Skip to main content

Bab Memilih Ilmu Kitab Ta'lim Muta'allim | Ust Yendri Junaidi

Ini merupakan transkrip dari video beliau Ust. Yendri ketika memberikan kajian tentang Kitab Ta'lim Muta'allim. Selamat menikmati. 

Pada Terbitan Maktabah Al Islami ada pada halaman 71.



فصل في اختيار العلم  و الأستاذ و الشارك و الثبات عليه

Fashlun (fasal)
fikhtiyaari al ilmi (tentang bagaimana memilih ilmu)
wal ustadzi ( dan ustadz) / guru
wasy syarik (dan teman dalam menjari ilmu)
Wats tsabaati alaihi (tsabat itu artinya tegar, sabar, tetap kokoh di atasnya)



وينبغى لطالب العلم أن يختار من كل علم أحسنه
Yanbagi (semestinyalah)
lith tholibil ilmi (untuk seorang pencari ilmu)
an yakhtaaro (untuk memilih)
min kulli ilmin (dari setiap ilmu itu)
ahsanahu (yang terbaiknya, yang paling baik dari setiap ilmu)

Karena tidak semua ilmu itu cocok kita pelajari. Maka hal pertama yang harus diperhatikan oleh seorang pencari ilmu adalah ilmu apa yang terbaik yang akan dipelajari. Dan juga disesuaikan dengan kesukaanya, hobinya apa. Apa kecenderunganya? Kita mungkin ada yang cenderung pada ilmu fikih, Tentang halal haram, tentang hukum2, tentang ilmu hadits, apa yang nabi sabdakan, apa yang nabi lakukan. Ada yang cenderung tentang ilmu tafsir, ada makna ayat, ada asbabun nuzul. Maka perlu diperhatikan dari awal, apa ilmu yang kita sukai, dan apa ilmu terbaik yang akan kita pelajari. 


وما يحتاج إليه في أمر دينه في الحال ، ثم ما يحتاج إليه في المآل

Wa maa yahtaju ilaihi ( dan apa yang ia butuhkan)
yahtaju, ihtaja - yahtaju 
ilaihi (kepadanya)
fi amri dinihi (dalam urusan agamanya)
fil haali (saat ini)
al haal itu kadang2 diartikan kondisi, keaadaan, tapi kadang2 diartikan saat ini. 

Tsumma maa yahtaju ilaihi (kemudian apa yang ia butuhkan, ilaihi kepadanya - kepada ilmu)
fil ma-aali ( untuk masa yang akan datang)


Al Haal (saat ini)
Al Ma-aal (akan datang)
Jadi untuk para pencari ilmu, itu harus pandai2 memilih ilmu apa yang akan dituntutnya. Ilmu terbaik, ilmu yang akan diperlukanya sekarang, di masa ini, ketika masih muda, dan ketika yang akan dibutuhkan kelak. 

ويقدم علم التوحيد و المعرفة

Wa yuqoddimu ilmat tauhidi wal ma'rifati 
(dan seorang pencari ilmu, seharusnya mendahulukan ilmu tauhid - ilmu tentang bagaimana mengesakan Alloh dengan benar dan ma'rifat, dan mengenal Alloh, disini ma'rifah artinya ma'rifatulloh ya)
Jadi ini harus menjadi prioritas menjadi pencari ilmu. Ilmu tauhid, dan ilmu bagaimana mengenal Alloh. Karena ini ilmu yang kita perlukan kapan pun, saat ini, masa depan, dan sampai nanti di hari akhirat. 


ويعرف الله تعالى بالدليل
Wa ya'rifulloha ta'ala bid dalil, dan dia mesti mengenal Alloh dengan dalil. Mengenal Alloh dengan dalil, tidak bisa dengan taqlid saja. Tidak bisa karena kita terlahir sebagai seorang muslim, yasudah selesai... tidak begitu seorang pencari ilmu. Harus ada dalil argumentasi, kita mengenal Alloh. 

Mungkin sekarang tidak kita perlukan, tapi nanti kita perlukan. Tapi kadang2 kita perlukan misalnya muncul keraguan dalam diri kita. Kita pernah barangkali, ketika kita sendirian, di kamar, di kelas, di manapun, di mobil. Kita berfirkir Apakah iya, Alloh itu ada. Kalau memang dia ada, apa buktinya Dia ada. Nah ini kadang2 kita perlu kepada satu dalil yang meyakinkan, argumentasi yang meyakinkan, tidak bisa dengan sudahlah terima apa adanya.
Perlu ada dalil

ويعرف الله تعالى بالدليل
Wa ya'rifulloha ta'ala bid dalil. Mengenal Alloh dengan dalil. 


Fa inkaanal imaanal muqollidi, wa inkaana shohihan indana. Karena sesungguhnya Iman seorang muqollid, iman karena taqlid (ikut2 an kepada orang lain). Kepada orang tua, kepada masyarakat, dan itu memang kebanyakan kita begitu ya. Taqlid kepada orang lain, kepada orang tua, kepada masyarakat, 

Wa inkaana shohihan indanaa Meskipun Iman seorang muqollid itu benar, tidak salah dia, tidak menjadikan orang menjadi kafir. tetep dia sah imanya. Namun, 
walakin yakunu atsiman bi tarkil istidlaal.  Tetapi dia bersalah ketika dia meninggalkan istidlaal. Dia tidak melakukan perenungan, pemikiran dan mencari dalil tentang adanya Alloh, berdosa dia. Meskipun imanya tetap shohih. Tidak menjadi kafir juga dia, tapi iman dia tidak sekuat dengan iman2 yang berangkat dari dalil dari argumentasi. 

wa yahtarul atiqo duunal muhdatsati. Dan seorang pencari ilmu, seharusnya mencari ilmu2 yang lama, ilmu2 yang dahulu, ilmu2 yang sudah dikaji sekian abad, oleh berbagai ulama, oleh berbagai generasi. Bukan ilmu yang baru2. Duunal muhdatsat (bukan yang baru2) Nah.. artinya ini? nah.. artinya untuk masalah2 keislaman baik masalah
  • aqidah
  • masalah tafsir
  • masalah hadits
ruju'lah ke buku2 ulama yang terdahulu. Kenapa? karena di buku2 mereka, ilmu itu masih murni, masih bersih dan jernih. Adapun yang sekarang, sudah banyak bercampur dengan perdebatan, dengan pendapat, dengan pola pikir manusia, dan itu sangat mungkin salah. Pilih ilmu2 yang lama, yang aqiq, artinya ilmu2 yang sudah dikaji oleh para ulama sepanjang sejarah. Dari mulai para sahabat, tabi'in, tabi'ut tabi'in dan seterusnya. Adapun untuk ilmu2 kimia, fisika, itu ilmu2 baru ada... nah silahkan dikaji. Tapi untuk ilmu2 islam, ilmu2 agama, pilihlah ilmu2 yang lama. Yang sudah lama dikaji, tentunya ini yang sudah teruji kebenaranya. Baik.. kita sedikit bahas mengenai bahasa. Ini mungkin anda perlukan nanti, ketika membaca kitab, begitu juga di ujian. Perhatikan, di paragraf yang kedua. 

ويقدم علم التوحيد و المعرفة

Coba, yuqoddimu itu fi'ilnya fi'il apa? Mudhore'.... Apa madhinya? 
قدم

Qoddama itu fi'ilnya tsulatsi mazid atau tsulatsi mujarrod? Apa bedanya antara tsulatsi mazid dan mujarrod? Semoga ini juga bisa menyegarkan kembali ilmu2 dasar ananda di nahwu shorof. Ini penting sebagai modal pencari ilmu. Jadi begini kita berikan sedikit pengantarnya. Fi'il di dalam bahasa arab, paling sedikit terdiri dari 3 huruf. Fi'il yang terdiri dari 3 huruf itu disebut dengan tsulatsi. Tsulatsi itu dari kata tsalatsa, tiga artinya. Jadi fi'il di dalam bahasa arab, paling sedikit... tiga huruf. Fi'il yang terdiri dari tiga huruf itu (tiga huruf aslinya) namanya Tsulatsi. Kalau tiga huruf itu tidak ada penambahan, maka dia bernama tsulatsi mujarrod. Tsulatsi yang kosong (yang kosong dari penambahan) / mujarrod. Tapi ketika dia ada penambahan, maka dia berubah menjadi? Tsulatsi mazid. Mazid apa artinya? ditambah. Yaitu tiga huruf aslinya, ditambah dengan huruf2 lain. 

Penambahan itu 

ada yang satu, 

ada yang dua, 

ada yang tiga


Ini hal mendasar yang harus ananda pahami dan kuasai. Kalau seandainya fi'il itu ada empat (empat huruf aslinya) Dia bernama apa? Ruba'i. Ruba'i itu fi'il yang huruf aslinya empat. Dari kata arba'ah empat. Kalau ruba'i itu tidak mengalami penambahan, empat saja, empat yang asli itu saja, maka namanya ruba'i mujarrod. Nah sementara dia ada huruf tambahan, namanya apa? ruba'i mazid. Untuk ruba'i penambahanya hanya ada dua, satu dan dua. Kadang satu huruf, kadang dua huruf. Tidak ada ruba'i mazid tiga huruf. Karena fi'il itu jumlah huruf maksimalnya berapa? enam saja. 


quddama tadi itu fi'il tsulatsi mujarrod atau mazid? tsulatsi mazid berapa huruf? satu huruf. Untuk tsulatsi mazid satu huruf ada berapa? babnya? tiga.

satu apa? af'ala - yuf'ilu - 'if'aalan
contoh yang mudah apa? aslama yuslimu islaaman
itu tsulatsi mazid satu huruf, diambil dari bab if'al. 


dua apa? fa'aala -yufa'ilu - taf'ilan (ditasydidkan 'ainya) bab taf'il 
contohnya apa yang paling mudah? 'allama yu'allimu ta'liman

tiga apa? faa'ala - panjangankan fa fi'ilnya
faa'ala -yufaa'ilu - mufaa'alatan - fi'aalan (ada dua, atau tiga sebenarnya. ) dan fii'aalan. Tiga, tapi dua yang paling banyak digunakan, mufaa'alatan dan fi'aalan. Apa contohnya? 
Jaahada yujaahidu mujaahadatan  wa jihaadan 


Nah qoddama tadi, masuk kemana beliau? fa'ala berarti qoddama itu masuk tsulatsi mazid satu huruf bab yang kedua, bab taf'il. 

Nah sekarang tauhid, tauhid itu secara bahasa apa shighotnya? bentuk katanya apa tauhid itu. Mashdar saja, bukan isim mashdar, beda nanti dua itu. Apa fi'ilnya coba? 
wahhada.. wahhada yuwahhidu tauhidan. Berarti tauhid ini masuk dalam tsulatsi mazid satu huruf, bab yang kedua. bab taf'il. 


wa ya'rifulloha - ya'rifu itu tsulatsi mujarrod atau tsulatsi mazid? ya'rifu itu mujarrod, apa fi'il madhinya tadi? 'arofa ya'rifu. Apa mashdarnya? irfaanan ? boleh. Atau juga mashdar mimmi nya ma'rifatan. 'Arofa itu tsulatsi mujarrod, bisakah diubah menjadi tsulatsi mazid? bisa... apa jadinya? 'arrofa - yu'arrifu - ta'rifan. Setiap perubahan fi'il dari tsulatsi mujarrod, menjadi tsulatsi mazid akan berdampak pada perubahan maknanya. Kalau 'arofa berarti mengenal, kalau 'arrofa = memperkenalkan. Itu indahnya bahasa Arab, bahasa arab, kalau kita tahu akar katanya, kita akan mudah memahaminya, bisa membentuknya seperti ini. 'arofa mengenal, 'arrofa memperkenalkan. U'arrifu nafsiy = saya memperkenalkan diri. 


Iman itu apa bentuk kalimatnya? Fa inna imaana. Iman itu apa bentuk kalimatnya. Mashdar betul.. apa fi'ilnya? apa fi'il madhinya? aamana. Apa Mudhore'nya? Yu-minu. Aamana itu tsulatsi mujarrod atau mazid? tsulatsi mazid, berapa huruf? satu huruf. Bab yang keberapa? yang pertama. Pertanyaanya kenapa jadi AAmana. Bukankah timbanganya af'ala, aslama misalnya, kok menjadi Aaamana? Pada dasarnya dia a-mana. Hamzah itu dimatikan, disukunkan. Tetapi, ketika hamzah itu apa istilahnya, dia dilembutkan di talyinkan. Dia dilandaikan, aamana. Begitu, aslinya? A-mana - yu-minu i-maanan. Itu aslinya, tapi kemudian mengalami idhgom. 


Al Muqollid, apa shighotnya al muqollid? isim fa'il. Coba nanda, bagaimana cara membentuk isim fa'il dari sebuah fi'il. Bagaimana cara membentuk isim fa'il. Isim fail itu, isim yang menunjukkan kepada apa? Pelaku. Kalau untuk tsulatsi mujarrod, maka isim failnya cukup kita bentuk dalam wazan faa'ilun. Maka kataba menjadi? kaatibun. qoro-a menjadi? qooriun. Yang penting harus dalam bentuk, dalam wazan faa'ilun. Tapi kalau fi'il itu fi'il tsulatsi mazid, maka membentuk isim failnya berangkat dari bentuk mudhore'nya dulu. Muqollid itu apa fi'il madhinya? Qollada yuqollidu, taqliidan. Taqlid itu mashdarnya. Dari yuqollidu, kita buat menjadi, kita buang huruf mudhoroahnya, Ditambah dengan mim, yang berbaris di depan, dhommah. Dan dikasrohkan huruf yang sebelum akhir. Jadi? muqollidun. Itu langkah2 membuat isim fail dari tsulatsi mazid. Ini hanya untuk sekedar menyegarkan saja, apa yang nanda pelajari di sekolah. 


Jadi inti dari halaman ini adalah seorang pencari ilmu, tholibul ilmi, sebelum memulai untuk belajar. Semestinya sebelum memulai untuk belajar, harus menentukan apa cabang ilmu yang akan dikajinya. Cari, tentukan ilmu terbaik yang akan kita kaji. Sehingga sesuai antara ilmunya bagus, kita pun suka. Dua itu diperlukan, kesukaan, dan juga ilmunya itu juga bagus. Kemudian nanti pilih juga siapa? gurunya. Ini juga, sekarang orang juga sudah mulai jarang jadi pertimbangan. Orang ketika memilih sekolah apa yang dipertimbangkan? Ya seperti akreditasinya apa? Kemudian mengenai biaya, kelengkapan fasilitas, Tapi masih ada orang yang mulai mempertimbangkan? siapa guru2 yang ada disana? kita mulai jarang. Padahal perspektif para ulama, sebelum menentukan tempat belajar, yang paling penting itu lihat dulu siapa? gurunya. Kenapa? karena pada akhirnya, seorang murid akan mencontoh gurunya. Dia akan dipengaruhi oleh gurunya. Maka kalau salah2 guru, ya tidak bagus hasilnya, meskipun tempatnya bagus. Jadi tentukan ilmunya dulu, apa yang akan dipilih, dan dahulukan mengkaji ilmu tauhid. Karena itu ilmu yang pondasi, ilmu yang pokok, tentang bagaimana kita mengesakan Alloh. Dan jangan mencukupkan dengan taqlid saja. Dengan apa yang sudah kita terima dari orang tua. Fikirkan juga, apa dalilnya, apa argumentasinya, tentang wujudulloh. Lalu utamakan ilmu2 yang sudah lama, yang sudah dikaji sejak dahulu, sampai sekarang. Dan jauhi ilmu2 yang baru2, dalam masalah keislaman tentunya. Untuk masalah duniawi, silahkan yang baru2 dikaji. 

Baik...ini bagus ini, kemudian kita perhatikan.




wa iyaaka an tasytaghila bi hadzal jidal 
apa arti wa iyyaka? kalau iyyaka na'budu kepada engkaulah..kami beribadah. Tapi kalau wa iyyaka ini apa artinya? wa iyyaka itu artinya jauhi, waspada.. hati2. Beda ya, dengan iyyaka na'budu....  memang berarti hanya kepada Engkau, tapi iyyaka disini apa artinya? waspada-jauhi. 

wa iyyaka (jauhilah oleh engkau)
An tasytagila (engkau menyibukkan diri) isytaghola yasytaghilu - menyibukkan diri
bi hadzal jidal (dengan perdebatan)
Ini bahayanya pencari ilmu, ketika sudah belajar satu dua masalah, pada satu dua kitab, ingin berdebat saja bawaanya. Ingin setiap orang yang berbeda ingin diajak berdebat. Padahal ilmu belum seberapa, samalah dengan orang yang baru belajar silat satu dua jurus, bawaanya apa? ingin kelahi saja. Ini bahayanya, tahan diri kita, jauhi perdebatan. Jangan sampai menyibukkan diri dengan perdebatan. 

Alladzi dzoharo (yang bermunculan) yang mulai lahir
ba'da (setelah) 
inqirodhi ( ingkirodhi itu artinya habis, atau punah) 
Al Akabir itu jamak daripada kabir yang berarti orang2 senior, orang2 besar, minal ulama, dari para ulama. Jauhilah oleh engkau perdebatan, setelah perginya, setelah berlalunya masa ulama yang besar2, yang senior2. Perdebatan yang terjadi di dalam islam, yang memecah belah umat ini tentunya setelah para ulama. Wafatnya Imam Asy Syafi'i, Abu Hanifah, Imam Malik, muncullah perdebatan. Di masa mereka apa juga masih ada perdebatan? ada juga, tetapi karena masih ada mereka yang hidup, yang menjadi rujukan, sehingga perdebatan itu masih tetap bisa dikontrol sehingga tidak menjadi perpecahan umat. Ketika mereka sudah meninggal, datanglah generasi berikutnya yang tidak seperti mereka keilmuanya, maka perdebatan menjadi? masalah, problem bagi umat, perpecahan bagi umat. Bermula daripada itu, maka dipesankan oleh pengarang kitab. Jauhi itu, jauhilah perdebatan yang muncul setelah berakhirnya masa para ulama. Sampai hari ini perdebatan masih saja menjadi momok di dalam tubuh umat ini. Apalagi hal2 yang tidak berguna, bermanfaat. 

wa iyaaka an tasytaghila bi hadzal jidal 
ba'da inqirodhil akabir minal ulama

Waspada.. jangan menyibukkan diri dengan perdebatan yang munculnya setelah berakhirnya masa para ulama2 yang senior, yang besar2. 


Fa innahu yub'idu anil fiqhi 
Perdebatan itu menjauhkan kita dari fikih, dari pemahaman. Suka berdebat itu membuat kita susah memahami ilmu dengan baik. Kenapa? karena perdebatan itu berdasarkan apa? ingin menjatuhkan lawan. Kan begitu, ingin dianggap lebih hebat. Ingin menang, dan ini jauh dari karakter para ulama, karakter para pencari ilmu. Gak ada itu yang dituju(para pencari ilmu) ingin hebat, ingin apa.... ndak... Jadi perdebatan itu apa? menjauhkan kita dari fiqih. Wa yudhoiyyi-ul umro, dan menyia2kan umur, membuang2 usia. Perhatikan, berdebat satu jam. Misal yang menang si A, apakah si B yang kalah akan ikut pada si A? tidak juga, dia mungkin juga akan membalas. Mencari lagi kekuatan, amunisi, tidak akan pernah selesai. Jadi menjauhkan kita dari fiqih dan membuang2 umur. Wa yuritsul wahsyata, dan melahirkan rasa jauh, rasa benci wal adawata (bermusuhan) ini dampak negatif dari perdebatan. Wa huwa min asyrootis sa'ah, dan perdebatan itu termasuk diantara dekatnya hari kiamat. Maka sekarang ini kita berada di masa2 itu, dekat hari kiamat. Kenapa? karena banyak perdebatan. 

wartifa'il ilmi wal fiqhi 
dan terangkatnya ilmu dan fiqih. 




Kadza waroda fil hadits. 
Begitu yang datang di dalam hadits (seperti yang terdapat pada hadits). Jadi ketika perdebatan menjadi fenomena yang biasa, banyak bermunculan, berarti ini adalah pertanda dekatnya hari kiamat. Jauh dari fiqih, Buang2 umur, menimbulkan permusuhan, terasa jauh, tidak ada lagi ukhuwah disana. 


Wa ammakhtiyaarul ustadzi, adapun tentang memilih guru. fa yanbagi, maka semestinya. An yakhtaarol a'lam. Seorang pencari ilmu memilih guru yang paling alim. Dari sekian banyak guru yang ada di sebuah daerah, cari yang paling alim. Wal Auro' dan yang paling waro'. Apa arti waroq? waro' itu menjaga diri dari segala hal yang tidak layak, tidak pantas, dari hal yang syubuhat. Dari hal yang akan menjatuhkan harga diri, itu waro' namanya. Wal asan, juga yang paling senior, yang paling tua, paling berumur. Kenapa coba? Karena guru2 muda itu terbawa emosi, bawaanya marah saja. Sedikit saja muridnya salah, dia langsung naik tensi. Kalau guru yang lebih tua kan lebih sabar. Lebih berpengalaman, lebih bisa mengendalikan dirinya. Dia sudah seperti bapak di kitanya. Yang muda2 kan, apalagi nanda yang sudah aliyah kan jadinya kayak manggil abang jadinya, kepada beliau. Jadi terasa juga kurang rasa hormatnya. Kalau lebih tua kan lebih mudah buat kita untuk manggil ustadz. Terasa orangtua kita ayah kita, begitu. 

Jadi kriteria ustadz atau guru yang kita cari itu pertama apa? 
Al A'lam (yang lebih alim)
Al Auro' (yang lebih waro')
Al Asan (yang lebih tua, yang lebih berumur, yang lebih senior)

Nah ini berat ini, kalau dibawakan disini, banyak dari kita yang tidak layak jadi guru. Kalau usia bisa lah, kan masalah umur.. tapi yang lebih alim dan lebih waro'? .

Kamasytaro abu hanifata rohimahullohu ta'ala hammadibna sulaiman. Sebagaimana Abu Hanifah, memilih gurunya Hamad bin sulaiman. Abu hanifah ketika akan belajar, ketika akan mencari ilmu, beliau pilih dulu guru2nya. Memang ada perbedaan diantara dulu dengan sekarang. Dulu kan orang langsung kepada si Guru langsung, datang ke rumah beliau, sekarang kan sudah pakai lembaga masalahnya. Kalau masuk diniyah ya sudah ini guru2nya. Masak masih pilih yang lain? kan gak mungkin. Kalau masuk ke MAK ini guru2nya, gak ada milih2, karena sudah ada ikatan lembaga disana. Dulu tidak begitu, dulu itu kita bisa memilih guru mana yang akan kita datangi. Guru si A datang ke rumahnya, guru si B datang ke majlisnya. Maka masih terbuka peluang untuk memilih2 seperti itu. Abu hanifah memilih gurunya, dan pilihanya jatuh kepada siapa? kepada Hammad bin Sulaiman. Dari sekian banyak guru yang beliau perhatikan, ini guru yang sangat beliau mulazamahkan. Beliau datangi setiap hari, beliau jadikan sebagai teladan. Beliau jadikan sebagai rujukan, Hammad bin Sulaiman, rodhiyallohu 'anhu. Ba'da tammuli, setela merenung. Taammul itu apa? bentuk kalimatnya? Dari apa? apa fi'il madhinya??
taAmmala yataammalu taamulan. Ini merupakan fi'il tsulatsi mazid? dua huruf. Jadi Abu Hanifah memilih Hammad bin Sulaiman sebagai gurunya, ba'da tammul, setelah merenungi, setelah pertimbanganya matang. Wat tafakkur (dan berfikir lama). Menimbang2 beliau, kalau ini bagaimana kalau ini bagaimana, maka jatuhlah pilihan beliau kepada Hammad bin Sulaiman. 


Wa Qoola coba perhatikan, apa alasan Abu Hanifah memilih Hammad bin Sulaiman sebagai gurunya. Wa jadtuhu syaikhon wa Quuron. Saya lihat Hammad itu seorang Syaikh, syaikh itu di bahasa arab apa artinya? Orang tua. Kita kan syaikh itu ulama ya? di arabnya orang tua. Jadi kalau ada orang yang dipanggil syaikh, saya gak mau, karena saya masih muda. Walaupun niatnya untuk menghargai saja, syaikh syaikh syaikh... begitu. Itu diarabnya orang tua artinya, syaikh itu orang tua. Wa jadtuhu (hammad itu) Syaikhon (orang tuan) Wa quuron (yang berwibawa). Tenang pembawaanya, tidak seperti orang kebanyakan, tenang, berjalanya itu yaa... tidak banyak menoleh kesana kemari. Tidak banyak bergerak, gerakan2 yang tidak perlu. Berbicara seperlunya, bergerak seperlunya, berwibawa. Jadi kata Abu Hanifah, saya menemukan saya melihat Hammad itu seorang syaikh yang waqur (yang berwibawa). Haliman, santun orangnya. Santun orangnya, baik dalam berbicara, dalam bersikap, tidak mudah terpancing emosi, santun sekali. Shobuuron (sabar) sabar disini sifat yang harus dimiliki setiap guru. Karena tidak setiap murid sama karakternya, sama kesiapanya untuk mendapatkan ilmu, ada yang cepat menangkapnya ada yang lambat menangkapnya, kan begitu... Kalau guru tidak sabar, ya tidak akan bisa  bertahan. Kepada yang pintar, iyalah dia bisa memberikan pujian, kepada yang tidak pintar / kepada yang lambat? bisa marah2. 

Sabar.. perlu, maka ada yang unik ananda, di antara kelebihan Imam Asy Syafi'i Rohimaallohu ta'ala adalah beliau punya murid Al Muzani, Al Muzani itu ternyata tidak begitu pintar orangnya. Ketika di majlis ilmu itu agak lama menangkapnya. Dan sang guru Asy Syafi'i menangkapnya, ini muridnya agak lama, nanda. Maka karena rasa sayang kepada sang murid, Imam Asy Syafi'i mengajaknya untuk ke rumahnya, agar apa? diulang lagi, pelajaran itu kepada Al Muzani, khusus...ditambah, dan itu tidak ada tambahan biaya. Kalau ada tambahan ulangan berarti kan ada tambahan biaya juga, privat kan begitu, ini gak begitu. Karena begitu sayangnya sang guru kepada muridnya. Ketika melihat muridnya agak sedikit kurang cepat nangkapnya maka diajak ke rumah dan diberikan tambahan pelajaran. Jadi kriterianya ada tiga kenapa abu hanifah memilih hammad, 
pertama?  Syaikhon berarti beliau sudah tua, senior.
kedua? waquuron berwibawa
ketiga? haliman santun
keempat? shoburon sabar

Empat kriteria guru, oleh Abu Hanifah, satu usianya sudah tua, wibawanya, santunya, yang keempat sabar. Dan ini harus ada pada kita yang ingin menjadi guru. Mungkin di antara kita ada yang jadi guru insyaalloh, apa gurunya disekolah, atau di masyarakat. Atau mungkin di keluarga, maka pilih keempat ini. Kalau umur masalah takdir itu, tapi setidaknya memiliki wibawa, memiliki kesantunan, memiliki kesabaran. Wa qoola, dan abu hanifah berkata, tsabattu fa nabattu saya tegar, saya tetap, dan saya pun jadi tumbuh. Ketika saya tetap berada di majlis hammad bin sulaiman, fa nabattu - dari kata nabata yanbutu, Saya tetap di majlis Hammad bin Sulaiman, maka saya pun tumbuh, tumbuh jadi seorang yang alim. Maka harus sabar, gak bisa ilmu didapatkan hanya seminggu dua minggu, setahun dua tahun, harus lama. Untuk bisa tumbuh itu ya begitu, harus lama. Tsabattu fa nabattu. Saya tetap, dan saya sabar, maka saya pun tumbuh. wa qoola dan beliau berkata, sami'tu hakiman min samarqond, saya mendengar ada seorang ahli hikmah, seorang yang bijak, seorang ahli hikmah yang ada di samarqan

Dia berkata, Inna wahidan min tholabatil ilmi, sesungguhnya ada seseorang penuntut ilmu. Syawaro ma'i, bermusyarawah dengan ku, fi tholabil ilmi, tentang mencari ilmu. Wa kaana, dan orang itu, sudah bertekad, alad dzahabi untuk pergi, berangkat, ila bukhoro. Ingat ya.. kalau ada tulisan begini berarti dia nama daerah, bukan Imam Bukhori maksudnya, tapi ke daerah Bukhoro. Li tholabil ilmi untuk mencari ilmu. Intinya apa? Intinya bahwa orang ingin mencari ilmu, dia meminta pendapat dulu kepada orang yang terlebih dahulu darinya dalam mencari ilmu. Kita dulu pernah seperti itu, sebelum datang kesini.. tanya ke senior. Nanya kepada yang sudah belajar di padang panjang. Bagaimana disana kondisinnya? bermusyawarah kepada orang yang terlebih dahulu. Wa hakadza (dan seperti itulah) yusyawiro fi kulli amrin, seorang pencari ilmu bermusyawarah meminta pendapat dalam segala hal, dalam segala urusan. Fa innalloha ta'ala , karena Alloh saja, amaro rosulahu (memerintahkan rosulNya) bil musyawaroh (untuk musyawarah). Fil Umur.. dalam banyak hal. Apa itu ayatnya? Ingat ayatnya? ayat yang memerintahkan Nabi untuk Musyawarah. Wa syawirhum, fil amri. Bermusyawarahlah dengan mereka dalam setiap urusan. Itu Nabi lho.. nabi yang tentu lebih pintar, lebih cerdas, dan didukung oleh wahyu, tapi tetep diperintahkan untuk? bermusyawarah. Maka ada dalam sebuah kalimat


 مَا خَابَ مَنِ اسْتَخَارَ وَلاَ نَدِمَ مَنِ اسْتَشَارَ وَلاَ عَالَ مَنِ اقْتَصَدَ

ما ندم من استشار

maa nadima manisytasyaro

tidak akan menyesal orang yang bermusyawarah. (orang yang suka bermusyawarah). Mengapa...? karena kalau kita mengandalkan pendapat sendiri, kadang kita tidak perhatian, ada yang kemudian kita tidak tahu, kemudian bisa diberi tahu oleh yang lain. Baik... Fa innalloha ta'ala amaro Rosulahu bil musyawaroh sesungguhnya Alloh Swt, memerintahkan RosulNya bil musyawaroh untuk bermusyawarah fil umur (dalam setiap urusan). Wa lam yakun ahadun aftona minhu, padahal tidak ada orang yang lebih cerdas dari beliau. Wa ma'a dzalika, meskipun demikian, umiro, bil musyawarah. Beliau tetep diperintahkan untuk bermusyawarah. Wa kaana yusyawiru ashabahu, dan beliau bermusyawarah dengan para sahabat. fi jami'il umur, dalam segala urusan. Hatta hawaaijil baiti, sampai kepada kebutuhan Rumah pun beliau bermusyawarah.  Minta pendapat kepada orang lain. Rosululloh seperti itu, orang yang paling cerdas, orang yang paling pinter, orang yang didukung oleh wahyu, tetep diperintahkan bermusyawarah. Apalagi kita yang serba lemah. 


----


Bagaimana cara menghindari perdebatan. Pertama kita harus tahu dulu, apakah kita diajak berdebat atau berdiskusi biasa? kalau ajakanya berdiskusi bertukar pikiran, kita layani. Bagus itu kita belajar melihat pandangan orang lain. Kita belajar menyampaikan pendapat kepada orang lain. Nah bedanya itu kalau diskusi kan kita merasa lebih nyaman, dan yang kerasa itu yang diinginkan. Diskusi itu bagus, kita layani itu... kita mungkin satu kelas, atau satu kamar, diskusi kita dalam satu masalah, bagus itu kita bertukar fikiran. Nah diskusi itu bisa saja berubah menjadi perdebatan, kapan? ketika masing2 mempertahankan pendapatnya mati2an, merasa bahwa dia yang paling benar. Segala cara, argumentasi diajukan, padahal kadang itu juga tidak kuat argumentasinya. Jika sudah mengarah ke perdebatan, kita undur diri. Maaf... saya gak ikut... kalau awalnya masih diskusi itu masih bagus, tapi kalau sudah berubah arahnya, kita katakan mohon maaf, kita gak bisa ikut lagi. Kalau sudah sejak awal tercium aroma perdebatan, sejak awal jangan ikut. Maaf saya tidak bisa, saya tidak tahu, saya perlu belajar, saya perlu itu sudah... lebih bagus kita membuat alasan seperti itu, daripada kita terjebak pada perdebatan yang itu hanya membuat emosi naik, kita jadi benci kepada dia. Jadi kita bedakan dulu, ini ajakan diskusi kah? atau ajakan berdebat? Kalau diskusi kita ikut, kita ingin menyampaikan pendapat kita dengan baik. Tanpa harus grogi, tanpa harus gugup. Tapi jika sudah nampak ke arah perdebatan? kita setop kita berhenti, kita undur diri. 

Dan jangan pernah merasa malu, ketika kita mulai berdiskusi tapi kan berobah jadi perdebatan, dan kita merasa gengsi untuk mundur, nanti kita dikatain kalah. Dikatain kita tidak punya argumentasi, jangan. Ada janji Rosululloh, Alloh menjanjikan tempat di surga yang paling tinggi bagi orang yang meninggalkan perdebatan meskipun dia benar. 

أنا زعيمٌ ببيتٍ في ربَضِ الجنَّةِ لمن تركَ المِراءَ وإنْ كان مُحقًّا
Ditinggalkanya perdebatan, mekipun dia dalam kondisi yang benar. Artinya jika diteruskanya dia bisa menang. Dia tidak mau, dia lebih suka mundur untuk perdebatan yang tidak ada ujungnya, tidak ada manfaatnya. Itu dia sudah mengorbankan egonya, dan ternyata yang sudah mengorbankan egonya itu ternyata besar, pahalanya oleh Alloh. Surga nanti di akhirat. Jadi itu dulu, pertama kita harus tahu, kemana arahnya ini. Diskusi, oke.. kita ikut, kita juga ingin belajar memberikan pendapat. Tapi kalau sudah mengarah ke perdebatan kita undur diri, tapi dengan cara yang baik juga ya. Mohon maaf, saya tidak bisa terus, tidak bisa lanjut, mohon maaf, saya belum baca sampai sejauh itu, tetep kita jaga perasaan orang lain. 


Kalau lomba? itu adalah sarana untuk melatih kemampuan berdebat. Dan tidak akan membuat kita membenci orang yang mengalahkan kita, ia hanyalah sarana saja, hanya latihan saja, itu beda, beda. Baik lomba2 yang diadakan oleh sekolah, atau lomba2 yang lebih besar skoopnya, tidak apa2. Karena bagaimana pun kita sebagai tholibul ilmi harus mempunyai kemampuan dalam berdebat. Iya... kalau kita nanti berhadapan dengan orang yang tidak percaya kepada agama misalnya, ateis, atau orang2 non muslim yang menyerang agama kita, dan kita tahu, bahwa itu salah seranganya, kita harus bisa membalas itu. Untuk membela agama kita, jadi kita pun juga harus punya kemampuan berdebat. Melihat argumentasi orang, bagaimana cara membalasnya kembali, harus punya kemampuan untuk itu. Maka ada gunanya, ada faidahnya dilatih untuk berdebat. Dan itulah fungsi diadakan lomba seperti itu, dengan catatan jangan sampai kita benci kepada orang yang mengalahkan kita dalam lomba itu. Itu hanya lomba biasa kok. Apalagi ada penilainya juga kan? mungkin saja kita yang lebih hebat, yang lebih bagus, tapi karena ada juri, juri punya standarnya, maka ini si A yang menang misalnya, kita terima saja hasilnya. Jadi bedakan antara itu perlombaan sebagai sarana latihan dari pesantren, dari madrasah2 agar kita memiliki kemampuan dalam bermunadhoroh, dalam ber mudzakaroh, nanti ini akan kita butuhkan ketika kita nanti sudah jadi guru, jadi seorang ustadz, atau ustadzah. Yang harus dihindari adalah perdebatan yang tidak bagus, yang berdampak pada renggangnya hubungan, itu tidak boleh. 


Apakah boleh kita berdzikir di tempat yang ada kotoran, tetapi di dalam hati kita bacanya. Selama dia tidak dilafadzkan, maka di dzikir di dalam hati dibolehkan. Dan memang kita tidak boleh lengah dari Alloh sesaat pun, sedetik pun kita tidak boleh lengah. Jadi hal yang biasa kok kita di kamar mandi kah, kita ingat kepada Alloh, ingat begitu saja, bukan dalam pengertian diingat2 begitu, itu tidak masalah, agar hati kita tidak lengah sedikitpun, dari Alloh, tapi ingat tidak boleh dilafadzkan. untuk menghargai dzikir lisan itu yang harus di tempat yang bersih, yang suci. Dzikir qolbi itu dimanapun, bahkan rosululloh itu di dalam sebuah hadits, tidak pernah tidur hatinya dari dzikir. Mungkin tidur mata beliau, tapi tidak tidur hati beliau. 

Laa tanaamu qolbi, an dzikrillah. 

Comments