Skip to main content

KH. Abdul Haris Jember | Pembelajaran Nahwu Shorof 27 | Syarat (1)

 

Assalamu’alaikum warohmatullohi wa barokatuh
Bismillah
Alhamdulillah


Washsholatu wassalamu ‘ala Rosulillah sayyidinaa Muhammadin wa’ala alihi wa shohbihi wa man wa laahu.

Robbisy rohlii shodri, wa yassirly amri, wahlul uqdatan min lisaani, yafqohuu qouli..



Amma ba’du


Pada kesempatan malam hari ini, kita akan melanjutkan kajian kita tentang nahwu shorof, yang dalam kesempatan malam hari ini saya akan menjelaskan tentang syarat



الشرط

Syarat ini sebenarnya dalam Bahasa apapun itu memang ada. Syarat ini dikaji secara khusus karena memang ada hal2 yang harus diperhatikan dalam konteks Bahasa arab. Jadi dalam Bahasa apapun ada kata, apakah itu kalua dalam konteks Bahasa arab masuk ke dalam kategori isim atau huruf yang artinya itu membutuhkan jawaban maka. Itu masuk dalam katagori syarat. Jadi ada kata2, apakah itu masuk dalam katagori isim, apakah itu masuk dalam katagori huruf, yang artinya itu membutuhkan jawaban maka.

Barangsiapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhir…. Ada kata2 barangsiapa, kalua masih belum ada jawaban maka.. maka disitu pasti orang masih menunggu, pasti seseorang masih belum faham. Berarti barangsiapa ini masuk dalam katagori syarat. Karena apa? Artinya.. man misalnya Barangsiapa, itu artinya membutuhkan jawaban maka. Seperti ini..


Jika hari hujan,
ada kata2 jika, itu kalua tidak disempurnakan dengan kata2 maka. Itu juga tidak sempurnya
  • Barangsiapa
  • Jika
  • Apabila

Ini semua masuk dalam kategori, atau masuk dalam bab ini. Jadi saya ulangi lagi, dalam Bahasa apapun, sebenarnya syarat itu mesti ada. Kata yang tidak bisa disempurnakan tidak bisa dianggap sebagai sempurna kalua tidak diberi kelanjutan kata2 maka. Dalam konteks Bahasa arab, itu perlu ada kajian khusus, karena ada persyaratan2 karena ada aturan2, yang disitu harus diperhatikan. Jadi kalua seandainya kita ngomong dalam konteks syarat, maka ada tiga unsur yang pasti kita jumpai kalua kita membahas tentang syarat. Ap aitu?

  • Adatusy Syarthi
  • Fi’lusy Syarthi
  • Jawabusy Syarthi

 

Adatusy Syarthi itu alatnya, 

  • yang berarti jika,
  • yang berarti apabila,
  • yang berarti barangsiapa (misalnya)

Dalam konteks tata Bahasa arab itu disebut dengan adatusy syarthi. Jadi kalau seandainya kita contohkan misalnya

ان قام استاذ قام محمد

  • ان disini disebut sebagai adatusy syarthi
  • Qoma yang pertama ini disebut sebagai fi’lusy syarthi
  • Qoma yang kedua disebut sebagai jawabusy syarthi


Jadi kelengkapan (syarat) dalam sebuah kalimat begitu. Kalau seandainya jawabusy syarthi tidak diikutkan, maka tidak akan menimbulkan sebuah pemahaman. Karena sebuah syarat itu memang meliputi ketiga unsur ini.

  • Adatusy syarthi – alat yang digunakan untuk mengatakan syarat (memulai syarat)
  • Kemudian fi’lusy syarthi, 
  • kemudian jawabusy syarthi. 


Dan ini bisa kita contohkan

ان قام استاذ قام محمد

Jika ustadz berdiri, maka Muhammad juga berdiri.

Jadi unsur2 yang mesti kita fahami ketika kita membahas tentang syarat, itu adalah adatusy syarthi, kemudian fi’lusy syarthi, kemudian jawabusy syarthi. Sekarang kita akan memulai tentang adatusy syarthi.

 


Pembagian Adatusy syarthi

Adatusy syarthi ini ada pembagian yang harus diperhatikan. 
Pertama Adatusy Syarthi, ada yang masuk dalam 

  • kategori isim, 
  • ada yang masuk dalam kategori huruf. 

Fi’il tidak ada.. (saya ulangi lagi) adatusy syarthi itu ada yang masuk dalam kategori isim, dan ada yang masuk dalam kategori huruf. 

Kedua adatusy syarthi yang memiliki fungsi 

  • jazim (menjazmkan) fi’il mudhore yang dimasukinya. 
  • Ada juga yang ghoiru jazim (yang tidak menjazmkan fi’il yang dimasukinya). 


Saya contohkan,

من يرد الله به خيرا يفقهه فى الدين

  • Man disini masuk dalam kategori isim, sebagai adatusy syarthi.
  • Yufaqqihhu disini sebagai jawabusy syarthi
  • Yurid disini sebagai fi’lusy syarthi.

 

Point yang penting untuk ditegaskan, man disini adalah isim. Lain dengan misalnya saya contohkan.

و ان تصبهم حسنة يقولوا هذه من عند الله

  • In disini adalah adatusy syarthi. 
  • Tushibhum disini adalah fi’lusy syarthi nya. 
  • Kemudian yaquuluu disini adalah jawabusy syarthi. 

Pembagian ini menjadi penting karena apa? Karena kalau seandainya kita bertemu dengan isim. Maka kita harus memberi hukum I’rob pada isim tersebut. Akan tetapi kalua yang kita jumpai adalah huruf, maka kita tidak akan menemui hukum I’robnya, jadi gak usah diberi hukum I’robnya itu gak usah


Seperti man di contoh

من يرد الله به خيرا يفقهه فى الدين

Maka tidak mungkin tidak, harus memiliki hukum I’rob.
Hukum I’robnya isim itu

  • rofa,
  • nashob,
  • jar.
Jadi kesadaran.. oo.. ini huruf, oo.. ini isim, itu menjadi penting karena apa? Karena kalau seandainya yang kita jumpai adalah isim -apakah dalam kategori isim yang mabni atau isim yang mu’rob – pasti memiliki hukum I’rob. Jadi kalau seandainya ada tahapan identifikasi,

Misal

من يرد الله به خيرا يفقهه فى الدين

 

Adat Syarat Isim
Man adalah isim, maka ini dibaca rofa’ nashob atau jar? Mesti begitu… karena ini isim. Ternyata dalam konteks syarat ada kata yang termasuk dalam kategori isim yang memiliki arti barangsiapa, jika, yang memiliki arti apabila, yang memiliki arti dimana kalua seandainya tidak diberi jawaban maka, maka tidak sempurna. Man di atas, masuk dalam kategori isim.  Kalau seandainya adat syarat yang sedang kita hadapi, masuk dalam kategori isim maka kita harus memberi hukum I’rob. Kalau seandainya tidak rofa’ ya nashob, klau seandainya tidak nashob ya jar.


Adat Syarat Huruf
Kalau seandainya adat syarat yang kita hadapi masuk dalam kategori huruf, maka ini jelas tidak memiliki hukum I’rob. Huruf itu tidak berhukum rofa’, tidak berhukum nashob, tidak berhukum jar, tidak berhukum jazm. Huruf itu semuanya mabni. Itu penting untuk diperhatikan. 


Jadi tentang adat syarat, seperti yang saya katakan syarat ini menjadi kajian, di dalam bahasa arab, lebih disebabkan karena ada aturan2 ada kaidah2, yang harus diikuti kalau seandainya kita sedang menganalisis teks.


Warning yang pertama tentang adat syarat,
adat syarat itu ada yang berkategori huruf, ada yang berkategori isim. Kalau seandainya yang kita hadapi yang berkategori isim maka ini wajib kita beri hukum I’robnya. Harus ada hukum I’robnya. Isim itu, apakah masuk dalam kategori mabni, apakah masuk dalam kategori mu’rob itu semuanya harus ada hukum I’robnya. Kalau seandainya tidak rofa’ ya nashob, kalua seandainya tidak nashob ya jar. Ketika yang kita hadapi adalah adat syarat yang berkategori huruf, maka dia tidak memiliki hukum I’rob.

Dalam buku ini sudah kita klasifikasikan, mana yang masuk dalam kategori huruf sehingga tidak memiliki hukum I’rob. Mana yang termasuk dalam kategori isim, sehingga dia harus memiliki hukum I’rob, itu semuanya sudah kita klasifikasikan. Jadi tinggal menghafal, tinggal mencocokkan dan seterusnya. Misalnya, kata2nya

وما تفعلوا من خير يعلمه الله

Maa disini merupakan adat syarat, masuk dalam kategori isim. Karena masuk dalam kategori isim, maka ada hukum I’robnya. Karena l’robnya isim maka bisa jadi dibaca rofa’ nashob jar. Dalam konteks ini maa itu sebagai maf’ul bih sehingga dibaca nashob. Wa maa (lan ing barang), taf’alu kang nglakoni sopo? Siro kabeh. Min khoirin (saking kebagusan). Ya’lamhullohu (maka.. Alloh pasti akan mengetahuinya. )
Jadi adat syarat itu tidak mesti dibaca rofa’. Misalnya

 

من يرد الله به خيرا يفقهه فى الدين

Man (utawi sapane wong)
barangsiapa dikehendaki Alloh menjadi orang baik, yufaqqihhu fiddin (maka dia diberi pengetahuan oleh Alloh dalam bidang agama). Man disini mubtada, Pointnya adalah man ini isim. Karena isim maka harus diberi hukum I’rob. Yang dalam konteks ini, man ini jadi mubtada. Jadi adat syarat yang pertama itu ada yang masuk dalam kategori isim, ada juga yang masuk dalam kategori huruf. Kalau seandainya kebetulan yang kita temui adalah adat syarat yang berkategori huruf maka dia pasti tidak memiliki  hukum I’rob, apakah itu rofa’ apakah itu nashob, apakah itu jar. Tapi apabila yang kita temukan adalah adat syarat yang berkategori isim, nah ini pentingnya warning, pentingnya peringatan. Hati2 lho yaa.. adat syarat itu ada yang masuk dalam kategori isim, ada yang masuk dalam kategori huruf. Adat syarat yang masuk dalam kategori isim, maka harus diberi hukum I’rob, kalua tidak rofa’ ya nashob, kalua tidak nashob ya jar. Kalau seandainya kebetulan yang kita temukan itu adalah adat syarat yang berkategori huruf, maka dia tidak memiliki hukum I’rob.

 

Yang kedua adalah ada adat syarat yang berkategori jazm dan ghoiru jazm. Contoh seperti ini, ini contoh yang kategori jazim

وما تفعلوا من خير يعلمه الله

wa maa taf'aluu itu asalanya taf'aluuna

تفعلون

nun nya tidak ada. Yang kemudian disebut sebagai hadzfun nuuni. Fi'il mudhore' itu kalau seandainya tajarrud anil nawashibi wal jawazim (apabila tidak dimasuki oleh amil nashob dan amil jazm), pasti dibaca rofa'. Tanda rofa'nya fi'il mudhore itu dua

  • kadang2 menggunakan dhommah
  • kadang2 dengan menggunakan tsubutun nuun
Kapan dengan menggunakan dhommah? dengan menggunakan dhommah apabila bukan termasuk dalam kategori al af'alul khomsah. Kapan menggunakan tsubutun nuun? apabila masuk dalam kategori al af'alul khomsah. 

Karena تفعلون termasuk dalam al af'alul khomsah, maka apa maksudnya af'alul khomsah itu? 
fi;il mudhore' yang bertemu dengan alif tatsniyah
  • kemudian wawu jama'
  • kemudian ya muanatsah mukhothobah

Karena taf'aluuna ini berkategori yang bertemu dengan wawu jamak, maka termasuk dalam kategori al af'alul khomsah. Kalau seandainya dibaca rofa', harusnya tulisanya

تفعلون
تفعلوا
Tapi kenyataanya disini, karena ada maa, nun nya dibuang

وما تفعلوا من خير يعلمه الله

Menunjukkan disini bukan dibaca rofa'. Akan tetapi ini dibaca jazm. Mana yang menjazmkan? yang menjazmkan ini adalah maa. Ada adat syarat, yang menjazmkan fi'il mudhore' yang dimasukinya, ada yang tidak menjazmkan. Yang tidak menjazmkan itu misalnya faidza qurial qur-an, 

وإذا قرئ القرآن فاستمعوا له 

idza ini termasuk dalam kategori adat syarat. Adat syarat yang tidak menjazmkan. 

Jadi yang perlu diperhatikan, 
dalam konteks adat syarat itu ada yang masuk dalam kategori isim, berarti kita harus bertanggung jawab untuk memberikan hukum i'rob. Ada yang masuk dalam kategori huruf, karena huruf maka kita tidak boleh memberikan hukum i'rob pada adat syarat tersebut, itu yang pertama. 

Yang kedua adalah ada adat syarat yang menjazmkan fi'il yang dimasukinya. 

من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين

yurid - berasal dari aarooda - yuriidu
يريد
ada ya'nya disini, tetapi di contoh man yurid tidak ada ya nya. Kenapa kok kemudian disini

من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين

tidak ada ya- nya? ya.. karena disini dalnya itu sukun. Disukun oleh siapa? dijazmkan oleh siapa? dijazmkan oleh man. 
akhirnya tulisan menjadi begini..

awalnya : ُيُرِيْد
menjadi : ْيُرِيْد

inilah dalam bahasa arab disebut sebagai, iltiqo-us sakinaini. Bertemunya dua sukun dalam satu kalimat (kata). Karena demikian ya nya harus dibuang, maka secara tulisan akan berubah menjadi? 
menjadi :يرد
tidak ada ya-nya. 


Karena dalnya disukun, huruf akhirnya harus sukun, maka terjadilah apa yang kemudian adalam kaidah bahasa arab disebut dengan iltiqo-us sakinaini. Bertemunya dua sukun dalam satu kalimat. Ketika ada kasus bertemunya dua sukun dalam satu kalimat, maka huruf illatnya harus dikalahkan dengan cara membuang ya-, sehingga secara tulisan, 
tidak lagi 
يريد  tapi, يرد

Point yang kepingin saya tegaskan, kalau dari sisi tulisan, ini adalah jazm. Ini menunjukkan man disini fungsinya adalah jazim. 

من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين


وإن تصبهم حسنة يقولوا هذه من عند الله
wa in tushib-hum (ba- nya mati). 
wa in tushib (dan apabila menimpa)
hum (kepada mereka)
apa yang menimpa?
hasanatun (kebaikan) fail

ini berasal dari ashooba - yushiibu - pakai ya. 

ini termasuk adat syarat yang menjazmkan fi'il mudhore yang dimasukinya, dua fi'il mudhore.  

ُتصيب

ْتصيب -karena kemudian ba'nya mati, dan ya'nya mati. kemudian karena iltiqous saakinaini, huruf illatnya yang sukun dihapus, menjadi....
تصب

يقولوا
asalnya yaquuluuna. Disini menunjukkan adanya hadzfu nuuni (pembuangan nun). Karena termasuk dari al af'alul khomsah. Nun nya dibuang itu menunjukkan dibaca jazm. 

Point yang kepingin saya tegaskan bahwa adat syarat itu ada yang masuk dalam kategori isim, ada yang masuk dalam kategori huruf. Adat syarat juga ada yang masuk dalam kategori amil yang menjazmkan, ada juga yang masuk dalam kategori yang tidak menjazmkan (ghoiru jazim). Tentang adat syarat, itu seperti itu. 

Komponen Bab Syarat dalam Ilmu Nahwu




Dalam komponen2 yang kita bahas dalam syarat, itu komponenya ada yang disebut sebagai
  • adat syarat
  • fi'il syarat
  • jawab syarat
Untuk adat syaratnya tadi, kerangkanya itu. Ada yang masuk dalam kategori isim, ada yang masuk dalam kategori huruf. Ada juga yang masuk dalam kategori jazim, menjazmkan fiil yang dimasukinya, ada yang masuk dalam kategori ghoiru jazim. Kemudian setelah adat syarat, kita masuk dalam fi'lusy syarthi. Tentang fi'il syarat ini, yang paling penting untuk diperhatikan adalah kadang2 ada yang ditulis, kadang2 ada yang tidak ditulis. Tapi tetep konsisten para ulama, jadi ada yang shorih, kelihatan, ada yang dianggap adat syaratnya sudah mutadhommin ma'na fi'lisy syarthi. Jadi kadang2 ojok metenteng, ndi fi'il syarate? golek i... Digolek i, gak ketemu misalnya, karena apa? karena sudah dibagi. Fi'il syarat itu kadang disebutkan, kadang2 tidak disebutkan. Seperti lafadz, laulal kitaabu (seandainya tidak ada kitab, )

لولا الكتاب لضاع  العلم 

mana fi'il syaratnya? ini dianggap sudah mutadhommin ma'na fi'lusy syarthi. Secara umum begitu, termasuk amma dan seterusnya. 


لولا الكتاب لضاع اكثر العلم 

Tentang fi'lusy syarthi itu yang paling penting adalah harus diketahui terlebih dahulu, mana adat syarat yang termasuk mutadhommin ma'na filusy syarthi, dan mana adat syarat yang harus ada fi'lusy syarthinya. Ini penting untuk diperhatikan, ini memang masalah agak berat, supaya tidak terlalu berat, maka untuk yang pertama kita tuntaskan yang namanya adat syarat dahulu, kita sudah tuntas. Fi'lusy syarthi ada dua kategori, ada yang disebutkan, ada yang tidak disebutkan. Tapi konsisten, tidap adat syarat itu pasti ada tiga unsur, ada unsur adatusy syarthi, ada unsur fi'lusy syarthi, ada unsur jawabusy syarthi. Mungkin itu yang bisa saya sampaikan terlebih dahulu untuk nanti dilanjutkan  di tulisan berikutnya


Kurang lebihnya mohon maaf, wabillahittaufiq wal hidayah
wassalamu'alaikum warohmatullohi wa barokatuh. 

Comments