Skip to main content

Kajian Alfiyyah 32 | Metode Al Bidayah | Kh. Abdul Haris Jember | Bait 79 - 83

 

Pembahasan Alfiyyah Ibnu Malik ke 32 oleh Kh. Abdul Haris Jember, dengan Metode Al Bidayah. Semoga catatan ini bisa memberikan bekas, di dalam pengetahuan kita semua. Tulisan ini merupakan transkrip dari video beliau. 


ووضعوا لبعض الاجناس علم -- كعلم الاشخاص لفظا وهو عم

من ذاك أم عريط للعقرب -- وهكذاثعالة للثعلب

و مثله برة للمبرة -- كذا فجار علم للفجرة


اسم الاشارة

بذا لعفرد مذكرأشر -- بذي و ذه تي تا على الانثى اقتصى

و ذان تان المثنى المرتفع -- و في سواه ذين تين اذكرتطع



ووضعوا لبعض الاجناس علم 
علما

Wa wadhouu (dan meletakkan, siapa? Orang arab)
Meletakkan?
‘alaman – jadi karena li dhorurotisy syi’ri dibaca 'alama, 
bukan alaman. Alifnya menjadi dibuang.
Li ba’dil ajnaasi (bagi Sebagian isim jenis). 


كعلم الاشخاص لفظا وهو عم

Bagaimana posisinya jika ada isim alam yang digunakan untuk isim jenis itu? 

Ka alamil asykhosh (alam khusus).
Lafdzon (dari sisi lafadznya) – manshubun ala naz’il khofidh
Wa huwa (dan bermula alam) adalah 
‘amma (bersifat umum), apa? Isim alam tadi.

 

Seperti yang kemarin kita ketahui bahwa, ada yang disebut sebagai secara sederhana

  • Ada isim alam
  • ِda isim jenis

(keduanya ini berbeda)


يعين المسمى
لم يعين المسمى
Kalau isim alam adalah untuk yu’aiyyinul musamma muthlaqo.
kalau isim jenis itu tidak lam yu’aiyyin al musamma muthlaqo.

 

Kalau misalnya ada

BAYI ada bayi A B C D

A = Ali
B = Ahmad
C = Muhammad
D = Kholid

 

Ketika itu memiliki fungsi yu’aiyyinul musamma kalua kemudian kita sebutkan kata2 kholid, kholid saya sebutkan, maka itu yu’aiyin musamma. Secara otomatis, pandangan kita mengarah pada D. Itu Namanya yu’ayyinul musamma muthlaqo (tanpa ada petunjuk isyarat, tanpa ada bantuan shilatul maushul dan a’id). Itu Namanya alam isim atau alam syakhsh. Perhatikan, tapi kalua isim jenis tidak, lam yu’ayyin musamma. Kalau seandainya saya katakana rojulun, ini tidak yu’aiyyinul musamma. Ini lam yu’ayyin al musamma, rojulun ini bisa diwakili oleh Ali, bisa diwakili oleh Ahmad, bisa diwakili oleh Muhammad. Bisa diwakili oleh zaid dan seterusnya. Pokoknya orang laki2 itu memungkinkan untuk masuk dalam kata2 rojulun. Coba bedakan misalnya.. antara

  • Yu’ayyinul musamma
  • dengan lam yu’ayyinil musamma

Sing paling sederhana gambaranya seprti itu, ketika ada bayi lahir. Ketika saya katakana kholid, itu langsung yu’ayyinul musamma. Menentukan yang diberi nama mengarahkan langsung kepada yang diberi nama itu Namanya yu’ayyinul musamma. Itulah yang disebut sebagai? Isim alam. Lawan isim alam itu adalah isim jenis. Kalau isim jenis itu adalah lam yu’ayyin al musamma. Ketika saya sebutkan kata2 rojulun, memungkinkan diwakili dengan ali, memungkinkan ahmad, memungkinkan zaid, memungkinkan yang lain, tidak mengarah kepada al musamma tertentu. Itu kemarin seperti itu, 

  • ada isim jenis, 
  • ada isim alam. 

Alam syakhs itu sama dengan isim alam yang kita jelaskan tadi. Jadi 

  • Kholid, 
  • Muhammad, 
  • Ahmad, 
  • Ali 

ini semua adalah alam syakhsh. Ini semua memiliki fungsi yu’ayyinul musamma. Ketika saya menyebutkan kata2 ahmad, maka kita mengarah kepada bayi yang B tidak mengarah pada bayi yang A, tidak mengarah pada bayi yang C, Tidak mengarah pada bayi yang D. Berarti apa? ini Namanya yu’ayyinul musamma. Kata2 ahmad, yang itu kita tentukan sebagai alam syakhs itu bisa menentukan yang diberi nama, tanpa bantuan apapun,

  • pandangan kita, 
  • persepsi kita, 
  • arah dan tujuan pikiran kita 

itu sudah mengarah kepada orang yang diberi nama, atau bayi yang diberi nama. Itulah yang kemudian disebut sebagai alam syakkhs atau isim alam. Kalau isim jenis tidak. Ini dikatakan, 

ووضعوا لبعض الاجناس علم 

wawadhou li ba’dhil ajnaasi, orang arab itu juga membuat nama untuk sebagian isim jenis. Ketika isim jenis itu kok kemudian diberi alam, maka itu secara lafzon itu isim alam asykhos, tapi secara makna itu tidak, tetep dalam kondisi kenakirohanya.


أم عريط 

Ummu uryatin adalah nama, tapi dia tidak untuk yu'aiyyinul musamma. Karena dia tidak untuk nama, karena dia adalah untuk alam jenis. Setiap kala jengking, itu memungkinkan untuk diberi nama ummu uryatin, tidak mengarah kepada kala jengking yang a yang b yang c , yang d dan seterusnya (TIDAK)

  • Ada lafdzon
  • Ada ma’na

Perhatikan, ini agak berat, agak sulit. Ketika ada isim jenis, diberi (digunakan untuk) nama, maka sudut pandangnya, dari sisi lafadz dia sudah dianggap sebagai ma’rifah, tapi dari sisi makna itu masih dianggap nakiroh. Itulah yang kemudian disebut sebagai...

كعلم الاشخاص لفظا وهو عم

Wa huwa dan bermula (alam yang untuk ba’dil ajnas itu) adalah 
amma masih bersifat umum. 

kalau seandainya ngomong tentang kholid itu namanya alam syakhs - علم شخص

  • Lafdzon nya ma'rifah
  • makna nya ma'rifah


kalau seandainya ngomong tentang ummu uryatin itu namanya alam jenis - علم جنس

  • Lafdzon nya ma'rifah
  • maknyanya nakiroh

Itulah kemudian disebut dengan...


كعلم الاشخاص لفظا وهو عم

Alam Jenis itu Kaalamil asykhooshi tapi itu hanya sekedar lafdzon, akan tetapi secara makna wahuwa 'am dia masih bersifat umum. Karena demikian disebut sebagai isim nakiroh.  



ووضعوا لبعض الاجناس علم 

Dan meletakkan siapa? orang arab. Li Ba'dhil ajnaasi bagi sebagian isim jenis. 
meletakkan, maf'ul bih dari wadho-u alaman akan isim alam. Ketika ba'dhul ajnasi itu dijadikan isim alam. Maka isim alamnya adalah...

كعلم الاشخاص لفظا وهو عم

ka alamil askhosyi seperti isim alam asykhos, 
lafdzon (secara lafadz)
akan tetapi
wa huwa (dan bermula alam ajnas)
adalah 'amma bersifat umum
apa? alam asykhos.


Ketika kalajengking, itu diberi nama oleh orang arab ummu iryatin. 

من ذاك أم عريط للعقرب -- وهكذاثعالة للثعلب

(min dzaka) adalah tetap dari sebagian alam jenis
ummu iryatin (bermula lafadz ummu iryatin )
lil aqrobi adalah untuk jenis Aqrob (kalajengking)

Semua kalajengking, kalau ada kalajengking 10, 1 dua tiga empat lima enam sampai sepuluh, yang pertama disebut sebagai ummu iryat, yang kedua juga bisa dinamakan ummu iryat, yang ketiga, yang keempat, dan seterusnya itu namanya ummu iryat semua. Sementara untuk alam syakhs itu satu untuk satu, satu untuk satu, satu untuk satu.. dst. Itulah alasan, kenapa kok kemudian dari sisi lafadz, itu makrifat, akan tetapi dari sisi makna, sifatnya adalah am (umum). 


من ذاك أم عريط للعقرب -- وهكذاثعالة للثعلب

(min dzaka) adalah sebagian dari alam ajnas
ummu iryatin (bermula lafadz nama ummu iryatin )
lil aqrobi adalah untuk jenis Aqrob (kalajengking)


Ada juga nama tsu'alah, itu nama tsa'labi (musang). Musang adalah tsualatun (namanya tsualah).

وهكذاثعالة للثعلب

Perhatikan kata2 wa hakadza.. itu sama dengan kahadza
كهذا 
Karena demikian wa hakadza ini adalah susunan jarun wa majrurun. wa hakadza dan adalah tetap seperti kata2 ummu iryatin, 
tsualatun (bermula lafadz tsualah)
dimana lafadz tsualatun itu adalah
litsa'labi untuk musang / rubah

و مثله برة للمبرة

wa mitsluhu (Dan adalah semisal lafadz tsualah) barrotun bermula lafadz barroh. 
lil mabarroh, untuk kebaikan. Semua kebaikan, itu disebut sebagai barrotun ( barroh). 


Kata2 mitsluhu.. perhatikan
Seperti yang sudah saya jelaskan, cara menentukan mubtada Khobar itu adalah menentukan mana yang lebih ma’rifat diantara keduanya. Kalau kita lihat misalnya kata2..

و مثله برة 

seakan2 mitsluhu ini lebih ma'rifat. Kenapa? karena ini adalah al mudhof ilal ma'rifah. Mitslun sebagai mudhof, hu sebagai mudhofun ilaihi. Berarti mitsluhu adalah al mudhof ilal ma'rifah. Sementara barrotun itu jelas tidak ada al nya, bukan isim dhomir, bukan isim maushul, bukan isim isyaroh,  bukan isim alam, misalnya seperti itu. Dan seterusnya, tidak termasuk dalam isim ma'rifat. Seperti yang pernah saya katakan, lafadz mitslu itu sama dengan lafadz ghoiru. Apa..? Selalu dalam kondisi kenakirohanya. Msskipun dia dimudhofkan kepada isim ma'rifat. 

kata2


جاء مثلك

itu gak jelas, telah datang, siapa? mitsluka seperti kamu. Orang yang seperti kamu itu banyak. Tidak mengarah kepada person tertentu. Karena demikian, meskipun mitslu disini dimudhofkan kepada isim ma'rifat, tetep dalam kondisi kenakirohanya. Sama dengan,

جاءغيرك

Ghoiru adalah mudhof, ka adalah mudhofun ilaihi. Ghoiruka susunan idhofah, meskipun ini adalah susunan idhofah, akan tetapi masuk akal apabila ia disebut sebagai isim nakiroh. Karena ghoiruka, selain kamu itu banyak.  Bisa Ali, bisa Ahmad, bisa Muhammad, bisa yang lain. Perhatikan, ada lafadz yang meskipun dimudhofkan, itu selalu dalam kondisi nakiroh. Kata2 mitslu, kata2 ghoiru, kata2 kecuali, kata2 seperti selain itu meskipun dimudhofkan tetep dalam kondisi kenakirohanya. 


 و مثله برة للمبرة

wa mitsluhu (dan semisal ummu iryatin) Kalau dikembalikan kepada tsualah, anggaplah itu hikayah. Wa mitsluhu dan adalah semisal lafadz tsualah. Biar tidak kontras dengan lafadz tsualah yang diakhiri dengan ta' marbuthoh. Maka yang kita anggap adalah lafadznya. 

wa mitsluhu (dan semisal lafadz tsualah)
Barrotun (bermula lafadz barroh)
Mubtada muakhkhor, khobar muqoddam
lafadz barroh itu adalah lil mabarroti
(untuk kebaikaan, semua kebaikan yang kita lakukan) memungkinkan untuk diberi nama, barroh. Itu adalah alam ajnas. Alam ajnas dari sisi lafadz itu adalah ma'rifat, akan tetapi dari sisi makna, itu am. wahuwa amm... 


Semua kalajengking, itu memungkinkan untuk disebut sebagai ummu 'iryat. Semua tsa'lab memungkinkan untuk disebut sebagai tsualah. Tsualah itu nama.. Semua mabarroh semua kebaikan itu memungkinkan untuk kemudian disebut sebagai barroh, dari aspek bahwa dia bisa dipergunakan untuk yang sejenis itu. Maka ini dari aspek itu disebut sebagai alam jenis. Itu disebut sebagai sesuatu yang nakiroh sifatnya. Tapi secara lafadz dia sudah atas nama isim alam. Karena demikian, memungkinkan dia ditentukan sebagai mubtada. Perhatikan, konsekuensi dari bahwa alam jenis juga disebut sebagai isim alam. secara lafadz, maka memungkinkan dia kemudian ditentukan sebagai mubtada. Memunkinkan dia ditentukan sebagai shohibul hal. Yang harusnya adalah ma'rifat. Kalau seandainya tsualah misalnya, ada ta marbuthohnya, memungkinkan dijadikan sebagai salah satu alasan. Kenapa kok kemudian kalimat isim, ditentukan sebagai isim ghoiru munshorif. Ini karena isim alam, jadi karena seperti itu. Ada ta ta'nits sakinah, itu misalnya seperti itu. 


Digunakan untuk alasan2 ke ghoiru munshorifan. Digunakan untuk alasan dan seterusnya, karena memang sudah isim alam. Itu kalau sudah diatasnamakan sebagai isim alam jenis. 

 كذا فجار علم للفجرة

kadza (adalah tetap, seperti lafadz barroh)
fajaari (bermula lafadz fajaari)
fajari itu adalah alamun (berupa isim alam)
lil fajroti (untuk kejelekan)


 كذا فجار  وهو علم للفجرة

alamun
Khobar dari mubtada yang dibuang. wa huwa begitu. 


Isim isyaroh

اسم الاشارة

isim isyaroh itu artinya kata petunjuk. Yang penting untuk kemudian diperhatikan, ketika kita membahas tentang isim isyaroh, meskipun itu nanti agak berat (penjabaranya) ada yang musta'mal ada yang tidak. Ada yang biasa digunakan, ada yang bahkan tidak pernah kita temukan (secara teoritis saja). Kalau secara praktis, secara aplikatif, yasudah.. ada 
hadza
hadzaani
haulaai

hadzihi
hataani
haulaai

Dzlika
dzalikuma
ulaaika

Tilka 
Tilkaataani
ulaaika

udah.. selesai, itu yang praktis. Tapi ini menunjukkan pokoknya ditulis semua yang termasuk. Apa yang penting untuk kemudian kita tegaskan dalam konteks isim isyaroh? Semua isim isyaroh itu pasti kita tentukan memerlukan apa yang kita sebut sebagai musyarun ilaihi. Setiap isim isyaroh itu pasti butuh yang namanya musyarun ilaihi

Isim Isyaroh itu adalah kata petunjuk
sedangkan Musyarun ilaihi itu adalah benda atau sesuatu yang ditunjuk. Benda, atau sesuatu yang ditunjuk itu namanya musyarun ilaihi. Bagaimana konsep musyarun ilaihi itu? secara umum musyarun ilaihi itu (sesuatu yang ditunjuk itu, ada dua macam). 

  • Ada yang berjenis nakiroh, 
  • ada yang berjenis ma'rifah. 

Kita tidak bisa lepas dari pembagian2 yang menjadi prasyarat dasarKalau seandainya sesuatu yang kita tunjuk itu adalah sesuatu yang berjenis nakiroh

karena bukan dalam kategori isim ma'rifat, 

  • dia bukan isim dhomir, 
  • dia bukan isim isyaroh, 
  • dia bukan isim alam. 
  • Dia bukan termasuk kategori yang ada AL nya, 
  • dia bukan  termasuk kategori al mudhof ilal ma'rifah. 

Misalnya begitu, secara umum begitu, dia nakiroh, ini dipastikan menjadi khobar. Inilah alasan, kenapa kok kita berani mengatakan

هذا كتاب

hadza adalah isim isyaroh
kitabun adalah musyarun ilaihi

Ketika musyarun ilaihnya itu berupa isim nakiroh, maka posisi i'robnya adalah....
hadza (bermula ini)
adalah 
kitabun (kitab)

Kenapa kitabun kok ditentukan adalah, kenapa kitabun kok ditentukan sebagai khobar? karena musyarun ilaihnya ini adalah berjenis nakiroh. Jadi ketika kita membaca kitab, itu tidak bisa tidak pada akhirnya, 

ini isim nakiroh atau isim ma'rifah, 

ini isim mufrod tatsniyah atau jamak

tetep (dibahas) materi2 prasyarat, itu tidak mungkin (diabaikan). Itu cara sederhana bagaimana menganalisis sesuatu yang ditunjuk, ada kata petunjuk yang kemudian kita sebut sebagai isim isyaroh, ada musyarun ilaih yang kemudian kita tentukan sesuatu yang ditunjuk. Sesuatu yang ditunjuk itu ditentukan sebagai musyarun ilaihi. Bagaimana mengi'rob musyarun ilaihi? kita lihat, apakah musyarun ilaihi berupa isim nakiroh? apakah berupa isim ma'rifat. Kalau seandainya musyarun ilaihnya berupa isim nakiroh, maka ditentukan langsung sebagai khobar. 

Kalau seandainya musyarun ilaihnya merupakan isim ma'rifat, 

  • apakah musyarun ilaihnya menggunakan AL 
  • ataukah ma'rifatnya bighoiri AL. 

Kalau seandainya ma'rifatnya itu menggunakan AL, maka terkena kaidah

مُعَرَّفٌ بَعْدَ إشَارَةٍ بِأَلْ

أُعْرِبَ نَعْتًا أَوْ بَيَانًا أَوْ بَدَلْ

Kalau seandainya sesuatu yang ditunjuk itu adalah berupa isim ma'rifat, dan kemakrifatanya itu dengan menggunakan AL, itu sesuai dengan kaidah,  meskipun ini sulit dicari, darimana (sumbernya)? tapi secara umum begitu. Meskipun, sampeyan tetep harus tolah toleh, konteks tual, secara umum begini. Jadi kalau seandainya sampeyan mau ngajar, pertama kudu didoktrin dulu. Gak usah takut untuk mendoktrin, (misalnya) ada penyimpangan2 dari kaidah, itu biar difikir setelah bisa. Kalau sejak awal tidak didoktrin, diajak mikir yang berat2 macem2 itu, (tidak ada doktrinasi) misalnya gitu, itu agak berat. 

Jadi..ketika kemudian, yang jatuh setelah isim isyaroh itu adalah isim yang dimakrifatkan menggunakan AL maka u'riba na'tan au bayanan au badal.  Maka itu semuanya dii'robi sebagai na'at, atau pilihanya taghyir, atau athof bayan, atau dii'robi sebagai badal

هذا الكتاب جديدٌ

Hadza bermula ini
rupanya?
Al Kitabu (badal disini). Kenapa kok ditentukan sebagai badal? AL Kitab disini adalah merupakan musyarun ilaihi. 
hadza ini isim isyaroh

Dan kebetulan musyarun ilaihnya itu adalah mu'arrof bi AL. Didapatkan kaidah, mu'arrofun (isim yang dimakrifatkan dengan AL) dimakrifatkan dengan AL, U'riba maka isim tersebut di i'robi,
na'tan (sebagai na'at)
au bayanan, atau di'irobi sebagai athof bayan, 
au badal atau dii'robi sebagai badal. 

Memungkinkan AL kitab ini ditentukan sebagai na'at, memungkinkan ditentukan sebagai bayan, menentukan ditentukan sebagai badal. Meskipun yang terkenal itu sering disebut sebagai badal. Kaidah ini sudah umum, kalau temen2 biasa ngaji, itu umum (dari mulut ke mulut). Cuman kalau seandainya ditanya, dari sumber kitab yang mana? nah ini yang gak jelas. Tapi gak masalah, memang kenyataanya seperti itu. Jadi mu'arrofun ba'da isyarotin bi al u'riba na'tan au bayanan au badal, itu diambil dari nadzom kitab yang mana, tapi ini bener. Setiap kita menemukan, isim yang dima'rifatkan dengan menggunakan AL, yang jatuh setelah isim isyaroh, u'riba, maka dii'robi, isim tersebut dii'robi na'tan sebagai na'at, au bayanan (atau sebagai bayan) au badal atau sebagai badal. 

هذا كتاب

Hadza kitabun, hadza bermula ini kitabun adalah kitab. Kitabun disini sebagai musyarun ilaih, kitabun ketika sebagai isim nakiroh, karena sebagai isim nakiroh, maka di'irobi dengan khobar. 

هذا الكتاب جديدٌ

Akan tetapi musyarun ilaihnya disini dengan menggunakan plus AL. Karena demikian kena kaidah 

مُعَرَّفٌ بَعْدَ إشَارَةٍ بِأَلْ

أُعْرِبَ نَعْتًا أَوْ بَيَانًا أَوْ بَدَلْ

Inilah alasan, kenapa kok kemudian seandainya kita baca, hadza berumla ini rupanya al kitab. Khobarnya khobarnya adalah jadidun, baru. 


Kalau seandainya ma'rifatnya bi ghoiri AL, maka ditentukan sebagai khobar. Hadza isim isyaroh, muhammadun berupa musyarun ilaih, musyarun ilaih berupa isim ma'rifat, akan tetapi kemakrifatanya disini bukan menggunkaan AL, kemakrifatanya disini adalah menggunakan isim Alam.  Jadi bacaanya adalah hadza muhammadun, hadza bermula ini, adalah muhammadun. Jadi begitu, setiap kita menemukan isim isyaroh pasti kita akan menemukan musyarun ilaihnya, musyarun ilaih cara mengi'robinya adalah dilihat, apakah berjenis nakiroh atau berjenis ma'rifat.  Kalau berjenis nakiroh, maka langsung saja ditentukan sebagai khobar. Kalau berjenis ma'rifat, dilihat, apakah kema'rifatanya dengan menggunakan AL, atau bi ghoiri AL, kalau seandainya menggunakan AL, maka kena kaidah

مُعَرَّفٌ بَعْدَ إشَارَةٍ بِأَلْ

أُعْرِبَ نَعْتًا أَوْ بَيَانًا أَوْ بَدَلْ

Ketika kema'rifatanya dengan tanpa AL, atau bi ghoiri Al, maka langsung ditentukan sebagai khobar, itulah alasan kenapa cara baca dari hadza muhammadun adalah, hadza bermula ini, adalah muhammadun, muhammad. (51.18)


Comments