Skip to main content

KH. Abdul Haris Jember | Pembelajaran Nahwu Shorof 41 | Istitsnaa

 

Bismillahirrohmanirrohim

Assalamu’alaikum warohmatullohi wa barokatuh

Bismillah
Alhamdulillah


Washsholatu wassalamu ‘ala Rosulillah sayyidinaa Muhammadin wa’ala alihi wa shohbihi wa man wa laahu.

Robbisy rohlii shodri, wa yassirly amri, wahlul uqdatan min lisaani, yafqohuu qouli..



Amma ba’du


Pada kesempatan malam hari ini kita akan melanjutkan kajian kita tentang ilmu nahwu yang dalam kesempatan malam hari ini kita sampai pada 

bab istitsnaa

الإستثناء

Perkecualian, Sebagaimana yang sering saya katakan, bahwa ketika kita membahas tentang
bab ilmu nahwu, maka kita harus tahu terlebih dahulu istilah2 yang ada disitu. Kalau seandainya kita ngomong dalam bab istitsnaa, maka banyak istilah yang harus dikuasai oleh kita semuanya.  Saya contohkan, contohnya istitsna itu

جاء القوم إلا محمدا

  • Al Qoumu disini disebut sebagai mustatsnaa minhu
  • Illa disini disebut sebagai adatul istitsnaa
  • Sementara Muhammadun disini disebut sebagai mustatsnaa


Jadi dalam bab istitsnaa itu sampeyan pasti berkenalan dengan apa itu mustatsna minhu apa itu adatul istitsnaa apa itu mustatsnaa. Memang kalau kita ngomong dalam konteks mansubatul asmaa (isim2 yang harus dibaca nashob) yang masuk itu adalah mustatsnaa. 

جاء القوم إلا محمدا

ja-a telah datang, 
siapa? 
Al Qoumu (qoum)
illa muhammadan (kecuali Muhammad)

Kalau seandainya diurai dalam bab istisnaa. Al Qoumu disebut sebagai mustatsna minhu (dikecualikan darinya). Kelompok dimana mustatsnaa itu dikecualikan darinya. Jadi kalau kita lihat, sebenarnya muhammad itu bagian dari kaum. Saya ulangi, Muhammad sebagai  mustatsnaa itu sebenarnya bagian dari mustatsna minhu, asal dari mustatsna itu ya mustatsnaa minhu.  Meskipun secara hukum, dia berbeda. Meskipun Muhammad bagian dari AL Qoumu, tapi hukumnya beda. Untuk Al Qoumu dihukumi kedatanganya, untuk Muhammad dihukumi tidak datang. Itu Namanya perkecualian. 


Kenapa? 
Ya ternyata Muhammad bagian dari Kaum, ya secara hukum beda. Kalau al Qoumu itu dihukumi datang, 
sedangkan Muhammad tidak datang
Jaa (telah datang)
siapa? 
Al Qoumu (Kaum)
illa muhammadan (kecuali Muhammad)


Jadi mustatsna minhu itu adalah kelompok, dimana mustatsna dikecualikan darinya Kelompok besarnya itu adalah mustatsna minhu, kalau yang dikecualikan itu yang jatuh setelah mustatsna minhu ini namanya mustatsnaa.. yang dikecualikan, secara hukum.  Dikecualikan secara Hukum, kalau statusnya dia tetep, bagian dari kaum.  Dia bagian dari Al Qoumu, tapi secara hukum dia beda. Kalau Al Qoumu itu dihukumi datang kalau muhammad dihukumi tidak datang. 

Saya ulangi lagi..

Dalam bab istisna itu sampeyan pasti berkenalan dengan tiga istilah ada yang disebut sebagai mustatsna minhu (kelompok besarnya) ada yang disebut sebagai adatul istitsnaa (alat untuk mengecualikan) ada yang disebut sebagai mustatsnaa (yang dikecualikan secara hukum) Jadi meskipun hukumnya beda, muhammadan ini masuk dalam kelompok al qoumu. Bahwa yang dikecualikan itu masalah hukum saja, Muhammad itu sebenarnya bagian dari AL Qoumu tapi hukumnya beda. Kalau Al Qoumu dihukumi datang, kalau Muhammad tidak. Jadi pengecualianya itu secara hukum, tapi Muhammad itu bagian dari Al Qoum. Mustatsnaa itu merupakan bagian dari mustatsna minhu. Yang menjadi bermasalah dalam konteks istitsnaa itu, dalam konteks mustatsnaa itu, ISIM yang dibaca nashob, yang jatuh setelah adatul istitsnaa. Kalau yang jatuh sebelumnya itu namanya mustatsnaa minhu. 

جاء القوم إلا محمدا

Bagaimana cara kita membaca isim yang jatuh setelah adatul istitsnaa.. dalam konteks kalimat contoh tadi adalah illa.. Maka penting untuk diketahui klasifikasi dari kalam. Inilah yang akan mempengaruhi. Kalam secara umum ada pembagian menjadi dua. 

  • kalam Taam (sempurna)
  • kalam Naaqish (lawanya kalam taam)

Nanti kombinasi dari ini semua berdampak pada isim yang jatuh setelah adatul istitsnaa (mustatsnaa). Kalam juga dibagi menjadi 

  • Kalam Mujab (+) tidak didahului oleh Nafi
  • Kalam Manfi (-) didahului oleh Nafi



Kalam Taam secara umum adalah kalam yang mustatsnaa dan mustatsnaa minhu nya secara keseluruhan disebutkan. 

Kalam Naaqish adalah kalam yang disebutkan hanya mustatsnaa nya saja. Sedangkan mustatsnaa minhunya tidak disebutkan. 

Jadi kalau contoh ini, 
جاء القوم إلا محمدا
ini adalah contoh yang kalam taam. 

Sedangkan kalau contoh ini
ٌما جاء إلا محمد
ini adalah contoh kalam naaqish

Kaalam Mujab (+) tidak didahului oleh Nafi. 
جاء القوم إلا محمدا
sehingga ini termasuk kalam mujab. tidak didahului oleh Nafi. 

Kalam Manfi (-) didahului oleh Nafi
ما جاء القوم إلا محمدا 

Definisi kalam inilah yang kita jadikan dasar untuk menghukumi bagaimana cara kita membaca kalimah isim yang jatuh setelah adatul istitsnaa. Dua istilah kalam ini yang harus kita jadikan sebagai pegangan. Maksudnya gimana ustadz? 


TAAM dan MUJAB
kalau seandainya yang kita temui adalah kalam taam yang mujab, maksudnya adalah kalam yang baik mustatsnaa dan mustatsnaa minhu nya disebutkan, serta tidak didahului oleh Nafi. ini nanti hukumnya adalah manshubun alal istitsnaa
منصوب على الإستثناء

Jadi kalau seandainya kalamnya adalah kalam Taam yang Mujab, maka 
جاء القوم إلا محمدا
tidak bisa yang lain ini, harus dibaca muhammadan (dibaca nashob). Maka dia dibaca nashob, karena dia istisnaa. kenapa? karena kategorinya kalam nya ini. 


TAAM dan MANFI
Kalau seandainya kalamnya Taam tapi manfi, maka dia boleh 
manshubun alal istitsnaai atau 
dia dianggap sebagai badal. 
ما جاء القوم إلا محمدا 
atau bisa jadi badal dari al Qoumu yaitu
ما جاء القوم إلا محمدٌ 
Dua2nya boleh, yaitu dibaca illa muhammadan atau illa muhammadun juga boleh. 

Jadi kalam ini sangat menentukan, apakah ini termasuk kalam tam yang mujab, ataukah kalam taam yang manfi. Kalau taam mujab, maka kemungkinanya cuma satu manshubun alal istitsnaai. Jadi kalam itu sangat mempengaruhi dalam konteks istitsnaa, sangat mempengaruhi. 


NAAQISH
Disesuaikan dengan tuntutan 'amil (ala hasabil 'awamili)
على حسب العوامل 


ٌما جاء إلا محمد

karena jaa-a sebagai amil, belum ada ma'mulnya. Maka yang jatuh setelah illa ini yang dijadikan fa'il dari Illa. Kalau amilnya menuntut fa'il, maka yang jatuh setelah illa disebut fa'il. 

Kalau fi'il muta'addi misalnya..

ما ضربت إلا محمدا

Maa dhorobtu, illa muhammadan
maa dhorobtu (ora mukul, sopo? insun)
illa (kejobo) ing
muhammadan (muhammad)

Dibaca nashobnya bukan karena istitsnaa ini. Ini kan kalamnya kalam naqish, kalau kalamnya kalam naqish maka ala hasabil awaamili. Sesuai dengan tuntutan amil. Dhorobtu adalah fi'il muta'addi, butuh yang namanya maf'ul bih. Belum diberi maf'ul bih sampai setelah illa. Belum diberi maf'ul bih, disini belum ada maf'ul bihnya ini. Maka dia dibaca muhammadan bukan karena dia mustatsnaa, bukan... akan tetapi karena menjadi maf'ul bih. Kenapa? tuntutan 'amil dhoroba sebagai fi'il muta'addi, itu belum dipenuhi. 

Jadi penting untuk diperhatikan bahwa istitsnaa itu adalah perkecualian. Dalam istitsnaa itu sampeyan akan bertemu dengan istilah2, minimal tiga itu. Ada yang disebut sebagai mustatsnaa minhu, yang jatuh sebelum adatul istitsnaa. Ada yang disebut sebagai adatul istitsnaa, dalam hal ini adalah illa.  Perlu saya tegaskan, bahwa adatul istitsna itu tidak hanya illa. Adatul istitsnaa itu ada yang berkategori huruf, ada yang berkategori isim, ada yang berkategori fi'il. Nah itu nanti bisa dibaca di Buku Teori dasar Nahwu Shorof Tingkat Lanjut, disitu sudah lengkap. Akan tetapi yang penting untuk ditegaskan, apa hukumnya yang jatuh setelah illa itu? bagaimana itu caranya? itu harus mengetahui pembagian kalam.

Variasi pembagian kalam itulah yang pada akhirnya menentukan, kira2 yang jatuh setelah illa itu dibaca apa? Alternatifnya ada tiga.

Ada yang wajib dibaca nashob karena mustatsnaa (manshubun alal istitsnaa-i)
Ada yang memungkinkan untuk dijadikan sebagai badal, 
Ada yang memungkinkan untuk ala hasabil 'awamil

Kapan wajib dibaca nashob? apabila kalamnya Taam Mujab. Apa taam itu? taam itu maksudnya sempurna. Baik mustatsnaa minhu, maupun mustatsnaanya secara keseluruhan ada, dan disebutkan di dalam teks itu. Kalau kalam naqish apa? Kalau kalam naqish itu adalah kalaam yang disebutkan hanyalah mustatsnaanya saja, mustatsnaa minhunya tidak disebutkan. Ada kalam Muujab, mujab itu apa? positif, tidak didahului oleh Nafi. Kalau kalam Manfi? negatif, didahului oleh nafi. Dari itu kemudian variasinya kita temukan, ketika kalamnya kalam taam mujab, maka WAJIB dibaca manshubun alal istitsnaa-i. Ketika kalamnya Taam dan Manfii, maka dia boleh dua (pilihan) boleh dibaca nashob karena mustatsnaa, atau bisa dianggap sebagai badal. 

ما جاء القوم إلا محمدا  - dibaca nashob, karena istitsnaa
ما جاء القوم إلا محمدٌ  - dibaca rofa' karena badal dari al qoumu

Bagaimana kalau kalamnya kalam naqish? kalau kalamnya kalam naqish, adalah ala hasabil awamili. Sesuai dengan tuntutan 'amil. 

ٌما جاء إلا محمد
ما ضربت إلا محمدا

yang jatuh setelah illa dalam konteks fi'il naqish, itu BUKAN menjadi mustatsna, tetapi disesuaikan dengan tuntutan 'amil. Mungkin itu yang bisa saya sampaikan, kurang lebihnya mohon maaf, wa billahittaufiq wal hidayah, wassalamu'alaikum warohmatullohi wa barokatuh.  




Comments