Skip to main content

KH. Abdul Haris Jember | Pembelajaran Nahwu Shorof 3 | Problematika Membaca Kitab Kuning | Proses Tasrifan

Ini adalah dari video pertama beliau ketika menguraikan tentang bagaimana problematika membaca Kitab Kuning. Sekaligus beliau juga memberikan gambaran umum tentang skema proses membaca kitab kuning beserta sisipan motivasi2 dari beliau. Semoga ini bisa menjadi bahan renungan bagi kita semuanya.

Pertemuan 3: Proses Tasrifan, Metode Al Bidayah Jember



السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
بسم الله 
الحمد لله رب العالمين

وصلاة وسلام على رسول الله
سيدنا محمد و على اله و صحبه ومن واله

 رب اشرح لي صدري
ويسر لي أمري
واحلل عقدة من لساني
يفقهوا قولي


أما بعد


Pada kesempatan siang hari ini, secara rutin kita akan mencoba untuk membahas, tentang permasalahan yang terkait dengan Kitab Kuning. Membaca kitab itu tidak hanya menjadi problem di dunia formal, dalam artian MTS, 'Aliyah - tidak hanya itu. Yang punya masalah problem membaca kitab itu juga terjadi pada praktek pesantren. Jadi jangan kita memiliki pandangan, bahwa alumni pesantren semuanya pinter baca kitab. Karena sekarang, kemauanya orang banyak yang kepingin instan, kepingin belajarnya cepat hasilnya maksimal. Saya selalu tegaskan, dalam konteks membaca kitab, berfikir instant itu harus dijauhi. Thuluz zaman, itu menjadi prinsip utama, dan itu harus sampeyan yakini. 

Kalau seandainya sampeyan kepingin bisa baca kitab, harus waktu lama. Oleh karena itu yang njenengan itu belajarnya masih 3 tahun, dan seterusnya itu jangan kesusu menghukumi dan menghakimi bahwa diri kita, kok gak pinter2 yo aku. Ojo sampai ngono. Karena masalah kitab itu seperti hasil studi komparatif kita misalnya. Di langitan itu mematok 9 tahun, di Sarang itu mematok 9 tahun, untuk belajar itu. Sehingga penting untuk ditegaskan bahwa problematika membaca kitab itu tidak hanya terjadi dalam konteks lembaga pendidikan formal, akan tetapi juga terjadi dalam konteks pendidikan pesantren. Terutama pesantren2 yang campur2 lembaga pendidikan formal, itu problem banget itu, jadi memang berat. Oleh sebab itu sampeyan kudu ati2 kalau seandainya, panjenengan kepingin membaca kitab. 

Membaca kitab itu letih, kalau seandainya sampeyan gak iso moco kitab, kok kemudian melanjutkan bidang S1 bidang keagamaan, apakah itu tarbiyah apakah itu syariah apakah itu ushuluddin, apakah dakwah yang disitu itu bersentuhan dengan al quran dan al hadits. Lek umpamane sampeyan itu gak bisa baca kitab, itu akan jadi sarjana kebanyakan, sarjana yang tidak mahal. Sampeyan harus jadi sarjana yang mahal. Ojok sarjana kebanyakan, seperti prinsip ekonomi mengatakan

كل شيئ اذا كثر رخص

Setiap sesuatu itu apabila banyak itu pasti murah. Sampeyan gakpopo sarjana s1, tapi kalau seandainya sampeyan sarjana s1 sing plus, iso moco kitab misalnya, itu mahal sampeyan. Sekarang bahkan, teman2 yang tidak sarjana sekalipun, kalau seandainya memiliki keahlian yang serius, keahlian yang bener2 ahli, di bidangnya itu akan dicari orang. Jadi seperti Ust Idrus Romli misalnya, itu kan gak pernah kuliah..... tapi sampai sekarang diundang sampai ke Malaysia dst. Jadi diperhatikan itu, membaca kitab itu tetep penting. Dan seperti yang kita tegaskan, kalau seandainya kita kepingin bisa baca kitab, maka ada tiga unsur yang harus dipenuhi oleh panjenengan semuanya. 

  • قواعد
  • مفردات
  • تطبيق

Qowaid
Kalia kudu ngerti qowaid itu, nahwunya kudu ngerti, shorofnya kudu ngerti. 

Mufrodat
Mufrodat kalian kudu akeh. Oleh sebab itu kegiatan kalian apakah sedang ngaji jurumiyah, ataukah sedang ngaji taqrib, ataukah sedang ngaji ta'limul muta'allim, atau sedang ngaji yang lain, diupayakan bisa membaca kosongan. Kalau sampeyan sudah bisa baca kosongan, tidak ada bantuan artinya itu. Berarti koleksi mufrodate sampeyan iku akeh. 

Jadi Qowaid e sampeyan kudu bagus, baik nahwunya kudu bagus, shorofnya bagus, mufrodate sampeyan kudu akeh. Sampeyan lek ngaji iku sambil hafalan. Ngaji Jurmiyah, ngaji Fathul Qorib, ngaji2 yang lain, harus ada target dalam diri kita, meskipun mungkin pondok, meskipun mungkin ustadz tidak menuntuk misalnya, sampeyan harus menuntut diri sendiri, saya harus hafal ini, saya harus hafal. Harus bisa baca kosongan ini, kenapa? karena unsur mufrodat itu penting, kalau seandainya unsur mufrodat itu tidak kita miliki, koleksi mufrodat kita tidak banyak maka kita tidak memungkinkan untuk kemudian bisa membaca kitab. 

Tathbiq (penerapan)
Maksudnya apa penerapan disini? karena tulisan arab itu kebetulan tidak berharokat, satu tulisan memungkinkan untuk dibaca dengan banyak bacaan, maka tathbiq itu menjadi penting. Seperti yang saya katakan.

من
min nun itu memungkinkan dibaca man,  manna, min
man: itu memungkinkan dianggap sebagai istifham, memungkinkan dianggap sebagai maushul, memungkinkan dianggap sebagai syarat. 

Kapan dianggap istifham? 
Kapan dianggap maushul?
Kapan dianggap syarat?

Nah itu yang menjadikan sulit, podo2 wocoane mane, mim nun tapi memiliki status dan identitas yang berbeda. Oleh sebab itu perlu hati2 sampeyan (dalam belajar ilmu nahwu). 

 

SISTEMATIS dalam NAHWU
Kemarin kita sudah membahas tentang bagaimana belajar nahwu yang baik? Belajar dan mengajar itu sama (kaidah yang diambil) yaitu pokoknya kata kunci untuk bisa belajar dan mengajar ilmu nahwu itu harus sistematis. 



Sistematis itu bisa dijelaskan dengan banyak uraian. 
Pertama Al Hifdzu, naik tingkat menjadi Al Fahmu, kemudian naik tingkat menjadi At Tathbiq (bisa menerapkan. Kenapa ustadz kok harus hafal dari alif sampai ya nya? ya karena kita kalau baca kitab gak bisa janjian, kadang2 ketemu fail, kadang ketemu naibul fail, kadang2 ketemu na'at sababi, kadang2 ketemu taukid, ketemuu apa saja, kadang2 ketemu munada, ketemu ini. Kalau kita gak bisa ketemu dari A sampai Z bab ilmu nahwu itu, meskipun yang dasar2. Masak bisa sampeyan, saya pingin bisa baca kitab ustadz, yang isinya fail saja? karena saya ngertinya hanya fail. Gak bisa seperti itu, kadang2 ketemu fail, kadang2 ketemu naibul fail, kadang2 ketemu mubtada kadang2 ketemu khobar, kadang2 ketemu na'at man'ut dan seterusnya. Oleh sebab itu untuk tahapan pertama al hifdzu, hafalkan semuanya. Dan menurut kebiasaan, menurut tradisi kita, menghafalkan itu satu tahun itu sudah tuntas. 

Jadi kata kuncinya sistematis.

Sistematis itu memungkinkan untuk diterjemahkan al hifdzu, kemudian al fahmu, kemudian at tathbiq. Ini sampeyan mbesuk kalau ngajar kudu ngono. Muride hafalno kabeh sik wes.. (lha lek) faham ustadz? mburi wes, karena tahapanya setelah al hifdzu,  al fahmu nanti, setelah al fahmu baru at tathbiq. 


Diterjemahkan apa ustadz? yang namanya sitematis? 
Kedua, Sistematis itu dari sesuatu yang sederhana, menuju ke sesuatu yang rumit. Oleh sebab itu lek umpamane sampeyan ngajar, ojo lompat, mesti belajar atau mengajar dari sesuatu yang sederhana, mulai dari Pembagian kata dulu, apa itu isim, fiil, huruf.  Lek umpamane iki gak ngerti muride sampeyan, ojo diajari tentang i'rob. Pemahaman tentang rofa' nashob jar jazm itu diajarkan setelah tentang pembagian kata itu tuntas. Lek wes iso murid kita, iki isim, iki fiil, iki huruf. Iki isim mufrod ustadz, iki isim tatsniyah iki, iki isim jama'. Isim mudzakar iki, iki isim muanas iki, Isim nakiroh ini, isim ma'rifat ini. Isim Munshorif ini, isim nggoiru munshorif ini. Ini isim shifat ustadz. Misalnya sudah seperti itu, baru nanti naik tingkat, yo lek isim iku kiro2 diwoco rofa' nashob opo jar rek? 

Jadi pertanyaan tentang i'rob itu, harus sebelumnya didasari tentang identifikasi isim fiil huruf (pembagian kata) itu ngerti. Oleh sebab itu lek umpamane sampeyan besuk dadi ustadz, dadi guru, atau sampeyan belajar dewe misalnya. Kok belajarnya tidak sistematis, lompat2. Pertama langsung mubtada misale, itu mesti ruwet, sak kelas gak onok sing faham seperti itu. Inilah kata kunci, kenapa di lembaga pendidikan formal itu gagal. Ayo sampeyan lihat misalnya, itu gawe penelitian gak popo rek. Temen2 dari tarbiyah bahasa arab. Gawe penelitian gak popo. Pertanyaan mendasarnya itu adalah apakah teman2 yang dibina dalam lembaga formal dalam bidang kebahasaan, itu pada akhirnya, diakhir studinya itu mampu membaca kitab apa tidak. Sampeyan delok dewe, misale s1 sastra, didelok (misale) cara membaca kitabe.  Sampeyang lek gak percoyo klarifikasi, itu penting itu. 

Ojo lek sing nggolek judul iku mesti sing, problematika problematika ngono tok, didelok misale, arek MTS, arek Aliyah. Sampeyan misale ndelok ning UGM misale, dikongkon mengharokati, itu kan menarik itu. Didelok sample sing sama sekali gak pernah mondok. Sampeyan pernah mondok, pernah, yo ojok wes iku. Gak asli wesan, yo sing gak pernah mondok iku lho sing diteliti. Itu akhirnya bisa mengkonfirmasi, bisa menjawab apakah lembaga formal, dimana dana pemerintah digelontorkan kesitu, itu menjadikan anak yang tidak faham bahasa, menjadi faham bahasa. 

Mari kita klarifikasi, pada umumnya sekarang, bagus di bidang muhadatsahnya, misalnya, ujung2nya itu pondok pesantrend. Orang sing hebat ngomong arabe, Gontor, Al Amin, yo ngono iku wes. Orang sing hebat moco kitabe lirboyo ploso sarang wes pondok2 salaf2 ngono iku. Jarang sing teko pendidikan formal sing meskipun wes ISO, meskipun wes macem2 jarang...(sing sampek mahir baca kitab),  lek sampeyan gak percoyo.. klarifikasi. Karena teman2 kita yang murni dari pendidikan formal itu tidak memungkinkan dan tidak mampu untuk kemudian ngomong arab, atau membaca kitab. 

Ini masukan untuk temen2 yang di bidang bahasa arab, untuk kajian penelitian, lumayan itu. Opo bener asumsinya, bahasa arab itu hanya diproduk dari pesantren? Ataukah itu dalam konteks ngomong arab, atau dalam konteks membaca kitab. Itu gawe penelitian, gapopo. Jadi agar sampeyan sadar, bahwa karantina termasuk sesuatu  yang sangat vital di dalam pembelajaran bahasa. Mondok itu lho rek, menetap dalam satu lingkungan, dikarantina, diasramakan, itu ternyata kata kunci juga. 

Jadi kata kunci belajar nahwu shorof itu sistematis, yang pertama dari al hifdzu, al fahmu, kemudian at tathbiq, yang kedua adalah dari sesuatu yang sederhana menuju ke sesuatu yang sulit. Dari pemahaman tentang kata, kemudian masuk ke i'rob, kemudian masuk ke kalimat, kalimat yang berat2 itu misalnya yang 
  • laha mahalun minal i'rob
  • serta yang laa mahalun minal i'rob. 

Bisa diterjemahkan apalagi ustadz? yang namanya sistematis itu? sebagaimana kajian yang lalu, ini sekedar mereview. 
Ketiga, Yang dikatakan sistimatis itu adalah mulailah dari materi prasarat menuju ke materi inti. Ini yang kemudian saya tekankan terus ini. Sampeyan lak atene ngajar tentang fail ning murid2 e sampeyan, takokno ning murid2 e sampeyan iku. ngerti tentang fiil ma'lum dan majhul opo ora? Lek umpamane ora ngerti ojo diterusno ngajar fail, kenapa? Isim yang dibaca rofa' yang jatuh setelah fiil itu memungkinkan disebut sebagai fail, dan memungkinkan disebut sebagai naibul fail. Tergantung dari status fiilnya (nah fiil ini menjadi materi prasyarat dari Fail, misalnya). Apakah termasuk ma'lum apa majhul, berarti apa? ma'lum dan majhul itu merupakan persyaratan untuk masuk tentang kajian fail atau naibul fail.

Muride sampeyan ape diajari opo ambek sampeyan? ape diajari maf'ul bihi ustadz...
Wes ngerti opo ndak? ambek lazim karo muta'addi? lho nopo o? karena lazim dan muta'addi inilah yang menjadi persyaratan untuk masuk pada maf''ul bihi. Opo o sebabe? tidak semua fiil itu butuh maf'ul bihi. Tidak semua fiil itu butuh maf'ul bihi. Iku kudu ngerti sampeyan. 

Kalau fiilnya lazim, cukup hanya diberi fail, kalau fiilnya muta'addi itu disamping butuh fail, itu juga butuh maf'ul bihi. Guru yang bagus, guru yang pinter adalah ngerti seperti itu. Diupayakan itu sampeyan besuk lek ngajar murid2 (sistematis seperti itu). Semua materi itu sampeyan kudu faham filosofi dan fungsinya. 

Opo sampeyan kok harus ngajari manqush dan maqshur misalnya. O ini ustadz, isim manqush kalian isim maqshur ini menjadi dasar, untuk pemahaman i'rob taqdiri ustadz, misale. Gitu ustadz.. kudu ngerti. 

Opo o sampeyan kok muride diajari tentang fiil mujarrod misalnya, kemudian fiil mazid misalnya. Ooo anu ustadz, karena biasanya perpindahan dari mujarrod dan mazid itu ada faidah artinya. 

Contoh lagi, shohih mu'tal iku opo maksude? lek umpamane muride sampeyan gak diajari tentang fiil shohih mu'tal itu kenapa? Ustadz, ninggone bahasa arab iku ono sing jenenge hadzaf ustadz, kadang2 yang kita lihat itu, yang tampak itu... bukan sebenarnya. 

لم يقل
itu sebenarnya 
  • ْلم يقْوُل
  • ْلم يقُوْل
  • لم يقل
karena ada iltiqous sakinaini menjadi dibuang huruf illatnya. Nah itu fungsing shohih dan mu'tal. 

Jadi sampeyan besuk lek wes jadi ustadz, jadi guru, kudu ngerti fungsi dan filosofi dari masing2 materi. Tingkat signifikansi dari materi2 itulah yang sampeyan fahami. Lek umpamane sampeyan gak ngerti opo fungsine

  • mufrod tatsniyah jama'
  • mudzakar muanas
  • ma'rifat nakiroh
Itu gak ngerti kabeh sampeyan, pokok e ngajarrrrrr....Mesti sampeyan itu jadi guru yang jelek, jadi ustadz yang jelek. Ustadz yang kurang bisa mempercepat perkembangan pemahaman, peningkatan kemampuan, dari murid2nya dari santri2nya. Nggih.. oleh sebab itu kata kunci dari belajar ilmu nahwu adalah sistematis. Pokok e setiap jum'at, yo iki wacanen, yo opo belajar iku. Jadi sampeyan iso ngukur, aku iki belajare bener gak sih? Saya itu sudah benar apa gak? belajar ini? Iku iso ngukur, awak e dewe iku iso ngukur. 



SHOROF
Kemudian selanjutnya, sekarang kita belajar tentang shorof. Yok opo sih belajar shorof sing bener iku? Orang itu disebut sebagai berkemampuan shorof itu seperti apa? 

Yang namanya qowaid itu ada yang namanya nahwu, ada yang namanya shorof. Lek nahwu itu ngomong tentang kedudukan kata. Kalau nahwu iu pasti ngomong tentang pengaruh kata yang satu pada kata yang lain. Shorof itu pembahasan mandiri, shorof itu  berbicara tentang shighot (jenis kata). Jadi bukan kedudukan kata dalam sebuah kalimat, bukan itu yang namanya shorof itu. 




Kapan seseorang dianggap sebagai punya kemampuan shorof? Kalau bisa Tashrifan, Ngerti Sighot, dan Ngerti Fawaidul Makna


Tashrif - an
yang pertama apabila dia mampu melakukan tashrifan, ngerti tashrifan dia, iso tashrifan, iso nashrif (mampu untuk mentashrif). 
Apakah itu tashrif istilahi, apa itu tashrif lughowi. 

jadi sampeyan kudu ngerti,

Tashrif Istilahi Fi'il Mazid, bina shohih mudho'af


fa'ala yufa'ilu taf'ilan taf'ilatan taf'alan tif'alan mufa'alan, 
fahuwa mufa'ilun, wa dzaka mufa'alun, 
fa'il, laa tufa'il, 
mufa'alun mufa'alun







fa'alaa fa'alaa fa'aluu fa'alat fa'alataa fa'alna 
fa'alta fa'altumaa fa'altum
fa'alti fa'altumaa fa'altunna"
fa'altu fa'alnaa

iku kudu ngerti. 

Lek umpamane sampeyan wes iso iku, berarti sebagian kemampuan shorof, itu sudah diketahui. Lek sampeyan gak iso tashrifan, ojok ngaku iso shorof. 



Sighot
yang kedua nopo? ngeti shighot sampeyan. Dadi lak ditakoni iku ngerti, iki opo iki? fiil madhi ustadz, iki? fiil mudhore, iki mashdar, iki? isim fa'il, iki? isim maf'ul. iku ngerti. Jenis kata bentuk kata dari masing2 kata (dalam perubahan itu) sampeyan ngerti iku. Ya.. itu semacam itu.


fawaidul ma'na
apa lagi? sampeyan ngerti fawa'idul ma'na. 



Berkemampuan Shorof

Jadi kapan itu seseorang dianggap memiliki kemampuan shorof? seseorang itu dianggap memiliki kemampuan shorof, punya kemampuan shorof apabila bisa tashrifan, tashrif opo ustadz? yo biasa.. tashrif ishtilahi, tashrif lughowi. 

Kapan lagi ustadz, seseorang itu dianggap memiliki kemampuan shorof? apabila ngerti shighot. Ngerti lek iki isim f'ail, ngerti lek iki isim maf'ul, ngerti lek iki fiil mudhore' ngerti lek iki mashdar, iku ngerti...

Kapan lagi ustadz, seseorang itu dianggap memiliki kemampuan shorof? untuk yang paling tinggi adalah ngerti fawa'idul makna. lek fa'ala iku biasanya ono fa'idahe littakstir, atau li ta'diyah, lek af'ala iku biasanya lit ta'dhiyah ustadz.. memuta'addikan. Antara fariha dan afroha itu beda ustadz. Nah itu faham sampeyan berarti... lek faa'ala iku berarti lil musyarokah ustadz, berarti saling iku lho ustadz. Ngeri lek umpamane ngono. Jadi ada perubahan arti, ada perpindahan wazan itu, itu sampeyan ngerti lek ini berkonsekuensi pada arti. Itulah yang kemudian disebut dengan fawa'idul ma'na. 

Wes to, sampeyan iku lek wes ngerti misalnya opo iku tashrif istilahi (iso kon tashrifan iso). Opo iku tashrif lughowi, ngerti tashrifan iku. Maringono sampeyan ngerti sighot, bentuk dan jenis kata iku ngerti sampeyan. mari ngono fawaidul ma'na sampeyan ngerti. Dari aspek shorofnya sudah memenuhi syarat untuk kemudian dianggap memenuhi unsur qowaidnya ini. Sampeyan dianggep iso iku wes, qowaide. Nahwune iso, shorof e iso.. yasudah wes.. gak usah sing aneh2. 


Belajar Qowa'id
Jadi belajar qowaid iku ono loro rek, 
  • ada yang sebagai tujuan, 
  • ada yang sebagai alat.
Temen2 dari fakultas bahasa arab itu, qowaid itu dadi tujuan. Lek fakultas syari'ah, fakultas ushuluddin, fakultas dakwah qowaid iku dadi alat. Oleh sebab itu saya selalu katakan, lek sing rasional untuk menghafalkan alfiyah itu, anak2 bahasa arab. Arek ushuluddin? gak atek hafalan alfiyah, lha hafalan nopo? hafalan quran. Anak ilmu hadits hafalan nopo ustadz? hafalan hadits. Ojo ngafalno alfiyah. Karena memang bukan tujuan itu. 

Perhatikan, belajar bahasa arab itu. Qowaid itu ada dua. Ada sebagai tujuan, ada sebagai alat. Nah yang pada umumnya, yang namanya qowaid itu dianggap sebagai alat. Orang2 yang takhoshshus, orang2 yang kepingin spesialis dibidang bahasa lah, yang menganggap qowaid itu sebagai tujuan. 

Tapi qowaid itu, nahwu shorof itu penting. Ojo kemudian sampeyan antipati, sing ngomong penting itu duduk saya. Yok nopo niku? 


وَالنَّحْوُ أَوْلَى أَوَّلًا أَنْ يُعْلَمَا --  إِذِ الْكَلَامُ دُونَهُ لَنْ يُفْهَمَا

wan nahwu aula awwalan an yu'lama, 
idzil kalamu dunahu lan yufhama. 

sing ngomong iki imam imrithy. duduk wong nglungkung sing ngomong iki. Sudahlah sampeyan percaya, sing ngomong wong arab ashli, pakai shod iku. Ashli ngono....jadi lek sampeyan gak iso nahwu ojo berandai2 sampeyan kepengen iso? analisa teks. Itu diperhatikan seperti itu. 

Jadi seseorang itu dianggap bisa shorof itu apabila?
mampu mentashrif, tashrif opo? yo tashrif seperti biasae, tashrif istilahi, tashrif lughowi. 
nopo tashrif istilahi itu? yo lek sing gampang yang kesamping
tashrif lughowi? yang ke bawah
Sing gampang niku, lek terjemahan murnine / asline nopo ustadz? Biasae tashrif istilahi itu diterjemahkan.  

ﺗﺤﻮﻳﻞ ﺍﻷﺻﻞ ﺍﻟﻮﺍﺣﺪ ﺇﻟﻰ ﺃﻣﺜﻠﺔ ﻣﺨﺘﻠﻔﺔ ﻟﻤﻌﺎﻥ ﻣﻘﺼﻮﺩﺓ 
ﺗﺤﻮﻳﻞ - تغير 

Perubahan asal yang satu? kepada contoh yang berbeda2. 
Kenapa kok kemudian diubah? 
karena ada tujuan tertentu.


Saya kepingin ngomong telah membaca, yo opo iku bahasa arabe? qoroa berarti pakai fiil madhi. Lek saya kepingin ngomong sedang/akan membaca bagaimana ustadz? yo berarti pakai yaqrou, ojo pakai qoroa sampeyan, salah, lek kepingine misale ngomong sedang/akan membaca kemudian sampeyan pakai qoroa, (yo) salah. Karena tidak sesuai itu.  Lek ngomong bacaan iku yok nopo ustadz? kan bukan telah membaca, atau akan/sedang membaca, misalnya.  Lek atene ngomong bacaan? wo qiroah berarti, bacaan itu. Lek orang yang membaca? wo berarti qori'un pakai isim fail. Kalau bacaan yang dibaca itu gimana ustadz? wo berarti maqru-un. Itu maksudnya perubahan. 



TASHRIF LUGHOWI
Kalau Tashrif lughowi iku opo? sing biasae mengisor iku opo? Pokok lek iku.. (jenenge) isnadul fi'li iladh dhomaair. 

اسناد الفعل الى الضمائر
menggabungkan fiil kepada dhomir
(huwa huma hum, hiya huma hunna, anta antuma antum, anti antuma antunna, ana nahnu)

lek فعّل digabung mbek huwa, bagaimana? digabung mbek huma, bagaimana? ya kan?
lek dhomire huwa yo opo? 
lek dhomire huma yo opo? 
lek dhomire hum yo opo?
lek hiya yo opo? 
lek humaa yo opo? 
lek hunna  yo opo?
anta antuma dan seterusnya... sehingga jadilah misalnya. 

Contoh Tashrif Lughowi Kataba - Yaktubu كتب - يكتب

kataba katabaa katabu
katabat katabata katabna
katabta katabtuma katabtum
katabti katabtuma katabtunna
katabtu katabnaa



isnadul fi'li iladh dhomair = menggabungkan fiil kepada dhomir2 yang ada. Apakah dhomir itu mutakallim ataukah mutkhotob ataukah ghoib. Itu definisi dari  tashrif lughowi. menggabungkan fiil kepada dhomir2 yang adal. 

Jadi shorof iku ngono, jadi sampeyan kudu ngerti disek lah, intene gitu. Bahwa seseorang itu dianggab bisa memiliki kemampuan shorof itu apabila satu bisa tashrifan, bisa tashrifan pokok e. Yang kedua bagaimana? ngerti shighot. yang ketiga nopo? fawaidul makna. Apakah sampeyan menggap diri anda bisa menguasai shorof opo gak? standare iki ae wes rek. Lek sampeyan wes iso tashrifan, lek ngerti shigot,  lek ngerti fawaidul ma'na, berarti sampeyan sudah ngerti. Sudah mencapai tingkat menguasai shorof itu, meskipun gak aneh2, gak atek sing aneh2 wes, pokok e iku ae. Karena kenyataanya ketika kita membaca teks arab, yang dibutuhkan sampeyan ngerti tashrifan (baik istilahi maupun lughowi). Sampeyan ngerti shighot, sampeyan ngerti fawaidul ma'na. Sederhana iku wes, gak atek sing angel2. 

Yang paling penting iku rek, belajar iku ngerti tujuanne, sampeyan lek belajar shorof iku opo tujuane? woh aku belajar shorof iku siji cek iso tashrifan (lughowi atau istilahi) sing kedua cek aku ngerti shighot. Sing ketiga, cek aku ngerti fawaidul ma'na. Iku wes.. gak atek sing aneh2. Cukup iku wes, gek moco kitab wes cukup. Dari aspek shorof, berarti sampeyan siap diajak analisa teks. 


Tapi lek tashrifan, misale sampeyan sik gurung lancar. Gak ngerti iki isim fail isim maf'ul dan seterusnya gak ngerti, misale gak ngerti fawaidul makna yo berarti secara shorof itu sampeyan belum siap diajak analisa teks. Jadi kegiatan ini penting untuk memberikan wawasan, untuk mengukur sampeyan dewe, aku iki dari shorofe wes siap opo gak? aku....  Aku wes iso gak? tashrifan istilahi, aku wes iso gak? tashrifan lughowi. Aku wes ngerti opo gak? shighot. Aku wes ngerti opo gak? fawaidul makna misalnya. (Iku wes siap opo gak? sampeyan iku). 
Loh lek gurung yo opo? 
mari kita benahi bersama


Belajar Tashrifan angel2
Belajar tashrif iku ojo sing angel2. Kadang2 belajar tashrifan iku diuangel2no, karena amtsilatut tashrifiyah sing kuandel iku, dikongkon afahalan kabeh. Padahal ustadze dewe, sik ora apal. Opok o sebab e? karena dendam mungkin, ndisik pada waktu dadi murid dikongkon hafalan, sehingga saiki wes dadi guru, muride iki.... ndisek aku nglakoni koyok ngono, saiki sampeyan sing afalan, padahal ustadz e yo wes gak apal. Sak sret sret e iku dikongkon afalan kabeh, manfaate opo? gak pati jelas. 



Asumsi Belajar
Jadi sing sederhana2 saja, yang sangat dibutuhkan ketika kita membaca kitab itulah yang kemudian harus dibebankan, kenapa? karena sekarang asumsi belajar, itu sudah berubah. Asumsi belajar itu, apalagi di lembaga perkotaan, itu sudah berubah. Kalau dulu itu orang tidak sekolah itu biasa, sekarang kenyataanya begitu, orang tua itu memondokkan anak yang ada sekolahanya sekarang. Kebanyakan begitu, meskipun tetap juga ada yang memilih, meskipun gak ada sekolahanya gakpapa. Tapi mayoritas, pondok2 yang dulu2 sangat salaf sekali itu, kecuali pondok2 besar ya. Kalau sekelas pondok2 besar seperti sidogiri, lirboyo, meskipun tidak menawarkan lembaga formal, tetep booming, tetep banyak dinikmati. Tapi kalau pondok2 kecil, gak terkenal itu kecenderunganya, gulung tikar.


Perrlu diperhatikan itu, sehingga kita butuh pada akhirnya ketika mengajar macem2 karena asumsi belajar sudah sangat terbatas, biasanya tiga tahun, atau enam tahun, itu sambil belajar maka pelajaran2 termasuk misalnya ketika kita mengajar tashrifan itu, itu yang efektif. Ainal Ahab, mana yang paling penting, ainal muhim mana yang penting saja, mana yang tidak penting iku ngerti sampeyan, kudu. Jadi yang pertama saya kepingin tegaskan bahwa seseorang dianggap bisa atau menguasai ilmu shorof apabila satu dia itu ngerti tashrifan (istilahi atau lughowi). Yang kedua sighot itu ngerti, jenis kata itu ngerti. Yang ketiga itu adalah fawaidul makna. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana belajar shorof?
 
 
Belajar Shorof

Belajar itu yok opo? belajar tashrifan itu begini rek, sampeyan harus mengubah paradikma. Harus sedikit mengubah paradigma berfikir. Pertanyaan mendasarnya adalah apakah mentashrif (lughowi/istilahi) itu, disebut sebagai kemampuan? atau ketrampilan? Apa beda terjemahanya?(maksudnya?) beda banget... Kalau seandainya dianggap kemampuan, maka orang2 tertentu sajalah yang kemungkinan menguasai tashrifan. Kalau ketrampilan, maka anak kecilpun akan memungkinkan menguasai apabila dilatih terus, itu memungkinkan untuk menguasai. Pertama tibo disek. Kayak numpak sepeda iku lho.. kan ketrampilan iku. Pertama tibo disek, tangi meneh, tibo meneh, tangi maneh, itu karena ketrampilan. Dan kenyataanya kita bisa membuktikan bahwa yang namanya tashrifan itu, lebih banyak kearah ketrampilan dibanding dengan kemampuan. Untuk tahapan2 tertentu, memang itu kemampuan. Tapi secara umum yang namanya shorof itu mentashrif itu adalah ketrampilan. 


Sehingga anak kelas satu tsanawiyah, itu disuruh tashrifan sudah bisa, kenapa? karena terampil dia. Jadi pertanyaan mendasarnya adalah mentashrif itu lho rek, opo kemampuan? Sehingga anak2 kecil2 itu yang belum mampu berfikir tajam, berfikir analisis dan seterusnya itu, tidak akan mungkin tashrifan itu mampu itu gak mungkin. Apakah ketrampilan? lek ketrampilan yo opo? lek ketrampilan berarti anak kecil pun, kalau dilatih terus itu pada akhirnya akan terampil juga, akan bisa juga itu. Itu penting untuk diperhatikan oleh sampeyan, berdasarkan temuan kita, berdasarkan pengalaman kita, praktek yang biasa kita lakukan misalnya, yang namanya tashrifan itu adalah lebih banyak pada ketrampilanya dibandingkan kemampuanya. 
 

Sehinggan tahapan belajar tashrifan itu 
  • Ta'wid (pembiasaan)
  • Tahfidz (menghafalkan)
  • Tadrib (latihan)

Belajar tashrifan itu ini tahapanya. Ojo kesusu hafalan sampeyan, pokok e bendino setiap kalau mau belajar, kongkon  tashrifan dulu. Iyakan?? ayo moco bareng2 tashrifan فعّل hayo..

Tashrif Fiil Mazid, bina mudhoaf



Terus ngono, pertama ngono disek. Ojo langsung kon hafalan, lha ilate sik kaku, kok langsung afalan i piye? iya tho? ilate sek kaku. Seminggu ngulang2, wes rodok ilang kakune, satu bulan dua bulan kongkon hafalan, hafal pasti. Coba diberi mic, misalnya qoyyis.
coba فعّل ditashrif

Tashrif Fiil Mazid, bina mudho'af




fa'ala yufa'ilu taf'ilan taf'ilatan taf'alan tif'alan mufa'alan, fahuwa mufa'ilun, wa dzaka mufa'alun, fa'il, laa tufa'il, mufa'alun mufa'alun
 


Jadi belajar  itu lembaran gini aja. Biar nanti ditampilkan....
ini adalah alat peraganya, jadi belajar tashrif itu gak usah satu buku. Ya ini cuma dua halaman saja, ini mahdzab kita yang kita pakai, pakai ini. Ini hanya berisi wazan, kemudian mauzun. Karena temen2 setiap kali akan melakukan kajian itu harus bersama2 dulu menghafalkan ini.  Membaca, setelah itu baru setelah satu minggu disini, terus mbendino satu bulan misalnya. Itu yang namanya mulut itu wes gak kelu wisan,wes gak kaku, wes lancar, nah ketika lancar itu tahfidz. Nah tadi itu proses tadrib sudah.
Kalau sampeyan itu hafal fa'ala sampeyan itu hafal juga lho 'allama yang sewazan. Sampeyan itu juga hafal lho yang namanya haddatsa dst. 
 



Paradigma Tashrifan Ketrampilan/Kemampuan?
Jadi saya kepingin menegaskan kepada sampeyan, ketika paradigma kita rubah dari kemampuan menjadi ketrampilan maka yang paling penting tahapan2 dalam rangka belajar tashrifan itu adalah
melakukan ta'wid dulu (pembiasaan). Setiap kali sampeyan mau ngajar misalnya, ya.. disisihkan waktu 15 menit untuk membaca bersama. Setelah lidahnya tidak kaku lagi, baru langsung
 

tahfidz (dihafalkan). Setelah tahfidz, nah ini ada lembaran2 yang kemudian ini dijadikan tadrib harian sudah. Coba yang sewazan dan sebina itu iso opo gak? Jadi umpamane ini, ojo kesusu lek murid baru kongkon hafalan. Wo iso stress iku.. karena sik urung iso. Sek gurung lancar, lidahe sek kaku, iso stress lek kongkon hafalan. Pokok bendino konkon moco.. ae. Lek wes sak wulan, baru kemudian dikongkon hafalan. Lek wes hafal? baru dikongkon latihan. ya... untuk mauzun2 yang lain. Itu semacam itu. 

Jadi kata kuncinya itu adalah 1 yang namanya tashrifan itu bukan kemampuan tapi ketrampilan. Kalau kita berpendapat bahwa tashrifan itu adalah ketrampilan, berarti anak kecil juga memungkinkan untuk mentrashrif. Karena apa? ketrampilan. Ketrampilan iku koyok belajar sepeda iku lho. Ketrampilan itu kayak belajar sepeda, pertama tibo, naik lagi, tibo lagi.. mungkin pertama rodok berdarah darah, tapi kalau bendino.. gitu, iso pada akhirnya. Jadi penting untuk diperhatikan oleh sampeyan, yang tadi kita demonstrasikan itu baru mondok tiga bulan. Ternyata sudah bisa tashrifan, gak atek lama2. Jadi tidak menghafalkan buku amtsilatut tashrifiyah. Yo bendino.. 15menit, 15menit,15menit (misalnya) ketika satu bulan, kongkon hafalan wes. Baru setelah itu, dilatih terus, tilatih terus. Hafal pada akhirnya, bisa..dan yang paling penting adalah kalau seandainya sampeyan belajar atau mengajar tashrifan iku kudu ngerti pembagian dari fiil itu. 

Mujarrod dan Mazid
Banyak orang kurang rasional menurut saya, jadi fiil itu, dalam konteks pembelajaran ilmu shorof itu. Ada dua macam fiil itu, ada fiil yang disebut sebagai mujarrod dan ada yang disebut sebagai mazid.

  • Karakter fiil mujarrod iku opo? samaa'i
  • Fiil Mazid iku karaktere opo? qiyasi

Karakter dari fiil ini yang kemudian dijadikan panduan untuk belajar atau mengajar, tashrifan, ini penting ini. Lek wes sampeyan menerjemahkan apa yang disebut dengan fiil mujarrod yang bersifat 

Sama'i itu maksudnya apa? untuk menentukan 'ain fiil, baik pada fiil madhi maupun fiil mudhore' itu, apakah harus di dhommah di kasroh atau difathah, itu tergantung pada kamus bagaimana? (atau) Tergantung bagaimana orang arab mengucapkanya, gitu kan? 

ini kenapa ustadz kok dibaca nashoro, 
kok dibaca 'alima
kalau ini kok dibaca hashuna
jawabanya mesti dikamus memang seperti itu. Oleh sebab itu di kamus itu gak ada yang tidak berharokat. Kamus itu semuanya berharokat, terutama untuk 'ain fiilnya. Ini namanya mas'mu' (samaa'i)
Kalau sing sama'i, sampeyan kepetuk kata sing anyar, ojok murid e, ustadz e pun gak paham. Misale..

iki wocoe opo? enek huruf غ ف ر

  • ghofaro
  • ghofiro
  • ghofuro

(misalnya). Yo sik to... delok disek ning kamus. Kalau karakternya semacam itu, yang namanya fiil mujarrod ini, ojo terlalu ditekankan,(tapi) bahwa dikenalkan adalah iya... Fiil mujarrod itu harus dikenalkan, karena fiil mazid itu rumusnya adalah (fiil mujarrod + ziyadah).  Dikenalkan iya, tapi untuk penekanan, kemudian harus menghafal, itu yang paling rasional, itu adalah yang mazid, yang memiliki sifat qiyasi. Kenapa?? ketika kita hafal wazan, otomatis mauzun bisa. Wazan itu kita hafal, 
tadi  misalnya فعّل - karena ini adalah mazid
  • حدّث pasti bisa
  • علّم pasti bisa
  • سحّن pasti bisa
  • فكّر pasti bisa

Kenapa? karena fiil mazid itu sifatnya qiyasi, iso wazan langsung mauzun kabeh iso wes. Jadi pesan saya, kalau seandainya sampeyan ngajari tashrifan muride sampeyan besuk, mugo2 nduwe pesantren, yo.... mugo2 mbesuk nduwe murid dan seterusnya itu. Lek ngajari tashrifan iku ono loro rek,

Fiil Mujarrod (sama'i) - dimana untuk menentukan harokat pada 'ain fiilnya kita gak bisa berijtihad itu. Kita harus klarifikasi ke kamus, kita mesti melihat bagaimana orang arab itu membaca itu, yo jangan dipaksakan untuk kemudian kita bebani yang namanya murid itu untuk menghafal itu, kenapa? karena ada manfaatnya tapi sedikit. Kalau bertemu dengan fiil yang sama sekali baru, pada akhirnya juga gak bisa juga itu, pada akhirnya harus klarifikasi kepada kamus. Yang paling masuk akal, untuk diajarkan dan ditekankan apa?  yang bersifat qiyasi, berarti itu apa? mazid. 
 
Fiil Mazid (qiyasi)

Inti atau point yang ingin saya sampaikan kepada sampeyan, lek ngajari tashrifan, lek misalnya harus menyuruh anak didik kita untuk menghafalkan adalah yang bersifat qiyasi ojo yang bersifat sama'i. Kenapa? karena nanti bisa jadi, bisa jadi.... orang berpendapat bahwa nahwu shorof itu angel, itu sebabnya

تكليف ما لا يطاق

membebani sesuatu yang diluar kemampuan manusia. Kong afalan sak buku, mari ngono manfaate opo? iki.. gak paham2 misale. Akhirnya kan berkesimpulan, uangel yo.. tashrif iku. Padahal, ya seperti yang tadi saya katakan, (guyonan) ustadz e pun akeh sing lali. Oleh sebab itu sing paling penting menurut saya, mari kita rasional, lek seumpamane sampeyan ngajari tashrifan, ajarono sing sifate qiyasi, sehingga arek cilik langsung berkesimpulan loh aku hanya hafal fa'ala lho padahal?
tapi kok iso yo.. 'allama
kok iso yo? haddatsa
kok iso yo? fakkaro
kok iso yo? jannaba
dan seterusnya itu, yang sewazan dan sebina iku kok iso. Jadi penting untuk diperhatikan itu, jadi ini membuka wawasan mbesuk iku sampeyan lak ngajar iku yang bener. Ojo sampek sampeyan membebani muride sampeyan, yang pada akhirnya murid2 kita berkesimpulan bahwa shorof iku uangel. Mosok kon hafalan sak buku misale, uangel iku. Padahal setelah hafalan manfaate opo? yo gak begitu banyak dirasakan. Kenapa? karena seandainya kalau bertemu dengan lafadz yang baru, itu terpaksa klarifikasi mbukak kamus. Lek sing gak ono amtsilatut tasrifiyah misalnya iku mbukak meneh nduk kamus, apakah diikutkan dengan wazan fa'ula atau diikutkan f'aila atau fa'ala, mbuka meneh ning kamus. Sehingga yok nopo sing enak, yo ojo diajarkan, dikenalno sing jenenge mujarrod iku lho rek, mujarrod iku ono sing mengikuti wazan fa'ala fa'ila fa'ula. 
Lek fa'ala iku 
  • iso yaf'ulu 
  • iso yaf'alu
  • iso yaf'ilu
lek fa'ila 
  • iso yaf'alu
  • iso yaf'ili
lek fa'ula iso yaf'ulu (tok)

Inilah alasan kenapa? kok fiil mujarrod itu ada 6 bab. Dikenalno iku memang, kudu dikenalno. Mari ngono omong, iki lho rek, sing harus kita tekankan iku, 

mazid iku ono telu
  • bi harfin
  • bi harfaini
  • bi tsalatsati ahrufin
sing bi harfin iku ono tiga wazan... (dst) nah iku sing kongkon hafalan wes. Ngono carane ngajar mbesuk, nggih. Ojo kemudian sampeyan ngawur carane ngajar, Cek ngerti filosofine, o iki to maksude ustadz aku dikongkon mbendino kongkong ngomong hafalan bareng2. O ternyata,,paradigma berfikir ustadz ini adalah karena yang namanya tashrifan itu lebih banyak dianggap sebagai ketrampilan bukan kemampuan. Karena ketrampilan, anak kecilpun kalau seandainya terampil karena mbendino ngucap terus, sudah melakukan ta'widh sudah melakukan pembiasaan. Itu memungkinkan untuk bisa, setelah ta'widh lidahnya sudah tidak kaku lagi, langsung tahfidz, setelah itu baru langsung tadhrib. Dengan melakukan lembaran2 ini misalnya. Ini waktunya sudah habis, nanti kita lanjutkan lagi insyaalloh. Nanti selanjutnya bagaimana belajar tashrif dulu nanti, ini masih belum lengkap ini. 

Belajar tashrifan itu bagaimana? bahwa tashrifan itu bukan sekedar kemampuan, tapi lebih banyak ke ketrampilanya bukan kemampuan. Kalau kemampuan, anak cerdas2 saya yang bisa analisis, yang cerdas2 saya yang bisa tashrifan. Kenyataanya tidak, anak kecil pun yang tidak punya kemampuan analisis, itu bisa untuk melakukan tashrifan itu. Karena apa? lebih banyak pada ketrampilan. Dan ketika mengajar tashrif itu, berangkatlah dari pembagian fiil, dari mujarrod dan mazid. Dengan melihat karakter masing2 (antara Mujarrod dan Mazid). 

  • Mujarrod bersifat sama'i
  • Mazid bersifat qiyasi
yang qiyasi inilah yang kemudian harus lebih banyak ditekankan. Kenapa? karena sampeyan hafal wazan, itu memungkinkan untuk mauzunnya hafal. Sehingga anak didik kita, ketika kita ajari, itu cepet merasakan manfaatnya. Sehingga semangat, loh....aku jektas belajar kok wes iso kabeh iki? Coba lek dikongkon hafalan mujarrod disek, opo? aku hafalan iki opo manfaate...? bingung sampeyan. Dikenalkan saja.. yang mujarrod dikenalkan karena rumusnya mazid itu (fiil mujarrod + huruf zaidah) apakah satu dua tiga.

Itu yang mungkin bisa saya sampaikan kurang lebihnya mohon maaf,


وبالله التوفيق والهداية
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Comments