Skip to main content

KH. Abdul Haris Jember | Pembelajaran Nahwu Shorof 12 | Khobar

Bismillahirrohmanirrohim
Assalamu’alaikum warohmatullohi wa barokatuh

Bismillah
Alhamdulillah


Washsholatu wassalamu ‘ala Rosulillah sayyidinaa Muhammadin wa’ala alihi wa shohbihi wa man wa laahu.

Robbisy rohlii shodri, wa yassirly amri, wahlul uqdatan min lisaani, yafqohuu qouli..



Amma ba’du

Materi 12 - KHOBAR

Pada kesempatan siang hari ini, kita melanjutkan kajian rutin kita setelah melaksanakan sholat jum’at yang terkait dengan problematika membaca kitab kuning. Sering saya tegaskan bahwa harus difahami kalua seandainya kita kepingin mencapai apa yang kemudian disebut dengan mampu membaca kitab kuning itu, maka tidak boleh tidak, harus ada minimal tiga unsur yang harus kita kuasai.

Unsur Qowaid – Nahwu Shorofnya itu kudu kuat
Unsur Mufrodat – Vocab perbendaharaan kata, itu harus banyak. Kalau gak banyak, gak mungkin bisa. Sampeyan jangan percaya kalua seandainya orang melakukan simplifikasi bahwa yang namanya membaca kitab itu identic dengan yang namanya nahwu shorof (saja). Jangan percaya itu, justru yang berat dalam membaca kitab itu adalah unsur mufrodat, itulah yang kemudian harus juga dikuasai. Sehingga segala upaya kita, segala kepedulian kita, perhatian kita, usaha kita , untuk masalah mufrodat itu harus kita kuatkan. Sebagaimana yang terjadi di Pondok Pesantren Al Bidayah ini. Dimana  ada program, setiap malam, tidak bisa tidak, kalua seandainya tidak nanti kemudian dita-dzir, disanksi, setiap malam itu minimal lima baris fathul qorib itu harus dihafal. Dihafal memang. Kalau seandainya baca kosongan itu bisa, itu begitu. Itu rasional itu, nahwunya diperkuat, vocabnya itu diperbanyak, nanti endingnya adalah ketika misalnya harus meninggalkan pondok ini kemungkinan nahwunya kuat, mufrodatnya banyak, sehingga kemudian mampu untuk mencapai pemahaman kitab atau membaca kitab yang kuat.

Unsur Tatbiq

 


Pertemuan yang lalu, kita membahas tentang salah satu qowaid, yaitu MUBTADA. Yang intinya itu adalah kalau kita ingin belajar mubtada maka harus dicari prasyaratnya. Ternyata kalua kita terjemahkan mubtada itu definisinya adalah Isim ma’rifat yang dibaca rofa’ yang jatuh di awal jumlah. Karena definisi mubtada seperti itu, maka prasyarat untuk menguasai mubtada itu harus menguasai yang namanya konsep makrifat nakiroh. Itu kudu iso sampeyan, kok kemudian sampeyan umpamane kok tidak ngerti ap aitu isim makrifat, apa itu isim nakiroh, kok kemudian kok kemudian sampeyan itu menguasai yang namanya konsep mubtada secara utuh, itu tidak mungkin karena materi prasyarat yang harus dikuasai itu tidak dimiliki. Secara umum kemarin sudah kita tegaskan, bahwa yang namanya mubtada itu ada dua macam.

  • Ada yang mubtada lahu khobarun,
  • Ada yang mubtada lahu marfu’un. Sadda maa saddal Khobar. 


Ini tidak biasa dijelaskan Mubtada lahu Marfu’un sadda maa saddal khobar. Akan tetapi harus kita jelaskan, kenapa kok harus dijelaskan? Karena muncul di teks. Tidak bisa kita melakukan simplifikasi itu tidak bisa. Setiap bab, setiap kaidah yang itu muncul di dalam kitab, realitasnya ada di dalam analisis teks, bagaimanapun sulitnya, itu harus dijelaskan kepada murid2 kita. Jangan kemudian murid kit aitu ketika bertemu dengan mubtada lahu marfu’un, sadda maa saddal Khobar, terpaksa tidak bisa menganalisis, kenapa? Karena tidak kita jelaskan. Jadi sampeyan tidak boleh ngapusi, pokok e mulai awal sampai akhir itu bab yang muncul di dalam sebuah teks, opo ae wes, itu harus dijelaskan. Itu caranya jadi tenaga pengajar besuk begitu. Dan bab seperti ini tidak mungkin sampeyan ketemukan di salah satu buku, buku apa namanya? Buku yang ada di Lembaga formal itu gak ada. Di tingkat tsanawiyah, ditingkat Aliyah itu gak ad aitu. Sehingga tidak mungkin kalua hanya mencukupkan diri hanya pada materi2 yang diajarkan di bangku tsanawiyah, di bangku Aliyah, bis abaca kitab kuning secara utuh dari aspek nahwunya sudah tidak memungkinkan. Apalagi dari aspek vocabnya? Mufrodatnya? Itu tidak memungkinkan. Kenapa? Karena banyak bab2 yang muncul di dalam sebuah teks, justru tidak diajarkan. Al Asma al amilah amalal fi’li, isim2 yang beramal sebagaimana fi’ilnya, I’malul mashdar, sampeyan golek I sampey suwek (bukune) ora ono. Mubtada lahu marfu’un sampeyan golek I ning pelajaran sampek suwek ning pelajaran iku ora kiro ono. Itu memang berat, tapi muncul di dalam sebuah teks. Sampeyan kudu kenal itu, itu semacam itu.

 

Sekarang kita akan melanjutkan pembahasan kita tentang Khobar, mari mubtada, sekarang Khobar. Sebagaimana saya jelaskan, bahwa ketika sampeyan menjelaskan sebuah konsep, sebuah bab tertentu, ,minimal tiga yang sampeyan jelaskan kepada murid sampeyan. Gak atek sing angel2 wes. Tiga hal ini kalua sampeyan jelaskan itu sudah lumayan membantu murid2 sampeyan untuk faham terhadap konsep ini. Apa konsep yang tig aitu? Yang pertama tentang ta’rif (definisi). Harus ngerti opo mubtada, opo fail opo Khobar, opo macem2 itu kudu ngerti. Mari ngono kalua seandainya ada, aqsamnya. Setelah itu baru amtsilahnya. COntoh2nya. Ini saja sudah, nanti sing tetek bengek sing angel2 kuwi, itu nanti terakhir, kalua seandainya pemahaman kalua tentang konsep2 dasar seperti ini kemudian sudah mengakar, dalam benak dan pemikiran murid2 kita Nanti secara otomatis yang bersagkutan bisa mengembangkan sendiri.

Tapi sementara ini saja dulu, apa definisinya? Setelah itu adakah pembagian dari Khobar itu? Kalua dikaitkan dengna bab Khobar. Contoh2 masing2 pembagian itu apa? Itu semacam itu saja sudah. Gak usah sing terlalu berat2 itu tidak usah. Sekarang kalua ditanya misalnya, apa definisi dari Khobar itu apa? Kira2. Isim yang dibaca rofa’ yang menjadi penyempurna mubtada, yang berfungsi sebagai mutimmul faidah (yang berfungsi sebagai penyempurna faidah). Maksudnya apa? Kalua seandainya mubtada itu digabung dengan Khobar itu…. Itu bisa menjadi sebuah pemikiran, bisa difahami, bisa membentuk apa namanya? Pemahaman yang utuh. Bagaimana operasionalnya? Kalua seandainya sampeyan yang biasa ngaji di jaw aitu enak. Kalau biasa ngaji di jawa, ngaji pakai Bahasa Indonesia, pakai kode2 I’rob itu enak. Pakai Bahasa madura, itu enak. Pokoknya sebuah kalimat, kata lafadz,  apa pun itu bentuknya kok kemudian pantes ketika diberi kata2 iku dalam Bahasa jawa, pantes diberi kata2 adalah ialah dalam Bahasa Indonesia. Pantes dan cocok apabila dalam Bahasa madura diberi kata2 panekah. Maka itu pasti kedudukanya sebagai Khobar.

الحمد لله

Jadi kita contohkan, kalua senadainya kit aitu misalnya kata2nya adalah alhamdulillahi misalnya. Kemarin sudah kita tegaskan, bahwa alhamdu itu kedudukanya, karena memenuhi persyaratan untuk kemudian ditentukan sebagai mubtada, yang pertama logikanya adalah alhamdu ini adalah isim, karena isim pertanyaanya mesti tiga, kalau tidak dibaca 

rofa 

nashob

jar


Semua isim itu pertanyaanya mesti seperti itu. Setelah kita analisis ini dibaca rofa, kenapa? karena termasuk marfuatul asma. Marfuatul asma itu banyak, ada

  • fail 
  • naibul fail
  • mubtada
  • khobar 
  • isim kaana
  • khobar inna
  • dst. 


Untuk alhamdu ini termasuk marfuatul asma yang mubtada. Kenapa yang dipilih mubtada, karena kebetulan alhamdu ini adalah isim ma'rifat, dan jatuhnya di awal jumlah. Karena mubtada, maka dia harus dibaca rofa. Tanda rofa'nya dengan menggunakan dhommah, karena ini merupakan isim mufrod. Jadi kenapa kok kemudian dibaca alhamdu, tidak alhamda tidak alhamdi? lebih disebabkan karena ini adalah mubtada. Kok tahu itu adalah mubtada, ya karena ini adalah isim ma'rifat yang jatuh di awal jumlah. Kok tahu ini isim ma'rifat? ya karena ini ada al nya. Termasuk kelompok / bagian dari isim ma'rifat itu adalah mu'arrofun bi al. Isim yang dima'rifatkan karena ditambahi AL. Ada isim yang lain, seperti kemarin yang kita coba tegaskan itu. Ada isim dhomir, ada isim maushul, ada isim isyaroh, ada isim alam, ada al mudhof ilal ma'rifah, banyak ada enam, dan itu harus hafal sampeyan, ketika sampeyan mau belajar tentang mubtada.  

Setelah diketahui bahwa alhamdu itu adalah mubtada, salah satu pembagian mubtada adalah dia pasti memiliki khobar. Ada mubtada yang memiliki khobar, ada yang tidak memiliki khobar, akan tetapi memiliki sesuatu yang dibaca rofa' yang dalam bab selanjutnya disebut sebagai mubtada lahu marfu'un sadda maa saddal khobar. Ini termasuk mubtada yang memiliki khobar. Kita batasi sekarang, mubtada yang memiliki khobar. Bagaimana sebuah mubtada itu berfungsi sebagai khobar? karena kalau seandainya tadi kita lihat definisinya, yang namanya khobar itu adalah sesuatu yang menyempurnakan faidah mubtada. Kalau seandainya digabung antara mubtada dan khobar itu bisa pada akhirnya membentuk sebuah pemahaman yang utuh (bisa difahami orang) itu namanya khobar itu. Bentuk operasionalnya bagaimana? 

kalau seandainya diberi kata2 iku, dalam bahasa jawa
kalau seandainya diberi kata2 adalah , dalam bahasa indonesia
kalau seandainya diberi kata2 panekah, dalam bahasa madura

itu cocok, nah ini kita terapkan sekarang. 

الحمد لله

Alhamdu (utawi sekabehaning puji)
iku...
lillahi 

Cocok diberi kata2 iku. Segala puji adalah milik Alloh. Diberi kata2 adalah itu cocok. Karena lillahi, diberi kata2
iku dalam bahasa jawab
adalah dalam bahasa Indonesia
panekah dalam bahasa Madura 

maka ini memiliki fungsi, ini berfungsi sebagai mutimmul faidah. Yang menyempurnakan faidah. Jadi untuk menentukan khobar itu coba salah (trial and error). Kalau seandainya sebuah kalimat itu kok kemudian tidak cocok apabila diberi kata2 adalah,  berarti gak memiliki fungsi sebagai mutimmul faidah. Contohnya seperti apa? misalnya. 
As Sunnatu fistilahil ushuliyyin maa ruwiya

السنة في اصتلاح الاصلي ما روي

Ini ada jar majrur, yang dalam konteks alhamdulillah itu, jar majrur berfungsi sebagai khobar. Apakah kemudian pada akhirnya jar majrur itu berfungsi sebagai khobar nopo mboten? itu tergantung apakah ini memungkinkan kita fungsikan sebagai mutimmul faidah apa tidak. Begitu, ya kita coba berarti. Oleh sebab itu, lek sampeyan gak ngerti artine? gak iso melakukan uji coba. Iki pantes opo ora iki cocok kalau diberi kata2 adalah cocok apa tidak? Disini pentingnya, apa yang namanya ngerti perbendaharaan kata yang banyak. Karena kita tidak memungkikan untuk menentukan bahwa ini berfungsi sebagai khobar, atau tidak berfungsi sebagai khobar, tidak mungkin untuk melakukan uji coba itu, gak mungkin kalau kita tidak ngerti artinya. Oke... ini kita anggap ngerti artinya misalnya. 

السنة في اصتلاح الاصلي ما روي

as sunnatu (utawi sunnah)
iku fishtilahil ushulilliyin
Sunnah adalah menurut istilah ahli ushul. Kalau seandainya seseorang mendengarkan kata2 itu, maka orang tidak akan faham. Sunnah adalah menurut istilah ahli ushul. Gak cocok... karena gak cocok maka jar majrur ini jangan ditentukan sebagai khobar, dicoba lagi. 

السنة في اصتلاح الاصلي ما روي

Sunnah menurut ahli ushul adalah sesuatu yang diriwayatkan dari Nabi. 
Loh kok enak yo.. seandainya adalahnya diberikan disini. Sunnah menurut ahli ushul adalah sesuatu yang diriwayatkan, karena maa ruwiya anin nabiyyi, karena maa ruwiya ini adalah cocok apabila diberi kata2 iku dalam bahasa jawa,  cocok apabila diberi kata2 adalah dalam bahasa Indonesia, maka ini difungsikan sebagai mutimmul faidah. Karena difungsikan sebagai mutimmul faidah, maka ini ditentukan sebagai khobar. Mutimmul faidah itu, harus diuji cobakan terlebih dahulu. Silahkan dibaca, kalau sudah nyampek pada kalimat itu, mari kita beri kata2 iku dalam bahasa Jawa, kita beri kata2 adalah dalam bahasa Indonesia, kalau seandainya kita terjemahkan. Cocokkah itu, panteskah itu? kalau seandainya pantes, maka kita tentukan sebagai khobar, kalau seandainya tidak pantes, maka jangan ditentukan sebagai khobar. 


Jadi dari realitas ini, khobar itu boleh terbuat dari apa saja itu boleh. Pokoknya dia memiliki fungsi mutimmul faidah, kalau seandainya diberi kata2 adalah dalam terjemahan bahasa indonesia, itu kok cocok, maka itu ditentukan langsung sebagai khobar. Kalau seandainya tidak cocok, ya maka tidak langsung ditentukan sebagai khobar. Contohnya disini, Alhamdulillahi, disini berupa jarun wa majrurun. Kalau seandainya kita terjemahkan, segala puji, adalah milik Alloh. Itu cocok, itu enak di dengar, itu bisa difahami. Sehingga lillahi disini memiliki fungsi sebagai mutimmul faidah. Karena memiliki fungsi sebagai mutimmul faidah, maka disini ditentukan sebagai khobar.

السنة في اصتلاح الاصلي ما روي

Tidak begitu juga kasusnya dengan fistilahi, yang ini ditentukan sebagai susunan jarun wa majrurun. Kalau misalnya fistilahi ushuliyin ini kita tentukan sebagai khobar, kita jadikan sebagai mutimmul faidahnya. Uji cobanya adalah ketikda diberikan kata adalah, itu ternyata tidak cocok. Sunnah, adalah salam istilah ahli ushul. Itu tidak cocok, karena kemudian tidak cocok, itu jangan dipaksakan jar majrur, fistilahil ushuliyyin ini ditentukan sebagai khobar. 

Sunnah dalam istilah ahli ushul adalah sesuatu yang diriwayatkan. Ternyata kata2 adalah itu cocok apabila disematkan di dalam lafadz maa ini, sehingga inilah yang berfungsi sebagai mutimmul faidah. Karena ini yang berfungsi sebagai mutimmul faidah, maka inilah yang kita tentukan sebgai khobar. Jadi dari analisis ini, dapat kita simpulkan bahwa khobar tidak memungkinkan kita tentukan apabila kita tidak ngerti artinya, karena kita tidak mungkin  untuk kemudian ini kira2 cocok sebagai mutimmul faidah atau tidak. Itu kita tidak mungkin lakukan itu kalau seandainya kita tidak ngerti artinya. 


Secara umum, khobar itu banyak macamnya. Kalau kita istilahkan ada khobar itu mufrod, dan khobar ghoiru mufrod. Ghoiru mufrod itu ada dua macam, ada yang disebut sebagai ghoiru mufrod jumlah, dan ghoiru mufrod shibhul jumlah. Yang jumlah ini ada ismiyah, ada yang fi'liyah, yang shibhul jumlah ini ada yang jarun wa majrurun, ada yang dzorof. Dari pembagian ini, hampir semuanya bisa kita tentukan sebagai khobar. Oleh sebab itu, yang memungkinkan sebagai mutimmul faidah saja. Yang substansi itu adalah itu. Bukan ini karena jumlah, bukan karena ini jar majrur, bukan ini karena dzorof, bukan karena yang lain. 

Jar majrur ditentukan sebagai dzorof, karena dia berfungsi sebagai mutimmul faidah. Dzorof ditentukan sebagai khobar karena dia ditentukan sebagai mutimmul faidah. Jumlah ismiyah ditentukan sebagai khobar karena dia berfungsi sebagai mutimmul faidah. Jumlah fi'liyah ditentukan sebagai khobar karena dia berfungsi sebagai mutimmul faidah. Jadi substansi dari khobar itu adalah mutimmul faidahnya itu. Kalau seandainya diberi kata2

  • adalah dalam bahasa Indonesia
  • iku dalam bahasa jawa
  • panekah dalam bahasa madura

itu cocok, itu pantes, itu bisa difahami. itu masuk akal. Semacam itu....
Dari pembagian ini saya kepingin menegaskan kepada panjenengan semuanya, hati2 menerjemahkan kata2 mufrod. (24.32)


 

Comments