Skip to main content

Kajian Alfiyyah 55 | Metode Al Bidayah | Kh. Abdul Haris Jember | Bait 162 - 166

Pembahasan Alfiyyah Ibnu Malik ke 55 oleh Kh. Abdul Haris Jember, dengan Metode Al Bidayah. Semoga catatan ini bisa memberikan bekas terhadap tersebarnya apa yang pak kyai sampaikan lewat video2 beliau mengenai materi2 bahasa arab. Tulisan ini merupakan transkrip dari video beliau, semoga bermanfaat juga, untuk kita semua.


في النكرات أعملت كليس لا ... وقد تلي لات وإن ذا العملا

وما للات في سوى حين عمل ... و حذف ذي الرفع فشا والعكس قل

أفعال المقربة

ككان كاد وعسى لكن نذر ... غير مضارع لهذين خبر
وكونه بدين أن بعد عسى ... نزر وكاد الامر فيه عكسا
وكعسى حرى ولكن جعلا ... خبرها حتما بأن متصلا

 

  

Bait Alfiyyah 162

في النكراب أعملت كليس لا ... وقد تلي لات وإن ذا العملا

أعملت
u'milat (diamalkan)
naibul fa'il dari u'milat? 
apa? 

laa (lafadz لا)

كليس

ka laisa (sebagaimana laisa)
tarfa'ul isma wa tanshibul khobar

fin nakiroti (di dalam beberapa isim nakiroh)
baik isimnya, ataupun khobarnya, harus berupa isim nakiroh. 

wa qod talii (dan terkadang menyandingi)
fa'il dari tali, apa? 
laa ta (lafadz laa ta)
wa in (dan lafadz in)
maf'ul bih dari talii
dza (akan inilah) - maf'ul bih
al 'amala (rupanya al amala) badal 



Ada juga yang beramal sebagaimana laisa, yaitu laa. Tapi laa yang u'milat bin nakiroti. mahalusy syahidnya (yang perlu diperhatikan) pada lafadz laa. syaiun, baqiyan, wazarun, dan waqiyan adalah isim nakiroh. Dalam contoh


falaa syaiun alal ardhi baaqiyan
fa laa (tidak ada)
syai-un ( sesuatu)
alal ardhi ( di atas bumi)
adalah 
baqiyan (yang kekal)

syai-un dijadikan sebagai isim, isimnya laa. 

baqiyan dijadikan sebagai khobarnya laa tetapi laa disini bukan laa allati li nafyil jinsi, tapi laa musyabahatun bil laisa

 
laa yang diserupakan dengan laisa, yaitu tarfa'ul isma wa tanshibul khobar. 

فلا شيء على الارض باقيا


syai-un dibaca rofa' lebih disebabkan karena dia jadi isimnya laa. Baqiyan dibaca nashob, lebih disebabkan karena dia menjadi skhobar dari laa. 

 

ولا وزر مما قضى الله واقيا


walaa wazirun (dan tidak ada pelindung)


minmaa ( dari sesuatu)


Qodhollohu
yang sudah ditakdirkan oleh Alloh


adalah
waqiyan (yang menjaga)


Itu yang dimaksud dengan finnakiroti u'milat ka laisa laa. Itu bisa beramal sebagaimana laisa, yaitu tarfa'ul isma wa tanshibul khobar. Akan tetapi khusus untuk laa ini, yang beramal sebagaimana laisa ini kawasanya, baik isimnya, maupun khobarnya, itu adalah dalam isim nakiroh. Ketika kemudian misalnya syai-un dijadikan sebagai isimnya laa, asumsinya. Sebelum dimasuki laa, dia jadi mubtada. Syai-un kan isim nakiroh, kok bisa jadi mubtada? ya memang... ketika isim nakiroh ini didahului oleh nafi, maka dia sudah disebut dengan mushowwighot. Hal2 yang memungkinkan isim nakiroh ditentukan sebagai mubtada. Sehingga memungkinkan fa laa syai-un alal ardhi baqiyan, walaa wazarun minmaa qodhollohu waqiyan. 

Begini ini, tidak terkenal, tidak banyak. Ini sya'ir ini. Jadi harus dimasukkan dalam otak dan fikiran kita, bahwa ada laa yang kemudian bisa beramal sebagaimana laisa, yaitu yang memiliki pengamalan tarfa'ul isma wa tanshibul khobar. Sehingga dia merofa'kan isim, dan menashobkan khobar. Ketika kemudian ada realitas, dhilalatul lafdzi, dibaca baqiyan. dhilalatul lafdzi ini dibaca waqiyan, tidak bisa kita tolak bahwa ini dibaca nashob. Kalau sama2 isim nakiroh, berarti laa disitu sedang beramal sebagaimana laisa. Saya ulangi lagi, kalau disitu itu sama2 isim nakiroh, berarti laa disitu sedang beramal sebagaimana isim nakiroh. Berarti laa ini sedang beramal sebagaimana laisa, yaitu tarfa'ul isma wa tanshibul khobar

 

لات الحين حين مناصن

Laatal hinu hina manashin

al hinu dijadikan isim dari laata, hina manaashin ini dijadikan sebagai khobar.

Misalnya


إن رجل قائما

rojulun disini menjadi isimnya in, in nafi disini. Qoimun disini dijadikan sebagai khobar. Jadi.. yang al musyabahah bil laisa itu banyak. Ada maa, ada laa, ada laata ada  in. 

لات الحين حين مناصن

Laatal hinu hina manashin, asal konsepnya seperti itu. Begitu asal konsepnya. Rojulun dijadikan sebagai isimnya in. Kemudian qoiman dijadikan sebagai khobarnya in. In disitu beramal sebagaimana laisa, yaitu tarfa'ul isma wa tanshibul khobar. Itulah kemudian yang disebut dengan nadzom, 

 وقد تلي لات وإن ذا العملا

wa qod talii laata wa in dzal 'amalaa
dan terkadang lafadz laata, itu menyandingi... dzal amala (sebagai maf'ul bih). Akan inilah.. rupanya amal. 

 

 


Bait Alfiyyah 163

وما للات في سوى حين عمل ... و حذف ذي الرفع فشا والعكس قل

wa maa (dan tidaklah)
li laata (untuk laata)
fi siwaa hinin ( di dalam lafadz selain hinin)
amalun (bermula amal)


wa hadzfu dzir rof'i (ai shohibir rof'i) dan bermula membuang pemilik rofa'
adalah fasyaa adalah terkenal. 
wal aksu (dan bermula kebalikanya adalah qolla (sedikit)

wa hadzfu dzir rof'i (dan membuang yang memiliki rofa')
adalah 
fasyaa ( terkenal, apa? hadzu dzir rof'i)
wa dzal 'aksu (dan bermula kebalikanya)
kebalikanya itu maksudnya menetapkan yang rofa', dan mengembalikan yang nashob. adalah qolla (sedikit). 

 

Laata itu hanya berlaku untuk lafadz hinin saja. Untuk dzorof zaman saja. Dia tidak akan menafikan, dan tidak akan musyabahah bil laisa, selain pada lafadz hinin. Itu maksudnya, meskipun pada akhirnya ulama berbeda pendapat, apakah yang dimaksud hinin ini tertentu pada lafadz hinin, ataukah tertentu pada dzorof zaman. Ataukah hinin hanya mewakili saja. Tapi kalau melihat contoh, nampaknya yang dimaksud disini adalah dzorof zaman. Laata itu beramal sebagaimana laisa, yaitu memiliki pengamalan tarfa'ul isma wa tanshibul khobar itu, tidak bisa beramal kecuali pada dzorof zaman. Oleh sebab itu, al hina hiin. 




لات الحين حين مناص

Asalnya itu seperti ini, cuman kalau laata, cuman kalau laata sedang beramal, mesti yang disebutkan cuma salah satunya. 

  • Kadang2 yang disebutkan itu adalah isimnya saja,
  • kadang2 yang disebutkan itu khobarnya saja. 

Membuang dzir rof'i adalah fasyaa. yang sering itu dzir rof'i itu yang dibuang. Sehingga

 

لات  حين مناص

laata hiina manaashin. Tapi memungkinkan juga, meskipun itu sifatnya qolla, tapi al aksu memungkinkan. Lawanya bagaimana? yang dibuang adalah yang nashobnya. Wa hadzfu dzin nashbi akhirnya, bagaimana akhirnya menjadi? 


لات  حين مناص حينا لهم

 

 

yang dibuang hinan lahum, yang ditetapkan hinu. Perhatikan Ketika yang beramal sebagaimana laisa itu adalah laata, maka disitu pasti ada pembuangan salah satu bisa jadi yang dibuang adalah yang atas nama rofa' atas nama isimnya laata, atau yang dibuang itu adalah yang dibaca nashob, atas nama khobarnya laata. Ketika laata itu beramal sebagaimana laisa, itu tidak disebutkan isim dan khobarnya secara utuh. Mesti yang disebutkan salah satunya. Jadi kata2 yang awalnya 

 

 

لات الحين حين مناص

 

Tidaklah saat ini, adalah saat untuk membebaskan diri (melarikan diri). al Hinu jadi isimnya lataa, dan hina menjadi khobarnya laata. Ini tidak biasa disebutkan lengkap dua kalimat, yang biasanya disitu laata sedang beramal sebagaimana laisa. Itu yang disebutkan bisa jadi (hanya) yang dibaca rofa', bisa jadi yang disebutkan (hanya) yang dibaca nashob. Akan tetapi ditegaskan disini...

 

وحذف ذي الرفع فشا والعكس قل

 

wa hadzfu dzir rof'i, dan bermula membuang yang memiliki rofa', adalah 

fasyaa (terkenal) apa hadzfu dzir rof'i. 
wal 'aksu (dan kebalikanya)
adalah
Qolla (sedikit)

 

Pokoknya catatanya begitu, ketika Laata beramal sebagaimana laisa, yang disitu dikatakan fii siwaahinin. wa maa li laata fi sima hinin 'amal. Ada bait tersendiri untuk laata. Laata tidak memungkinkan beramal kecuali pada lafadz hinin. Hinin disitu kemudian berkembang, apakah kemudian hinin itu hanya pada lafadz hinin, atau hinin itu mewakili dzorof, karena memang dalam syairan ada (contohnya)\

 

ولات ساعت مندم

saat ini bukanlah saatnya penyesalan. (karena sudah berlalu)

ولات الساعة ساعت مندم

Inilah yang mengilhami para ulama, bahwa yang dimaksud dengan hinin, fi siwa hinin itu adalah mewakili dzorof. Tidak tertentu pada lafadz hinin, karena seandainya tertentu pada lafadz hinin, maka contoh seperti ini tidak muncul, tapi di dalam syi'ir, ada kata2 as sa'ah yang menjadi khobarnya, laata. 



وما ل 
"لات" في سوى حين عمل   --  وحذف ذي الرفع فشا والعكس قل

Jadi catatanya begitu, laata untuk beramal sebagaimana laisa. Harus pada hinin. Hinin terjemahkan dua, bisa jadi untuk lafadz hinin, bisa jadi untuk mewakili dzorof zaman. Catatan yang kedua, ketika laata beramal sebagaimana laisa, pada umumnya dibuang salah satu. Bisa jadi yang dibuang adalah yang memiliki kedudukan rofa', berarti yang dibuang itu adalah isimnya laata. Berarti yang tersisa adalah khobarnya. Itulah yang kemudian terkenal.

 
wa laata hinaa manashin. Bukanlah saat ini saat untuk melarikan diri. Kita harus menghadapi realitias. wal aksu qolla (dan bermula kebalikanya) adalah qolla (sedikit, apa...? al aksu). Kebalikanya adalah berarti yang ditetapkan adalah yang rofa'nya. Yang banyak itu adalah yang dibuang rofa'nya. 

 

 


Sekarang, af'alul muqorrobah. 
Ini masih rangkaian dari teman2nya kaana. Secara umum, untuk gambaran. Secara umum amil yang masuk pada mubtada khobar, (an nawaashikh)

  • Kaana wa akhwatuhaa
  • Inna wa akhwatuhaa
  • Dzonna wa akhwatuhaa

Nah Kaana ini ada sempalan, ada pembahasan khusus, yaitu kaada wa akhwatuhaa. Kaada wa akhwatuhaa ini sama persis pengamalanya dengan kaana, yaitu tarfa'ul isma wa tanshibul khobar. Yang namanya kaada itu juga memiliki pengamalan tarfa'ul isma wa tanshibul khobar. Tapi yang khusus, beda dengan kaana adalah kaada ini khobarnya harus berupa fi'il mudhore'. Oleh sebab itu disini dikatakan...



Bait Alfiyyah 164

ككان كاد وعسى لكن نذر ... غير مضارع لهذين خبر

ka kaana kaada wa 'asa lakin nadzar
ghoiru mudhori'in li hadzaini khobar

ka kaana (adalah seperti lafadz kaana ) dijadikan khobar
kaada (bermula lafadz kaada ) - hikayah dijadikan mubtada
wa 'asa (dan lafadz 'asa )
lakin (tetapi)
nadzaro jarang. 
apa yang jarang? 
ghoiru mudhori'in (selain fi'il mudhore')
khobaron (dalam keadaan menjadi khobar) 
asalnya khobaroo disini, untuk dua fi'il ini. 


Ada komentar secara khusus, ada tulisan di dalam syarahnya itu. waqod wuqifa alaihi bis sukun, ala lughoti robi'ah. Jadi ini ada, sempalan qoul itu ada. allati taqifu, alal mansub alal munawwanin, bis sukuni. Saya ceritakan... khobar disini, pada umumnya menganggap disini sebagai hal. Kalau khobar berarti begini, khobaron. Agar tahu ceritanya sampeyan. Kalau seandainya ini dijadikan sebagai hal, maka tulisanya khobaron, dibaca nashob. Kok kemudian disukun kenapa? 
ini yang melatar belakangi.... 


و قد وقف عليه بالسكون على لغاة الربيعة 

التى تقف على المنصوب على المنون

بالسكون

Yaitu ada salah satu pandangan, pandangan dalam konteks yang diikuti bahasanya robi'ah. Salah satu suku di arab,  allati taqifu alal manshubi alal munawwani bis sukun. Yang mewaqofkan, isim yang dibaca nashob. 

seperti khobaron, ini dibaca nashob... dan tanwin. Diwaqofkan yang awalnya khobaron, menjadi khobar.  


ككان كاد وعسى لكن نذر ... غير مضارع لهذين خبر

Memiliki pengamalan tarfa'ul isma wa tanshibul khobar, lakin tetapine... nadzaro (langka, jarang) apa? ghoiru mudhori'in selain fi'il mudhore', khobaron dalam keadaan menjadi khobar. Li hadzaini, untuk dua fi'il ini. Jarang bukan berarti tidak ada, ada tapi jarang. 

ما كدت آيبا

Ada, tapi langka.. oleh sebab itu dikatakan lakin nadzoro ghoiru mudhori'in. Ada kaada yang beramalnya persis seperti kaana, yang khobarnya tidak berupa fi'il mudhore'. Ada.. tapi nadzaro, tapi jarang. Hampir saja, saya tidak kembali. 

إني عسيت صائما

shoiman itu menjadi khobarnya 'asa. Tapi ini jelas2 bukan merupakan fi'il mudhore'. Perhatikan, salah satu yang beramal sebagaimana kaana adalah kaada wa akhwatuhaa. Yang kemudian kita sebut sebagai af'alun muqorrobati. Apa beda yang cukup serius antara kaana dan kaada wa akhwatuhaa itu? kalau kaana itu khobarnya terserah. 
memungkinkan untuk kemudian berupa fi'il mudhore'
memungkinkan bukan merupakan fi'il mudhore'

tapi kalau kaada wa akhwatuhaa, secara umum, itu khobarnya adalah berupa fi'il mudhore'. Dikatakan disini, lakin nadzaro ghoiru mudhori'in (fa'il dari nadzaro) khobaron dalam keadaan menjadi khobar. Li hadzaini, untuk dua fi'il kaada dan 'asa ini. 

كاد الفكر أن يكون كفرا

ini maksudnya... Perhatikan, kadal fakru, an yakuna kufon. Yakuna disini fi'il mudhore'. Ketika kaada beramal sebagaimana kaana, wajarnya berupa fi'il mudhore. Wajib fi'il mudhore' sebenarnya. Nadzaro.. langka, sing umum itu ya ini. Hampir saja kefakiran itu menjerumuskan orang untuk kafir. Hati2 ini... oleh sebab itu, sampeyan harus kerja. Jangan diam, harus kerja. saya Gusti Alloh, yang akan membuka untuk kamu pintu rizki. Pokoknya kerja, jangan tidak kerja. Janganlah menerjemahkan kerja dengan sangat formal, harus ke kantor, harus....

  

حرك يدك أفتح  لك باب الرزق

harrik yadak aftah laka babarrizqi.

Kaada beramal sebagaimana kaana, khobarnya harus berupa fi'il mudhore'. Kadang2 fi'il mudhore'nya itu di plus an, kadang2 tidak, secara umum begitu. Contoh yang lainya, seperti lafadz....

عسى الله أن يأتى بالفتح

'asaa beramal sebagaimana Kaana, cuma khobarnya berupa fi'il mudhore'. Seperti di salah satu hadits, ada..

ما قدت أن أصلى حتى كاد الشمس أن تغرب

Jadi ketika kemudian kaada wa akhwatuhaa, kemudian kita sebut sebagai af'alul muqorrobah itu, beramal sebagaimana kaana, yaitu tarfa'ul isma wa tanshibul khobar. Secara umum, khobarnya adalah berupa fi'il mudhore', yang kadang2 ada An nya, kadang2 tidak ada An nya. 

Itu maksud dari ka kaana (adalah seperti lafadz kaana), wa kaada (dan bermula lafadz kaada). Lakin, tetapi... nadzaro jarang. Apa yang jarang? ghoiru mudhori'in. Khobaron dalam keadaan menjadi khobar. Li hadzaini, untuk dua fi'il ini. Wa qouluhu, dan bermula keberadaan fi'il mudhore'. Bi duuni an, dengan tanpa menggunakan an. ba'da asaa setelah lafadz asaa. 

وكونه بدين أن بعد عسى ... نزر وكاد الامر فيه عكسا

Khobar dari kaunuhu, adalah nazrun langka. Yang banyak kalau 'asaa itu pakai an. Oleh sebab itu disini contohnya kebanyakan pakai an. Disini tapi diinformasikan, wa kaada dan bermula lafadz kaada, adalah al amru bermula masalah fihi di dalam lafadz kaada adalah ukisa (dibalik). Hukumnya kaada itu berlawanan pada kaada, kalau asaa pada umumya tapi justru kaada, pada umumnya tidak diberi an. Meskipun yang kita contohkan ada an nya semuanya. 

Wa qouluhu (dan keberadaan fi'il mudhore')
bi duuni an (tanpa menggunakan an)
jadi setelah asaa langsung fi'il mudhore' tidak diberi an. Begitu...
Wa kaunuhu dan bermula keberadaan fiil mudhore', biduuni an, Ba'da 'asaa setelah lafadz asaa adalah nazrun (jarang).

Kalau di sya'ir

 عسى الحجاج يبلغُ جُهْدَُهُ

ini nazrun, langka... begitu. 
wa kaunuhuu (dan bermula keberadaanya fi'il mudhore') 
ba'da 'asaa (setelah lafadz 'asaa)
Ketika 'asaa beramal sebagaimana kaana yaitu tarfa'ul isma wa tanshibul khobar. Kok kemudian pakai fi'il mudhore' disitu, tapi fi'il mudhore'nya tanpa an, itu adalah nazrun (langka) Jarang. Contohnya di atas, asaa tapi khobarnya tanpa an, itu adalah langka. Bagaimana kalau kaada? 
wa kaada dan bermula lafadz kaada, adalah al amru (bermula urusan). Fihi (permasalahan di dalam lafadz kaada). Khobar dari lafadz kaada (al amru) itu adalah 'ukisa. Kalau seandainya diskemakan dari sisi i'rob. 

Kaada dijadikan mubtada'. al amru fihi 'ukisa

كاد الامر فيه عكس

adalah al amru (adalah urusan). Fihi di dalam lafadz kaada adalah 'ukkisa.  

contoh lagi


وما كادوا يفعلون

duna an. Wa kaunuhu (dan bermula keadaanya - fi'il mudhore')  biduni an. Dengan lafadz an ba'da 'asaa, khobarnya sekarang. Khibarnya kaunun yang beramal, sama khobarnya mubtada. Adalah nazrun, jarang. Wa kaada (dan bermula lafadz kaada) al amru (bermula urusan/ permasalahan, fihi (di dalam lafadz kaada) adalah ukisa. Adalah ukisa, dibalik apa? al amru. 


وكعسى حرى ولكن جعلا ... خبرها حتما بأن متصلا

wa ka 'asaa dan seperti lafadz 'asaa. haroo bermula lafadz haroo. Walakin dan tetapi, ju'ila (dijadikan) apa? naibul fa'il dari ju'ila apa? khobaruhaa khobarnya lafadz haroo maf'ul bih dari ju'ilaa (muttashilan, akan bersambung). Ju'ila itu memerlukan dua maf'ul, maf'ul bih pertama itu dijadikan naibul fa'il dari ju'ila, ju'ila dijadikan apa? lafadz haroo muttashilaa (akan bersambung) bi an (dengan an). Hatman secara wajib. Ittisholan hatman begitu maksudnya (dengan wajib). Wa ka'asaa dan seperti lafadz 'asaa haro (bermula lafadz haro), walakin dan tetapi ju'ila (dan dijadikan) naibul fa'il dari ju'ila, apa? khobaruhaa. Khobarnya lafadz haro yang berupa fi'il mudhore' muttashilan (akan bersambung) bi an dengan menggunakan an, hatman (secara wajib).

haroo ini termausk dalam kategori af'alu roja'. Kata2 semoga, haroo zaidun, harus ada an. an ini sifatnya hatman (wajib). Ketika wajib, maka tidak akan kita temukan fi'il mudhore yang menjadi kobarnya itu selain didampingi, atau disertai dengan an. 


Mungkin seperti itu, 
semoga bermanfaat.









Comments