Skip to main content

KH. Abdul Haris Jember | Pembelajaran Nahwu Shorof 5 | Problematika Membaca Kitab Kuning | Proses Tasrifan

 

Ini adalah dari video beliau ketika menguraikan tentang bagaimana problematika membaca Kitab Kuning. Sekaligus beliau juga memberikan gambaran umum tentang skema proses membaca kitab kuning beserta sisipan motivasi2 dari beliau. Semoga ini bisa menjadi bahan renungan bagi kita semuanya. Sengaja kami menulisnya, agar bisa menjadi catatan yang berharga bagi kita semua. Metode Al Bidayah merupakan metode pembelajaran membaca kitab yang menurut kami (sepengetahuan kami) sangat sistematis membangun basic yang kuat agar kita mengenal banyak kaidah.


Pertemuan 5: Tashrif Lughowi



السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
بسم الله 
الحمد لله رب العالمين

وصلاة وسلام على رسول الله
سيدنا محمد و على اله و صحبه ومن واله

 رب اشرح لي صدري
ويسر لي أمري
واحلل عقدة من لساني
يفقهوا قولي


أما بعد


Pada kesempatan pagi hari ini, kita melanjutkan kajian rutin, Jum'at, tentang Problematika pembelajaran Kitab Kuning. Selalu saya tegaskan, bahwa membaca kitab itu tidak hanya menjadi problem di lembaga pendidikan formal. Dalam konteks kekinian, bukan hanya menjadi masalah di lembaga negeri, di lembaga sekolah, bukan hanya itu. Akan tetapi dalam konteks kekinian, membaca kitab itu menjadi permasalahan serius, di lingkungan Pondok Pesantren, apalagi disitu Pondok pesantren yang ada pendidikan formalnya. Kita memberikan kajian rutin ini, untuk memberikan masukan, Kira2 pandangan kita untuk kemudian bisa mempermudah para murid, para santri, para peserta didik. untuk cepet menguasai nahwu shorof. Untuk bisa cepet menguasai membaca kitab itu, yok nopo carane? Nah ini kita mencoba menawarkan, metode2 yang seringkali kita fikirkan, Supaya akhirnya bermanfaat bagi yang lain. Itu penting untuk diperhatikan. Jadi tujuan kita itu untuk memberi masukan sebenarnya, disamping kita juga mengevaluasi diri dan metode kita, juga memberikan masukan kepada lembaga yang lain. 

  • Kiro2 ngajar tashrifan iku yok nopo seh?
  • Kiro2 ngajar nahwu niku yok nopo seh?

Niku ngoten sak jane. niku ngoten. Nah pada kesempatan pagi hari ini, kita akan mencoba menawarkan sebuah cara belajar atau cara mengajar, tashrif lughowi, versi kita. Niku yok nopo? Seperti yang sudah kita tegaskan, yang namanya tashrif lughowi itu adalah 


Isnadul fi'li iladh dhomair
Menggabungkan fi'il, dengan dhomir2 yang ada, apakah dhomir itu sifatnya 
  • mutakallim, 
  • ataukah mukhothob, 
  • atau ghoib
kalau seandainya dhoroba niku disambung ambek 
huwa huma hum, hiya huma hunna, anta antumaa antum, anti antumaa antunna, ana nahnu. Dhoroba niku yo opo? fi'il madhi niku kalau seandainya digabung dengan huwa bagaimana? kalau seandainya digabung dengan huma itu bagaimana? Kalau seandainya digabung dengan hum itu bagaimana? Dan seterusnya seperti itu


Kata Kunci Tashrif Lughowi
Penting untuk diperhatikan, ketika sampeyan belajar atau mengajar tentang tashrif lughowi. Yang terjemahanya adalah isnadul fi'li iladh dhomair. Saya membuat kata kunci, cara belajar tashrif lughowi kata kuncinya adalah

Berpijak pada pembagian fi'il shohih dan mu'tal.
Jadi panjenengan lek bade ngajar tentang tashrif lughowi niku, berangkatnya harus pembagian fi'il, pada shohih dan mu'tal. Harus begitu.


Yang kedua adalah menjadikan fi'il shohih salim sebagai standar
Fi'il shohih salim itu tashrifan yang normal.

Dhoroba dhorobaa dhorobu
Dhorobat dhobata dhorobna
Dhorobta dhorobtuma dhorobtum
Dhorobti dhorobtuma dhorobtunna
Dhorobtu dhorobnaa

Itu namanya shohih salim yang biasa kita hafal. Itu kita jadikan sebagai standar. Karena nanti yang akan kita tashrif itu adalah ada yang berbentuk 
  • mudhoaf
  • mahmuz
  • mitsal
  • ajwaf
  • naqish
  • lafif
Standarnya adalah yang shohih salim. Jadi sampeyan cara belajar atau mengajar itu, standar yang harus dipakai pijakan, adalah yang shohih salim. Kenapa? karena ini yang sudah kita hafal. Karena murid2 kita insyaalloh sudah banyak yang hafal tentang yang shohih salim. Ini harus dijadikan sebagai pijakan. 


Selanjutnya apa? kata kunci selanjutnya?
Yang ketiga adalah melihat perbedaan pada bina' lain, dengan cara membandingkanya dengan fi'il shohih salim. Realitas ketika kita mentashrif fi'il dengan tashrif lughowi, dengan bina shohih salim inilah, yang harus dijadikan sebagai pijakan untuk melihat bina2 yang lain. Perbedaanya dengan fi'il shohih salim itu terletak dimana? Saya ulangi lagi. Perbedaanya dengan fi'il bina
  • Mudhoaf
  • Mahmuz
  • Mitsal
  • Ajwaf
  • Naqish
  • dan Lafif
dengan bina' shohih salim itu terdapat dimana? Ya diperhatikan itu, jadi kata kuncinya adalah yang pertama itu kita harus bertumpu pada bina, itu berarti berpijak pada pembagian fi'il menjadi shohih dan mu'tal. 

Seperti ini


Jadi nanti sampeyan cara belajar atau cara mengajar tashrif lughowi itu yo sampeyan ajarkan, sik ta... murid saya tentang yang (bina) shohih salim sudah selesai apa tidak? sudah faham apa tidak? 
Selanjutnya, murid saya itu ketika mentashrif fiil mudhoaf itu sudah bisa apa tidak? Yang shohih mahmuz sudah bisa apa tidak? Nah itu begitu (seterusnya). Karena semuanya ini mewakili mauzun2 yang lain. 

Jadi kata kuncinya itu 3
  • Pijakan kita itu pada pembagian fi'il shohih dan mu'tal. 
  • Menjadikan fiil shohih salim sebagai standar
  • Melihat perbedaan pada bina lain ( Mudhoaf, Mahmuz, Mitsal, Ajwaf, Naqish, dan Lafif ) dan kemudian yang dijadikan sebagai standar itu yang shohih salim. 


Bagaimana bentuk Aplikasinya? 
Dalam aplikasi, ketika mengajar, ya kita anggap.. begini caranya. 

Fiil shohih salim (itu normal seperti biasa, tidak ada keanehan). Berarti apa? murid2 kita, kita anggap bisa. Karena memang tidak ada keanehan. Apa yang dimaksud? Yang dimaksud ini menjadi agak jelas, ketika kita melihat mudhoaf. 



Tashrif Fi'il Mudho'af
Fiil Mudho'af ada penjelasan (hati2 ketika bertemu dengan dhomir rofa' mutaharrik). Kenapa kok hati2? karena ada perbedaan dengan yang salim. Contohnya


madda - مدّ
maddaa - مدّا
madduu - مدُّوا

maddat - مدّت
maddataa - مدّتا
madadna - مددن

madadta - مددت
madadtumaa - مددتما
madadtum - مددتم

madadti - مددت
madadtumaa - مددتما
madadtunna - مددتنّ

madadtu - مددت
madadnaa - مددنا

Apa maksudnya perbedaanya itu ustadz? Perbedaanya itu maksudnya pada awalnya fiil mudhoaf ini, huruf yang sejenis pada 'ain fiil dan laim fi'il itu di idghomkan, madda itu asalnya madada menjadi madda. Di idghomkan itu maksudnya memasukkan huruf yang pertama kepada huruf yang kedua. Sehingga madada itu menjadi madda. Pada saat bertemu dengan dhomir rofa' mutaharrik, terjadi pengidghoman. Yang namanya pengidghoman itu terjadi. 
Baru ketika bertemu dengan dhomir rofa' mutaharrik yang pertama, madadna. Justru yang namanya ada pengidghoman itu tidak boleh.  Ini yang namanya difak (فَكَّ - يفكّ) dipisahkan atau dilepaskan. Ini kemudian harus dijadikan sebagai pegangan, o... saya kalau seandainya sedang mentashrif fiil lughowi, maka saya harus hati2 ketika yang saya tashrif itu adalah fiil mudhoaf. Hati2nya dimana? Hati2nya adalah ketika saya bertemu dengan dhomir rofa' mutaharrik. Kenapa? karena sebelum bertemu dengan dhomir mutaharrik, fiil mudhoaf itu 'ain fiil dan lam fiilnya di idghomkan, justru ketika bertemu dengan dhomir rofa' mutaharrik, tidak boleh ada pengidghoman. Nah itu yang saya maksudkan.

Kalau kita mentashrif fi'il2 bina salim, itu tenang2 saja, normal2 saja. Mulai dari huwa huma hum itu tidak ada yang aneh, tidak ada yang berbeda. Akan tetapi ketika kita mentashrif fiil mudhoah, khushusnya ketika bertemu dengan dhomir rofa' mutaharrik justru tidak ada pengidghoman.  


madda - مدّ
maddaa - مدّا
madduu - مدُّوا

maddat - مدّت
maddataa - مدّتا
madadna - مددن - mulai dari madadna ini, sampai ke bawah, namanya dhomir rofa' mutaharrik. Awalnya diidghom, dengan ditandai tasydid pada huruf dal. Maka ketika sampai pada madadna ini, dilepas (difak) huruf dal yang diidghom (digabungkan) tadi. 

madadta - مددت
madadtumaa - مددتما
madadtum - مددتم

madadti - مددت
madadtumaa - مددتما
madadtunna - مددتنّ

madadtu - مددت
madadnaa - مددنا


Mulai dari Madadna itu مددن -nun itu namanya dhomir rofa' mutaharrik 
ضمر رفع متحرق 
Dan kenyataanya, dan kenyataanya memang berbeda, dal dal ini ('ain fi'il dan lam fi'il yang sejenis itu, yang sama itu) Itu ditulis semuanya, tidak ada pengidghoman (ditasydid). Itu harus dijadikan sebagai pegangan. Pokoknya saya, kalau sedang mentashrif fi'il yang mudhoaf dengan tashrifan lughowi, ketika bertemu dengan dhomir rofa' mutaharrik, harus hati2. Kenapa? karena sebelumnya, huruf yang sejenis yang terdapat pada 'ain fi'il dan lam fi'il itu di idghomkan, justru ketika bertemu dengan dhomir rofa' mutaharrik tidak boleh ada pengidghoman. Ayo bareng2...
 
madda - مدّ
maddaa - مدّا
madduu - مدُّوا

maddat - مدّت
maddataa - مدّتا
madadna - مددن

madadta - مددت
madadtumaa - مددتما
madadtum - مددتم

madadti - مددت
madadtumaa - مددتما
madadtunna - مددتنّ

madadtu - مددت
madadnaa - مددنا

Coba sekarang... Ahalla أحلّ . Kalau Ahalla itu kalau nanti seandainya tidak ada pengidghoman, karena ini mengikuti wazan أفعل maka akan menjadi أحلل ahlala. Jadi kalau nanti setelah bertemu dengan dhomir rofa' mutaharrik, ahahlla ini menjadi ahlala. 

Ahalla - أحلّ
Ahallaa - أحلّا
Ahalluu - أحلّوا

Ahallat - أحلّت
Ahallataa -
Ahlalna

Ahlalta
Ahlaltumaa
Ahlaltum

Ahlalti
Ahlaltumaa
Ahlaltunna

Ahlaltu
Ahlalnaa

Misalnya lagi, istaqolla استقلّ . Ini kalau seandainya tidak ada pengidghoman menjadi Istaqlala استقلل . Jadi Nanti ketika bertemu dengan dhomir rofa' mutaharrik, tidak lagi menjadi istaqolla, tapi menjadi istaqlalna (dan seterusnya). Bareng2 ayo....

Istaqolla
Istaqollaa
Istaqolluu

Istaqollat
Istaqollata
Istaqlalna

Istaqlalta
Istaqlaltumaa
Istaqlaltum

Istaqlalti
Istaqlaltumaa
Istaqlaltunna

Istaqlaltu
Istaqlalnaa

Carannya begitu, Jadi sampeyan ketika tidak bertemu dengan/ blm bertemu dengan dhomir rofa' mutaharrik, ada pengidghoman disitu. Akan tetapi setelah bertemu dengan dhomir rofa' mutaharrik, mudho'af itu, dua huruf yang sejenis itu, tidak boleh ada pengidghoman. Itulah kemudian dalam ilmu tasrif disebut dengan fak (dilepas). Kalau seandainya ditanya misalnya, kenapa? ustadz, kok tidak boleh ada pengidghoman? Padahal disitu ada dua huruf yang sejenis. Kalau seandainya ditanya lebih lanjut lagi, kalau ada pengidghoman, syaratnya huruf kedua itu harus hidup (berharokat). Yang namanya pengidghoman itu, syaratnya huruf yang kedua itu harus hidup. 

madada
مدد
huruf kedua dal kdua harus hidup. Kalau ini hidup, memungkinkan untuk terjadi pengidghoman. Akan tetapi kalau disini mati, disukun misalnya, tidak memungkinkan huruf (kembar) yang pertama diidghomkan kepada huruf yang kedua. Kenapa huruf yang kedua (yang bertanda merah) itu harus mati? (sukun). Disini huruf (kembar) yang kedua yang merupakan lam fi'il, itu harus mati, disebabkan karena bertemu dengan dhomir rofa' mutaharrik. Kenapa? kalau seandainya, dhomir rofa' mutaharrik nempel pada kalimah fi'il, maka disitu dimabnikan alas sukun. Kalau ditanya lebih lanjut itu semacam itu. Oleh sebab itu harus diperhatikan....

(hayooo.. jangan tidur ini..., bareng dijelasno kok tidur? hayooo.. yang tidur raup... :)
yang tidur digugahi. 

Jadi itu caranya,
Jadi kalau seandainya kita sedang mentashrif  fi'il mudho'af dengan tashrif lughowi, itu hati2, ketika kita bertemu dengan dhomir rofa' mutaharrik. Karena ini berbeda dengan yang salim. Perbedaanya terletak dimana? ya terletak pada dhomir rofa' mutaharrik. Maksudnya bagaimana berbeda itu? yang awalnya terjadi pengidghoman, justru ketika bertemu dengan dhomir rofa' mutaharrik tidak terjadi pengidghoman. 



Tashrif Fi'il Mahmuz
Bagaimana kalau seandainya kita sedang mentashrif fi'il mahmuz, ustadz? Mentashrif fi'il mahmuz itu biasa, tidak ada perbedaan. Bareng2 ayo....
amala
amalaa
amaluu
amalat
amalataa
amalna

amalta
amaltumaa
amaltum
amalti
amaltumaa
amaltunna

amaltu
amalnaa

mahmuz 'ain sekarang, sa-ala
sa-ala
sa-alaa
sa-aluu
.....

mahmuz lam sekarang, qoro-a
qoro-a
qoro-aa
qoro-uu
......

Jadi mahmuz dianggap normal, mahmuz sama persis dengan salim, jadi tidak perlu ada yang dijadikan sebagai titik tekan, dipandang, difokuskan begitu (ooo... ini berbeda). Tidak sama seperti mudho'af. Kalau mudho'af tadi kan ada warning, ada peringatan, ati2 ketika kita bertemu dengan dhomir rofa' mutaharrik. Mahmuz gak ada, 
apakah itu mahmuz fa, 
apakah itu mahmuz 'ain, 
apakah itu mahmuz lam

Cara mentashrif lughowi, itu sama persis dengan yang salim. Sehingga... dianggap bisa. Oleh sebab itu disini saya tulis, normal seperti biasa. Bagaimana kalau yang kita tashrif lughowi kok bina' mitsal?

Tahsrif lughowi bina Mitsal
Juga normal seperti biasa, ayoo sama2... bareng2, 
wa'ada
wa'adaa
wa'aduu
.....

Jadi koyok mentashrif dhoroba, koyok mentashrif nashoro, koyok mentashrif fa'ala. Gak onok perbedaan nduk kono. Tidak ada perbedaan, yasaro sekarang
yasaro
yasaroo
yasaruu
....
Tidak ada perbedaan disitu, oleh sebab itu kita anggap disini, normal seperti biasa. Jadi dari salim mudho'af mahmuz mitsal itu yang perlu ada perhatian khusus adalah mudho'af. Kenapa? karena mudho'af ini ada yang nyeleneh. Ada yang berbeda, awalnya diidghomkan, ketika bertemu dengan dhomir rofa' mutaharrik, tidak boleh ada pengidghoman. Itu penting untuk diperhatikan. Cara ngajar, ngono sampeyan, sehingga ketika sampeyan mau mentashrif lughowi itu, nanti sik takok disek, iki kira2 bina'nya apa? oo... bina' shohih salim ini normal seperti biasa. Oooo... mudho'af, harus hati2 ya, ketika bertemu dengan dhomir rofa' mutaharrik. Ooo.. mahmuz, normal seperti biasa, tidak ada yang aneh, tidak ada yang berbeda. Ooo.. ini adalah mitsal, ooo ini normal seperti biasa, tidak ada yang aneh, tidak ada yang berbeda. Bagaimana kalau ajwaf??


Tashrif Lughofi fi'il ajwaf

Ajwaf ada yang berbeda, perbedaanya dimana ustadz? dengan yang salim, dengan yang mahmuz, dengan yang mitsal? perbedaanya itu ketika bertemu dengan dhomir rofa' mutaharrik. Ketika bertemu dengan dhomir rofa' mutaharrik itu harus dibedakan, ada yang berbentuk mujarrod, ada yang berbentuk mazid. Permasalahanya terletak pada bagian mana ustadz? Permasalahanya terletak pada fa' fi'il. Kita contohkan misalnya...

صام
خاف
باع

bareng2, 
shoma
shomaa
shomuu
...
khofa
khofaa
khofuu
....

baa'a
baa'aa
baa'uu
....

Shoma, khofa, baa'a itu termasuk dalam kategori yang mujarrod. Karena terdiri dari tiga unsur, yaitu fa 'ain dan lam fi'il saja, tidak ada tambahan huruf ziyadah. Ini mewakili wazan, kalau 

صام - yashumu, mengikuti wazan yaf'ulu
خاف - yakhofu, mengikuti wazan yaf'alu
باع - yabi'u, mengikuti wazan yaf'ilu

Ternyata ketika bertemu dengan dhomir rofa' mutaharrik, fi'il ajwaf yang mujarrod itu, permasalahanya terletak pada fa fi'il, apakah fa fi'ilnya itu didhommah atau dikasroh. Ketika kita sedang mentashrif fi'il ajwaf, ketika bertemu dengan dhomir rofa' mutaharrik, fi'il ajwaf yang mujarrod, ada masalah disitu, masalahnya apa? terletak pada fa fi'ilnya, 
Apakah fa fi'ilnya 
  • harus didhommah, 
  • apakah harus dikasroh
shoma - ya shumu, ternyata setelah bertemu dengan dhomir rofa' mutaharrik, fa fi'ilnya untuk tashrif lughowi fi'il madhinya adalah shumna.... (fa fi'ilnya didhommah) berupa shod
khofa - yakhofu, ternyata fa fi'ilnya berupa fa, dikasroh (setelah bertemu dhomir rofa' mutaharrik)
baa-'a - yabi'u, ternyata fa fi'ilnya berupa ba dikasroh (setelah bertemu dhomir rofa' mutaharrik)

Diperhatikan,,, saya tegaskan ulang ya. Kalau seandainya sampeyan sedang mentashrif lughowi fi'il ajwaf, khususnya yang mujarrod. Ketika sampeyan bertemu dengan dhomir rofa' mutaharrik, hati2 sampeyan. Kadang2 fa fi'ilnya itu didhommah, kadang2 fa' fi'ilnya itu dikasroh. Misalnya seperti lafadz... 

نال - ini memungkinkan dibaca nilna (dikasroh), memungkunkan untuk dibaca nulna (didhommah). Ini diwoco nilna opo nulna ini? sama2 kena nya... karena kebetulan gak ada harokatnya yang kita baca. 

Bagaimana cara menyelesaikan? 
yang namanya fa fi'il itu, 
  • harus didhommah ketika mengikut wazan yaf'ulu
  • harus dikasroh ketika mengikuti wazan yaf'alu atau yaf'ilu
Ini caranya, cara menyelesaikanya. Jadi kalau seandainya fi'il ajwaf yang mujarrod itu apabila kita tashrif dengan tashrifan lughowi, bertemu dengan dhomir rofa' mutaharrik, 
fa fi'ilnya itu harus didhommah, ketika mengikuti wazan yaf'ulu, dan harus dikasroh ketika mengikuti wazan yaf'alu atau yaf'ilu. Jadi gampang ini, kalau seandainya misalnya 

naala - yanaalu, karena yanaalu nanti dikasroh. yanaalu - ikut wazan yaf'alu. Ayo naala, bareng2...

naala
naalaa
naaluu
.....

sekarang qoma misalnya,
qoma - yaqumu, karena yaqumu mengikuti wazan yaf'ulu. Karena yaf'ulu harus dhommah. 

qoma
qomaa
qomuu
....

misalnya apa lagi? 
baala, itu apa rek? baala -yabulu... berarti didhommah, karena mengikuti wazan yaf'ulu.

Begitu selanjutnya.

Jadi kalau sampeyan kepingin mentashrif fi'il ajwaf, itu menjadi bermasalah kalau bertemu fi'il rofa' mutaharrik. Masalahnya kalau mujarrod, terletak pada fa fi'ilnya itu apakah harus didhommah, atau dikasroh. Kapan didhommah? kalau seandainya wazan fi'il mudhore' mengikuti wazan yaf'ulu, kapan dikasroh? kalau seandainya wazan fi'il mudhore'nya mengikuti wazan yaf'ilu atau yaf'alu. Dan itu bisa diterapkan juga, sampeyan tingkat akurasinya tinggi itu. Caranya begitu tapi.. gak oleh ngawur. Karena kebetulan yang kita baca itu gak ada harokatnya. 

misalnya, ketemu kata2 begini

نلن
ini memungkinkan dibaca nilna, memungkinkan dibaca nulna. Kapan harus dibaca nulna, kapan harus dibaca nilna, itu ternyata ada caranya. Itu seperti itu kalau seandainya mujarrod. Kalau mazid bagaimana? kalau mazid kita menerapkan iltiqous sakinaini. Jadi langsung ditabrak wes,, langsung ditabrak. 

aqooma
aqoomaa
aqoomuu
aqoomat
aqoomataa
aqomna
.....

Jadi persis ini. Jadi langsung ditabrak, karena bertemunya dua sukun. Paham maksudnya? langsung ditabrak? tidak ada perubahan harokat, seperti mujarrod tadi. Bareng....
aqooma
aqoomaa
aqoomuu
....
istaqooma
istaqoomaa
istaqoomuu
....


Jadi saya ulangi lagi, ketika sampeyan mentashrif lughowi fi'il ajwaf, masalahnya terletak pada dhomir rofa' mutaharrik. Untuk yang mujarrod terletak pada fa fi'il, apakah harus didhommah atau dikasroh. Kapan didhommah, ketika mengikuti wazan yaf'ulu, kapan dikasroh ketika mengikuti wazan yaf'ilu atau yaf'alu. Bagaimana kalau seandainya kalau fi'il ajwafnya itu mazid? Fi'il ajwaf apabila mazid, itu juga terletak pada dhomir rofa' mutaharrik. Itu menggunakan konsep iltiqous saakinaini. 

Selanjutnya bagaimana? kalau yang kita tashrif itu adalah fi'il naqish?

Tashrif lughowi fi'il naqish
Ini agak panjang masalahnya ini, tapi ini harus dijelaskan, kepada muridnya sampeyan. Sehingga muridnya sampeyan itu besuk tidak ngawur. Woo saya sedang mentashrif fi'il naqish ini, Karena yang saya tashrif itu fi'il naqish, maka saya 
  • harus hati2 ketika bertemu dengan alif tatsniyah, 
  • harus berhati2 ketika bertemu dengan wawu jama', 
  • harus hati2 ketika bertemu dengan dhomir rofa' mutaharrik. 
romaa
romayaa
(ya muncul)

da'aa
da'awaa
(wawu muncul)

berarti apa? 
Ketika bertemu dengan alif tatsniyah, alif itu nantinya akan ada perubahan, dikembalikan kepada bentuk asal. Kita tahu dengan pendekatan i'lal

إِذَا تَحَرَّكَتِ الْوَاوُ وَاْليَاءُ بَعْدَ فَتْحَةٍ مُتَّصِلَةٍ فىِ كِلْمَتَيْهِمَا اُبْدِلَتَا أَلِفًا
idza taharrokatil wawu wal ya-u ba'da fathatin muttashilatin fi kilmataihimaa ubdilata alifan. 

Roma itu asalnya adalah romaya
Alif itu yang awalnya adalah wawu atau ya, ketika bertemu dengan alif tatsniyah, alif ini harus dikembalikan kepada bentuk asalnya lagi. Dikembalikan kepada wawu, atau dikembalikan kepada ya. 

Saya ulangi lagi, dalam fi'il naqish huruf terakhirnya kan alif. Alif itu asalnya wawu atau ya. Ketika bertemu dengan alif tatsniyah, alif itu tidak boleh dipertahankan. Alif itu harus dikembalikan kepada bentuk asalnya, bisa jadi berupa wawu, bisa jadi berupa ya. Bagaimana untuk menentukan, asalnya alif ini wawu? asalnya alif ini ya? Bagaimana cara menentukan itu? cara menentukan dengan cara.
yang pertama memungkinkan dengan melihat bentuk tulisanya. Kalau tulisanya tegak itu adalah wawu. Kalau tulisanya bengkok pakai alif layyinah seperti ini, adalah ya. Oleh sebab itu kalau tulisanya tegak seperti ini, sejak awal itu bisa ditebak. 
Romaa
romayaa

kenapa kok romaya? kenapa kok ya yang muncul? karena asalnya adalah ya. Kok tahu kalau asalnya ya? karena romaa itu huruf pakai alif layyinah. Jadi menggunakan pendekatan itu juga bisa. Untuk menentukan apakah alif itu harus dikembalikan kepada wawu, atau ya. Salah satunya adalah melihat tulisanya, kalau tulisanya tegak lurus seperti ini maka asalnya adalah wawu, kalau seandainya tulisanya adalah bengkok, maka disitu asalnya adalah ya. 
Misalnya ini
أعطى 
أعطيا

kenapa kok akthoyaa? nah ini tulisanya ini. Dengan cara pendekatan seperti itu juga akurat sebenarnya. Tapi pendekatan yang resmi itu adalah dengan melihat bentuk mashdarnya. Itu pendekatan yang resmi. Karena da'aa kalau seandainya ditashrif itu yang muncul adalah wawu. 
Da'aa - yad'u - da'watan
yang muncul adalah wawu.

Romaa - yarmii - rimaayatan wa romyan.
yang muncul adalah ya, karena ketika kita tashrif dengan tashrifan istilahi itu yang muncul adalah ya, maka ketika bertemu dengan alif tatsniyah, alif itu harus dikembalikan kepada bentuk dimana huruf mashdar itu muncul. Ketika da'a - yad'u - da'watan (yang muncul adalah wawu) bertemu dengan alif tatsniyah, maka alif itu harus dikembalikan kepada bentuk wawu.

Selanjutnya adalah (yang perlu diperhatikan) ketika bertemu dengan wawu jama'ah. Apa masalahnya ketika bertemu dengan wawu jama'ah?  ketika bertemu dengan wawu jama'ah ini kira2 'ain fi'ilnya ini harus diharokati fathah, atau diharokati dhommah?
romaa
romayaa
romauu
....

da'aa 
da'awaa
da'auu
....

kapan harus fathah? 

robiya
robiyaa
robuuu
....

ojok rabiyoo...
Jadi ketika bertemu dengan wawu jama' itu? masalahnya adalah kira2 'ain fi'ilnya?  Saya ulangi lagi, ketika bertemu degnan wawu jama' yang namanya bina naqish ini, kira2 'ain fi'ilnya itu apakah harus difathah? atau didhommah? Kenapa kok ngomong 'ain fi'il? karena lam fi'ilnya sudah gak ada disitu, sudah dibuang. Karena sama2 huruf wawu sama huruf 'illat itu gak bisa ngumpul. Kapan harus didhommah? kapan harus difathah? 
didhommah itu apabila harokat 'ain fi'il itu bukan fathah. 
kalau seandainya fathah, tetep difathah. Kalau seandainya 'ain fi'ilnya fathah, ya tetep difathah. Inilah yang sering pernah dapat dari dosen saya, yang namanya harokat fathah itu adalah harokat sakti. Tidak bisa ditunjukkan oleh wawu jama'. Biasane wawu jama' itu gampang mekso, sing jenenge kalimah (huruf) yang ditempelinya itu untuk dibaca dhommah. Tapi kalau huruf yang ditempelinya adalah berharokat fathah, dalam konteks fi'il naqish lho ini, maka tetep fathah. Oleh sebab itu, kalau seandainya sampeyan tashrifan itu
sholla
shollayaa
shollau
...
kalau sholli bagaimana?
Allohumma sholli?
kalau seandainya yang ditashrif itu merupakan fi'il amar bagaimana? Karena fi'il amr jelas kasroh disini, maka ketika bertemu dengan wawu jama' akan menjadi dhommah. 

sholli
sholliyaa
sholluu
....

sholluu kama roaitumunii usholli
itu mesti amr itu, karena kalau seandainya madhi, bacanya shollau. Apa namanya? ketentuanya seperti itu. 
sholli sholliyaa sholluu (fi'il amr). Kalau sholli sholluu karena kasroh. 
sholla shollayaa shollau (fi'il madhi). Kalau sholla shollau karena fathah. 


Kalau bertemu dengan dhomir rofa' mutaharrik bagaimana? 
sama ketika bertemu dengan alif tatsniyah tadi, dimunculkan ulang, tapi dengan harokat sukun. 

romaa
romayaa
romau
romat
romataa
romaina


sholla
shollayaa (ya ya...)
shollau'
shollat
shollataa
shollaina (ya lagi)
.....


Bagaimana kalau bina lafif ?


Tashrif Lughowi bina lafif
Tashrif Lughowi bina lafif itu sama seperti bina naqish, karena yang namanya lafif ini bisa jadi gabungan antara mitsal dan naqish, atau ajwaf dan naqish. Sehingga mesti ono unsur naqish. 


Jadi cara mentashrif lughowi itu begitu caranya, menurut saya. Saya ulangi lagi kesimpulanya

berpijak pada pembagian fi'il shohih dan mu'tal 
semua bina harus mewakili
menjadikan fi'il shohih salim sebagai standar
melihat perbedaan dengan bina lain dengan cara membandingkan pada bina lain, dengan cara  membandingkanya dengan fi'il shohih salim. 
Woo ati2 yo, ketika mudho'af, ati2 ketika bertemu dengan dhomir rofa' mutaharrik, karena disitu tidak ada pengidghoman. Woo ati2 lho yo, ketika mentashrif fi'il ajwaf, ketika bertemu dengan dhomir rofa' mutaharrik, ati2. Dalam konteks mujarrod, fa fi'ilnya diperhatikan yo, karena kadang2 didhommah, kadang2 dikasroh. Kapan didhommah? kalau mengikuti wazan yaf'ulu, kapan dikasroh? kalau mengikuti wazan yaf'alu atau yaf'ilu. Kalau mazid bagaimana? terjadi iltiqous sakinaini, langsung ditabrak mawon pun. Kalau naqish bagaimana? hati2 ketika bertemu dengan alif tatsniyah, ati2 ketika bertemu wawu jama', ati2 ketika bertemu dhomir rofa' mutaharrik. Pada waktu bertemu dengan alif tatsniyah bagaimana? huruf yang diganti dengan alif itu, harus dikembalikan kepada asalnya. Ketika wawu jama' bagaimana? 'ain fi'il iku lho rek, 'ain fi'ile iku lho, bisa jadi difathah, bisa jadi didhommah. Itu semacam itu. Kalau bertemu dengan dhomir rofa' mutaharrik yo opo? dikembalikan kepada asal juga,  bisa jadi yang dijadikan sebagai pegangan dalam konteks ketika bertemu dengan alif tatsniyah 
Begitu ya.. jadi secara umum, cara mentashrif fi'il lughowi, itu seperti itu. 

wallohu a'lam bishowab
alfatihah






 



Comments