biasa, mufrodate piro tambahane? kalau seandainya kita sing ceket 5 persen saja,  atau bahkan satu persen saja, itu kan bisa berapa itu.  Itu per hari. 

Pembicaraan kita sejak tadi itu mengarah pada kesimpulan bahwa yang namanya mufrodat itu vital. Kalau panjenengan itu qolilu mufrodat, kala panjenengan itu sedikit mufrodatnya, itu fatal. Meskipun sampeyan itu bisa menganalisis, ini adalah fi'il, fi'ilnya itu adalah fi'il mabni,  ini adalah... sembarang wis iso kabeh, tapi akan menjadi bermasalah ketika ditanya opo iku artine? gak ngerti. Itu yang kepingin saya tegaskan kepada panjenengan, Mufrodat itu, meskipun kita itu sudah menganalisis teks itu sudah bagus, itu ternyata bermasalah kalau seandainya mufrodatnya gak ngerti, misalnya. Harapan saya adalah kajian2 uraian2, semacam ini mampu memberikan inspirasi kepada sampeyan, dan pada akhirnya itu mampu memaksa diri sendiri, itu kemudian aku lek ngono kudu... mufrodat iku kudu kuat aku. Kalau tidak, berarti kemampuan membaca kitab saya akan bermasalah. Itu ya, mungkin itu yang bisa saya sampaikan,  ada kurang lebihnya mohon maaf, 

wabillahittaufiq wal hidayah
Assalamu'alaikum warohmatullohi wa barokatuh

 

 



Comments