Skip to main content

Dr. Fuad Fansuri | Makkiyah dan Madaniyah Studi Ilmu Al Quran

Makkiyah dan Madaniyah merupakan salah satu tema yang paling penting dalam studi Al Quran. Para Ulama sudah banyak menulis tema tentang Makkiyah dan Madaniyah ini yang tersebar dalam kitab2 Studi Al Quran  atau Ulumul Quran, sehingga ada seorang ulama Abu Qosim, Al hasan, bin Muhammad, bin Habib, An Naisaburi, dalam kitabnya yang berjudul Al Tanbihu ala ulumil quran


Apa Kata beliau? 

مِنْ أَشْرَفِ عُلُومِ الْقُرْآنِ عِلْمُ نُزُولِهِ وَجِهَاتِهِ وَتَرْتِيبِ
مَا نَزَلَ بِمَكَّةَ وَالْمَدِينَةِ وَمَا نَزَلَ بِمَكَّةَ وَحُكْمُهُ مَدَنِيٌّ وَمَا نَزَلَ بِالْمَدِينَةِ وَحُكْمُهُ مَكِّيٌّ وَمَا نَزَلَ بِمَكَّةَ فِي أَهْلِ الْمَدِينَةِ وَمَا نَزَلَ بِالْمَدِينَةِ فِي أَهْلِ مَكَّةَ

Salah satu ilmu yang paling agung, yang paling mulia diantara ilmu ulumul quran, adalah ilmu yang mempelajari tentang turunya Al Quran dan dimana dia diturunkan, di Mekkah atau di Madinah. 

 وَمَا نَزَلَ بِمَكَّةَ وَحُكْمُهُ مَدَنِيٌّ
Ada juga ayat Al Quran yang turun di Mekah tapi dia dianggap sebagai ayat2 madaniyah. 

وَمَا نَزَلَ بِالْمَدِينَةِ وَحُكْمُهُ مَكِّيٌّ 
wa Maa Nazala bil madinah, wa hukmuhu makkiyun ada juga ayat yang turunya di madinah, tapi dia dianggap sebagai ayat2 makkiyah. 

وَمَا نَزَلَ بِمَكَّةَ فِي أَهْلِ الْمَدِينَةِ
wa maa nazala bil makkata bi ahlil madinah. Ada juga ayat2 yang turun di Mekah tapi yang disinggung adalah penduduk madinah. 


وَمَا نَزَلَ بِالْمَدِينَةِ فِي أَهْلِ مَكَّةَ

Ada juga ayat yang turun di Madinah, tapi sebenarnya yang disinggung adalah penduduk mekkah. 


Banyak sekali ayat2 al quran itu yang terkait dengan makkiyah dan madaniyah. 



Nah para ulama sendiri, membagi tentang teori makkiyah dan madaniyah. 
  • Teori yang pertama adalah teori geografis
  • Teori yang kedua adalah teori subyektif (beriman dan tidak beriman)
  • Teori yang ketiga adalah teori historis (pre hijrah dan pasca hijrah)

Nah ini banyak dijelaskan di kitab2 ulumul quran. Misalnya di kitab manahilul irfan, di kitab al itqon, secara garis besar, para ulama berbeda pendapat tentang mana yang dimaksud ayat2 mekkah, dan mana yang dimaksud dengan ayat2 madaniyah. Saya istilahkan disini teori penetapan ayat2 makkiyah dan ayat2 madaniyah

Dan yang pertama, Ada yang menggunakan teori geografis, yang saya maksud dengan geografis menetapkan ayat2 makkiyah, atau ayat2 madaniyah berdasarkan lokasi dimana ayat al quran itu diturunkan. 
Kalau ayat Al Quran itu turun di Mekah, maka dinamakan ayat2 makkiyah. Kalau al quran itu turun di madinah, maka dinamakan ayat2 madaniyah. As simple as that.. artinya sesimple itu? Makanya dari segi penamaanya juga diambil dari dua nama tempat ini. Makkiyah turun di mekkah, madaniyah turun di madinah. Nah itu teori penetapan yang pertama, namanya teori geografis. 

Kemudian teori yang kedua, teori penetapanya adalah teori subyektif. Ayat2 makkiyah, teori subyektif ini, adalah ayat2 yang diturunkan bagi orang yang tidak beriman. Atau ayat2 yang turun secara umum, tidak khusus kepada orang2 yang beriman saja. Tetapi ayat yang diturunkan kepada seluruh umat manusia. Itu namanya ayat2 makkiyah, sedangkan ayat2 madaniyah, berdasarkan teori ini adalah ayat yang diturunkan kepada orang2 yang beriman. Atau ayat2 yang berbicara tentang orang2 yang beriman, maka itu diistilahkan sebagai ayat2 madaniyah. 

Untuk teori yang ketiga, saya istilahkan dengan teori historis. Ini berdasarkan waktu (historis). Dibagi dua, fase pra hijrah, dan frase pasca hijrah. Menurut teori pra hijrah, berdasarkan waktu, ayat2 yang turun sebelum Nabi berhijrah. Sedangkan ayat2 madaniyah merupakan ayat2 yang turun pasca hijrah. dan setelah nabi berhijrah. 


Nasikh Mansukh
Seperti yang saya sampaikan tadi bahwa ayat Al Quran. itu turun berdasarkan situasi dan kondisi masyarakat arab jahiliyah, nah sehingga teks Al Quran ini merupakan interaksi realitas, yang dinamis historis. Pemahaman ulama terkait ayat2 makkiyah dan ayat2 madaniyah, secara umum berdasarkan paradigma hukum saja. Ada dibahas mengenai an nasikh wal mansukh. Ilmu nasikh wal mansukh ini secara singkatnya ilmu tentang pembatalan hukum. Ilmu tentang penghapusan hukum, misalnya hukum A bisa terhapus dengan datangnya hukum B. Sesuatu yang dulunya halal, bisa berubah menjadi haram, atau sebaliknya. Dulunya haram bisa menjadi halal. Nah ini dibahas dalam ilmu nasikh wal mansukh. Pembatalan hukum ini tentu berdasarkan dalil, ada ayat / ada hadits yang mengharamkan sesuatu, kemudian dibolehkan dengan dalil yang lain. Ada hadits tentang pengharaman terhadap sesuatu, kemudian datang hadits yang membolehkanya, misalnya tentang ziarah kubur. Sebagaimana sabda Rosululloh

نَهَيْتُكُم عن زيارةِ القبورِ، فزُورُوها
kuntu nahaitukum an ziarotil kubur, fazuuruu haa
Dulu ziarah kubur itu haram, dilarang oleh Nabi. Nah tapi belakangan ziarah kubur itu diperbolehkan (belakangan). Kenapa ilmu makiyah dan madaniyah ini menjadi penting, karena untuk mengetahui yang mana hukum yang dibatalkan, dan yang mana hukum yang membatalkan. Saya berikan ilustrasi saja ya. 

  • Pra hijrah - ziarah kubur dilarang - Al mansukh (yang dibatalkan)
  • Pasca hijrah - ziarah kubur dibolehkan - An Nasikh (yang membatalkan)

Jadi hukum pelarangan ini hukum yang datang duluan, sedangkan hukum yang membolehkan, ini hukum yang datang kemudian. Untuk mengetahui yang mana datang duluan, dan yang mana datang belakangan maka itu dengan mempelajari ilmu makkiyah dan madaniyah. Karena itu penetapanya berdasarkan waktu. Dalam ilmu nasikh mansukh, hukum yang datang duluan itu membatalkan hukum yang datang belakangan. Untuk mengetahui mana yang datang duluan dan mana yang datang belakangan itu dengan mempelajari makiyah dan madaniyah. Karena berdasarkan zaman, atau waktu turunya, makkiyah itu adalah ayat yang turun sebelum Nabi hijrah, ayat madaniyah itu adalah ayat yang turun setelah Nabi berhijrah. Berarti? dalam konsep hukum ini, nasikh mansukhnya penetapan hukumnya maka yang mana yang membatalkan, yang mana yang? dibatalkan. Ayat2 makkiyah yang membatalkan ayat madaniyah, atau ayat madaniyah yang membatalkan ayat makkiyah??

Ayat Madaniyah yang membatalkan hukum makkiyah. Karena madaniyah yang turun belakangan, membatalkan ayat2 yang turun terlebih dahulu yaitu ayat2 makkiyah. Begitulah paradigma hukum yang saya maksud disini. 



Tiga Variabel
3 Variabel para ulama ini perlu dikonfirmasi ulang. Kenapa? nah kita jelaskan. Pertama mengenai teori geografis. Ini kita pembacaan kritis ya, terhadap pandangan ulama. Dengan segala hormat tentunya kepada para ulama yang telah menetapkan teori Makkiyah dan Madaniyah, tetapi dalam kajian kita di Pascasarjana adalah tidak ada manusia yang luput dari kesalahan. Kecuali manusia yang paling mulia, yaitu baginda Rosululloh Saw. Karena segala tindak tanduknya, ucapanya, perkataanya, perbuatanya, sifat2nya itu dibimbing langsung oleh Alloh. Selain beliau? tidak ada yang maksum minal khotho', yang terbebas dari kesalahan ataupun dosa. Mengenai teori makkiyah dan madaniyah ini, ini kan juga dibuat oleh para ulama. Sehingga mereka berbeda pendapat juga tadi, ada tiga teorinya. Karena mengenai teori makkiyah dan madaniyah ini teori yang ditetapkan oleh para ulama berdasarkan riwayat2 para sahabat, dan para tabi'in tentunya. Sehingga dua generasi inilah yang dianggap punya otoritas, namun masih menyisakan masalah. 

Nah Masalah yang pertama
Kerancuan teori geografis, yang menetapkan ayat2 itu berdasarkan lokasi dimana turunya ayat Al Quran. Masalahnya, ayat2 al quran itu ternyata tidak turun di mekkah dan madinah saja. Seperti di 
  • jubbah
  • hudaibiyah
  • baitul maqdis (palestina)
  • tabuk. 

Tabuk ini bukan di mekkah, bukan di madinah. Tabuk ini dekat dengan perbatasan yordania arab saudi. Jadi agak sedikit ke utara lokasinya, itu 1000 km jauhnya dari kota mekkah. Dari madinah itu jaraknya 600an km. Kota ini jadi pangkalan terbesar arab saudi. Kalau pesawat2 tempurnya arab saudi ini banyak diparkir disana. Pangkalan terbesar angkatan ada di tabuk. Ini karena posisinya agak ke utara, ini sering turun salju disana. Makanya kita sering mendengar berita berita, di arab saudi juga turun salju ya...? ya betul, di arab saudi pernah turun salju, di arab saudi itu sering turun salju. Turunya di musim2 dingin, bulan 11 bulan 12 bulan januari itu biasa turun salju disana. Arab saudi, daerah yang gersang, turun salju. Ini salah satu bukti, dekatnya datangnya hari kiamat... padahal... sebenarnya arab saudi yang sering turun salju itu bukan di mekkah dan madinah, tapi di Tabuk. Jadi wajar2 saja, jadi memang sering turun. Padahal.. wooo.. baru kali ini turun salju di mekkah dan madinah. Padahal bukan di mekkah dan madinah. Jadi Al Quran itu tidak hanya turun di mekkah dan madinah saja. Nah kalau kita mengikuti teori geografis, kalau ayat al quran turun di mekkah dan ayat madaniyah itu turun di madinah, bagaimana menetapkanya? ayat al quran yang turun di?
  • jubbah
  • arafah
  • hudaibiyah
  • tabuk
  • palestina
Dia masuk yang mana? makkiyah atau madaniyah? Ini salah satu kerancuan, banyak ayat2 al quran yang tidak turun di mekkah, dan tidak turun di madinah, tapi di tempat lain, selain di Mekkah dan madinah. Bagaimana menentukanya? apakah masuk dalam kategori ayat makkiyah atau madaniyah? Ada yang mengatakan...
yang mana yang paling dekat, kalau dia dekat dengan mekkah maka dia dikategorikan sebagai ayat makkiyah. Kalau lebih dekat dengna madinah, maka dikategorikan sebagai ayat madinah. Maka kalau ayat turun di tabuk, karena dia lebih dekat ini, dengan madinah, berarti dia dikategorikan sebagai ayat2 madaniyah. Karena 600km dibanding 1000 km. 


Variabel Sasaran
Tapi tidak diterima oleh sebagian kalangan teori seperti ini, sehingga mereka mengganti dengan teori yang lain. Untuk menentukan teori makkah madaniyah itu ditentukan redaksinya (yaa aiyuhannaas, yaa ayiyyuhalladzina amanu). Simplenya begini

Makkiyah ayat yang berbunyi yaa aiyyuhannas (wahai, sekalian manusia). Yaa aiyuhannas ini panggilan bagi penduduk mekkah. 
sedangkan ayat2 
madaniyah ayat yang berbunyi yaa aiyyuhalladzina aamanu (wahai sekalian orang yang beriman) panggilan bagi penduduk madinah

Jadi kurang lebih sama saja dengan teori yang pertama. Kalau teori yang pertama tadi berdasarkan tempat, kalau teori yang kedua ini berdasarkan variabel sasaran. Kepada siapa, ayat tersebut diturunkan. Karena di Mekkah dulu lebih banyak orang yang tidak beriman, lebih banyak penyembah berhala, maka panggilanya disesuaikan, sehingga dipanggil dengan panggilan yang lebih umum. Wahai sekalian manusia...

Sedangkan ketika ayat al quran turun di madinah, karena penduduknya mayoritas sudah beriman, maka panggilanya disesuaikan yaa aiyuhalladzina amanu. Itu yang dimaksud dengan teori subyektif, atau variable sasaran. Masalahnya, tidak semua ayat di Al Quran, tidak menggunakan lafadz Yaa aiyuhannas, Yaa aiyuhalladzina aamanu. Bahkan, ada ayat yang redaksinya yaa aiyuhannaas, tapi bukan kategori ayat makkiyah, tapi ayat madinah. Seperti dalam surat An Nisa ayat 1. Surat An Nisa, ini adalah ayat2 madaniyah meskipun ayat pertamanya adalah berbunyi Yaa aiyuhannaas. Sebaliknya juga begitu, ada ayat yang bunyinya yaa aiyuhalladzina aamanu, tapi ternyata bukan ayat madaniyah. Nah ini dalam surat Al Hajj dalam ayat 77. Nah itu kerancuan teori yang kedua. 

Nah kemudian, kerancuan teori yang ketiga. Variabel Fase / Waktu. Jadi ada beberapa ayat yang turun di mekkah setelah Nabi Hijrah, padahal nabi setelah Hijrah, namanya ayat Madaniyah. 

  • Makkiyah itu pra hijrah
  • Madaniyah itu pasca hijrah

Kalau dalam pemaknaan seperti ini ada masalah juga, kenapa? karena dari segi namanya makkiyah kan diambil dari kata mekkah, madaniyah diambil dari kata madinah. Nah masalahnya kan kehidupan Rosululloh itu kan seperti ini, berdasarkan waktunya. Nabi pertama kali itu kan di Mekkah, kemudian berhijrah .

Nabi hidup di Mekkah, lahir di Mekkah sampai beberapa waktu, 50an tahun beliau, baru pindah ke madinah. Setelah beliau di Madinah, apakah Nabi tidak pernah ke Mekkah lagi? Pernah, pada saat peristiwa haji. Nabi kan ingin melaksanakan ibadah haji, beberapa kali nabi batal, karena dilarang masuk ke mekkah. Tapi pada akhirnya nabi bisa masuk kembali ke mekkah, tempat dimana beliau dilahirkan, berarti perjalananya Nabi, selama hidup, beliau kembali lagi ke mekkah. Dan ketika Nabi berangkat ke mekkah untuk melaksanakan haji, ayat Al Quran turun di mekkah.  

Di arafah misalnya, ayat terakhir Turun, al yauma akmaltu lakum dinaakum. Ketika Nabi sedang berkhutbah, khutbah arofah, ayat ini turun, turunya di arafah, di dekat mekkah. Kalau berdasarkan kategorisasi, variable fase / waktu maka ayat yang turun sewaktu Nabi melaksanakan haji di arofah, khutbah di arafah, itu masuk dalam kategori ayat2 madaniyah. Karena dia turunya pasca hijrah. Tapi lokasinya di Mekkah. Ini kan secara penamaan kan rancu juga. Namanya madaniyah, tetapi turun di mekkah, ini ada kerancuan juga. Meskipun kerancuan ini bisa ditolerir, yah minimal kerancuanya, namanya tidak cocok, tidak pas. Masak ayat madaniyah, tapi turun di mekkah. Kan.... jadi bingung, kenapa gak menggunakan nama yang lain misalnya. Nah itu pertanyaan2 kritis. Nah meskipun ini punya kelemahan, tapi inilah pendapat yang paling banyak dipilih oleh para ulama. Karena kenapa? karena peristiwa hijrah itu bukan hanya perpindahan tempat dari mekkah ke madinah. Tapi peristiwa hijrah juga menjadi peristiwa perpindahan realitas. Perubahan realitas inilah yang mempengaruhi teks2 al quran, makkiyah dan madaniyah. Sehingga peristiwa hijrah ini adalah perpindahan realitas, perubahan realitas masyarakat arab, dari tahap penyadaran, ke tahap pembentukan. 

Orang2 mekkah kan dulu para penyembah berhala, menyembah Patung, menyembah berhala itu kan semacam perbuatan yang tidak masuk akal. Bagaimana menyembah sesuatu, benda mati yang tidak bisa memberikan manfaat, dan tidak juga bisa memberikan mudhorot. Yah seakan2 mereka sedang tidak sadar menyembah berhala. Sehingga di fase makkiyah, para penduduk mekkah, orang2 musyrik mekkah yang menyembah berhala itu semacam ingin disadarkan dengan ayat2 al quran. Heyy... masak kamu menyembah berhala, itu tidak bisa memberikan manfaat dan mudhorot lho. Sembahlah Alloh yang Maha Esa. Ayat yang turun di mekkah itu berbicara tentang keimana. Bahwa ada hari kebangkitan, karena mereka orang2 musyrik, penduduk mekkah tidak percaya adanya kebangkitan. Ya setelah mati selesai persoalan, tidak ada hari kebangkitan. tidak ada lagi hari pembalasan, dan seterusnya. Sehingga mereka dianggap tidak sadar. Perlu penyadaran dengan adanya ayat2 makkiyah, dengan adanya ayat2 yang turun di mekkah itu berusaha untuk menyadarkan bahwa ada yang namanya Iman kepada Alloh. Ada yang namanya Iman kepada hari kebangkitan. 

Nah kemudian, ke tahap pembentukan pada fase madaniah, dimana yang kita ketahui, masyarakat sudah berkembang sehingga ada pembentukan karakter masyarakat madani. Biasa kita dengarkan istilah masyarakat madani, generasi umat islam yang terbaik di zaman nabi. Ini tahap pembentukan karakter, dalam realitas seperti ini ada realitas masyarakat mekkah, tahap penyadaran ke tahap pembentukan di masyarakat madinah. Maka metode dakwah yang digunakan tentu sesuai dengan realitas tersebut. Biasanya di ayat2 makkiyah itu, tahap pertama, bernada ancaman, peringatan, indzar. Eh... kamu melakukan kejahatan, nanti di hari kemudian akan dibalas. Ada indzar, ada peringatan, ada ancaman, ada kecaman, nah itu ciri2 ayat2 makkiyah. Ibaratnya ditakut2 i lah. Anak2, kalau kita mengajari sesuatu biasa ditakut2 i kan? takut neraka. Karena begitu juga Al Quran mengajarkan ajaran2 nya kepada penduduk mekkah. Itu ditakut2 i dulu, belakangan soal kenapa begini, kenapa begitu? Nanti pada saat tahap kedua, ayat2 madaniyah, pemahamanya lebih mendalam. Makanya ayat2 makkiyah itu ayatnya pendek2. Seperti ayat2 yang ada di juz makkiyah itu, ayatnya pendek2. Sedangkan ayat2 madaniyah itu ayatnya yang lebih panjang. Nah ini untuk mempertegas dari indzar, dari ancaman, kecaman, ke ajaran risalah, ini lebih ke tahap pembentukan. 

Maka ayat2 madaniyah itu ayat2 yang berbicara tentang bagaimana hubungan sosial dengan masyarakat, karena orang yang hidup di madinah tidak hanya satu agama saja. Tidak satu suku saja, tetapi adat berbagai macam agama. Heterogen, majemuk, seperti di Indonesia. Ada agama Yahudi, ada agama Nashrani, dan agama2 yang lain. Sehingga ayat2 yang turun, yang sesuai dengan konteks, dimana Al Quran itu diturunkan. Nah disinilah urgensi mempelajari ayat2 makkiyah, agar kita bisa melihat metode dakwah, metode pengajaran yang dibawa oleh Al Quran, berbeda antara ayat2 makkiyah dan ayat2 madaniyah. Masing2 punya karakteristik, punya ciri2 yang berbeda antara satu dengan yang lain. Oke.. demikian yang bisa saya jelaskan antara ayat2 makkiyah dan madaniyah.



Apakah ada teori lain, selain tiga teori tadi yang dianggap rancu? 
Ada ayat yang memperbolehkan menikahi Ahli Kitab, apakah ini juga berlaku hukum nasikh mansukh? 

Sebenarnya banyak teori2 yang lain, ada beberapa teori. Tapi terkadang sulit membedakan antara teori dan karakteristik (ciri2). Kadang kita mempelajari makkiyah dan madaniyah itu hanya ciri2nya saja ya. Ciri2nya ayat Makkiyah itu ayat2 pendek, berbunyi yaa aiyuhannas,  dia berbicara tentang keimanan, kemudian dia berbicara tentang hari kebangkitan, dia berbicara tentang qoshoshul anbiya, tentang kisah2 para nabi. Makkiyah dan Madaniyah itu penetapanya adalah berdasarkan riwayat. Khususnya dari dua generasi, yaitu sahabat dan tabi'in. Dua generasi inilah yang mempunyai otoritas untuk menentukan riwayat, mana ayat makkiyah, dan mana ayat madaniyah. Nah cuman teori yang saya sebutkan tadi itu lebih kepada pemetaan, kategorisasi. Untuk lebih memudahkan pemahaman tentang ayat2 tentang makkiyah dan madaniyah. Sehingga penetapannya Makkiyah dan Madaniyah ini tidak bisa  selain riwayat dua generasi tadi. Generasi yang paling dekat adalah generasi sahabat, dan generasi tabi'in. Karena ibaratnya, mereka yang menyaksikan turunya ayat Al Quran. Makanya riwayat2 tentang makkiyah dan madaniyah itu biasanya hadits2 yang disampaikan oleh para sahabat. Penjelasannya, pengakuanya, dari para sahabat. Karena merekalah yang menyaksikan, oh ayat ini turun di mekkah. Langsung Nabi menyampaikan kepada para sahabat, oh.. saya barusaja diturunkan ayat ini. Atau para sahabat bertanya tentang sesuatu, kemudian dijawab dengan Al Quran. Mereka yang menyaksikan, mereka yang melihat bagaimana kondisi ayat Al Quran diturunkan. Sehingga penetapanya dari mereka, riwayat2 yang datang dari mereka. 

Di Zaman sahabat dan Nabi kan tidak ada istilah makkiyah dan madaniyah. Jadi ilmu tentang makkiyah dan madaniyah ini sebenarnya ilmu bid'ah. Memang tidak dipelajari, tidak ada di zaman Nabi. Tidak ada di zaman sahabat juga, di zaman tabi'in juga. Nanti para ulama sampai dengan Imam Suyuti, mengkategorisasikan, O... ayat ini namanya makkiyah. O... ini ayat madaniyah. Berdasarkan penetapan kategorisasi yang mereka buat sendiri. Nah menurut pemahaman kontemporer, teori kontemporer. Imam Suyuti menetapkan ini pasti tidak terlepas dimana beliau hidup. Beliau hidup di zaman serbuan pasukan salib dari barat. Maka penetapan makkiyah dan madaniyah itu dalam konteks itu juga. Tidak terlepas dari serangan pasukan salib dari barat. Makanya menggunakan istilah makkiyyah dan madaniyah, itu sangat kearaban banget kan? Bahwa ternyata ada peradaban mekkah, ada peradaban madinah. Sehingga perlu adanya metode kritis dalam memetakan makkiyah dan madaniyah, karena pemetaan ulama klasik, seperti Imam As Suyuthi, juga tidak terlepas dari konteks tantangan zaman. 


Jadi istilah nasikh mansukh ini juga terjadi perbedaan pemaknaan diantara para ulama. Ada yang memahami nasikh mansukh ini ibntholul hukmi, membatalkan, menghapus. Mengganti satu hukum dengan hukum yang lain. Tapi ada ulama yang mengatakan sebenarnya bukan pembatalan, tapi rof'ul hukmi, penundaan hukum. Artinya dulu, sesuatu hal diharamkan, kemudian ditunda dengan hukum yang lain. Berarti hukum yang dulu itu apakah tidak akan berlaku lagi? Boleh jadi berlaku lagi, tapi hanya ditunda hukumnya. Itu tadi maknanya penundaan hukum, rof'ul hukmi, kalau tadi pembatalan, ini adalah penundaan. Kalau kita bawa ke konteks menikahi ahlul kitab, maka bisa saja ini adalah rof'ul hukmi, penundaan. Sekarang tidak bisa, karena tidak ada ahlul kitab. Ada ulama yang sebenarnya membolehkan, bagi seorang laki2 muslim, menikahi non muslim perempuan. Boleh... misalnya saya seorang laki2 ingin menikahi orang nashrani, ada ulama yang memperbolehkan. Tapi apakah ahlul kitab yang dimaksud zaman turunya Al Quran itu sama dengan ahlul kitab yang ada sekarang? Nah disinilah terjadi perdebatan, sehingga ada yang membolehkan, ada yang tidak membolehkan. Nah kalau kita bawa ke ranah penundaan hukum, boleh jadi hukum yang dulunya dibolehkan, mungkin suatu saat akan dibolehkan lagi, berdasarkan paradigma rof'ul hukmi tadi. Dulu pernah ada hukumnya, tapi kemudian dibatalkan atau ditunda dengan hukum yang lain, bukan berarti hukum yang dulu itu tidak akan berlaku lagi, boleh jadi berlaku. 

Nah pemahaman seperti inilah yang kadang2 dipahami oleh kalangan syi'ah, mengenai mohon maaf, nikah mut'ah. Sebenarnya kawin kontrak itu, bukan pembatalan hukum berdasarkan hadits nabi, ila yaumil qiyamah, tapi sebenarnya itu tidak dibatalkan, tapi itu ditunda. Boleh jadi nanti berlaku kawin kontrak. Suatu saat ada kondisi tertentu, boleh kawin kontrak. Yang memang dulu misalnya dulu pernah boleh, tapi kemudian dibatalkan, Tapi bukan berarti yang dulunya boleh, tidak boleh lagi di zaman yang akan datang, karena paradigma rof'ul hukmi tadi, penundaan hukum, dalam nasikh wal mansukh. 

Comments