Skip to main content

KH. Abdul Haris Jember | Pembelajaran Nahwu Shorof 12 | Jumlah Ismiyah

 

Bismillahirrohmanirrohim

Assalamu’alaikum warohmatullohi wa barokatuh

Bismillah
Alhamdulillah


Washsholatu wassalamu ‘ala Rosulillah sayyidinaa Muhammadin wa’ala alihi wa shohbihi wa man wa laahu.

Robbisy rohlii shodri, wa yassirly amri, wahlul uqdatan min lisaani, yafqohuu qouli..



Amma ba’du

Pada kesempatan pagi hari ini, kita akan melanjutkan kajian rutin kita, setiap hari jum'at. Biasanya ini dilaksanakan setelah sholat jum'at, akan tetapi karena nanti ada acara yang tidak memungkinkan untuk melaksanakan kajian rutin ba'da sholat jum'at, maka pelaksanaanya dimajukan pada pagi hari ini. Kita akan melanjutkan tentang penjelasan problematika pembelajaran kitab kuning. Yang ini sudah masuk pada episode keduabelas. Selalu saya tegaskan, bahwa yang namanya membaca kitab itu tidak selalu dihadapi oleh lembaga pendidikan formal, akan tetapi juga dihadapi anak pesantren. Oleh sebab itu kajian2 yang kita laksanakan setiap jum'at ini salah satunya untuk memberikan masukan kepada mereka yang merasa kesulitan untuk bisa menyelesaikan permasalahanya itu, salah satunya dengan alternatif metode yang kita tawarkan. 

Khobar
Kita yang kemarin sudah masuk pada pembahasan khobar. Khobar itu substansinya adalah mutimmul faidah. Penyempurna faidah, kalau seandainya diberi kata2 
  • adalah dalam bahasa Indonesia
  • iku dalam bahasa jawa
  • panekah dalam bahasa madura
itu pantes, itu bisa difahami. Kenapa ini kok perlu ditegaskan, karena hampir semuanya itu bisa menjadi khobar. Khobar bisa terbuat dari
  • Jar majrur
  • Dzorof 
  • Jumlah Ismiyah
  • Jumlah Fi'liyah 
  • Isim biasa yang kemudian kita sebut sebagai mufrod itu ada juga

Sehingga hampir semuanya bisa kita tentukan sebagai khobar. Karena demikian yang penting adalah ciri khas dari khobar itu yang harus kita pegang. Kemarin sudah kita tegaskan bahwa yang substansi dari khobar itu adalah mutimmul faidah (penyempurna faidah). Kalau seandainya diberi kata2
  • adalah dalam bahasa Indonesia
  • iku dalam bahasa jawa
  • panekah dalam bahasa madura
itu cocok. Jadi seperti itu kemarin. Gabungan dari Mubtada dan Khobar ini, itulah yang kita sebut sebagai jumlah ismiyah. Mubtada itu adalah setiap isim ma'rifat, bisa jadi itu adalah berupa
  • isim dhomir
  • isim maushul
  • isim alam
  • isim + AL
  • Al Mudhof ilal ma'rifah. 
Kalau seandainya itu semuanya yang termasuk dalam kategori isim ma'rifah itu ada di awal kalimat, di awal jumlah. Setiap mubtada itu butuh kelengkapan, kelengkapanya itu butuh khobar, sebagaimana yang tadi kita tegaskan. Gabungan antara mubtada khobar itu lah yang kita sebut sebagai JUMLAH ISMIYAH. Jumlah ismiyah itu memang wajarnya terdiri dari mubtada dulu, baru khobar. Karena mubtada itu berasal dari ibtada-a, artine permulaan. Jadi kalau misalkan disebutkan terlebih dahulu, itu wajar. Mubtada, ada khobar. Dalam tataran selanjutnya, jumlah ismiyah ini ada yang susunanya dibalik. Khobar yang awalnya di akhir, itu diawalkan, Mubtada yang awalnya di akhir, itu diawalkan. Inilah yang kemudian disebut sebagai? khobar yang muqoddam, dan mubtada yang muakhkhor. Jadi susunan jumlah isimiyah itu ada yang berupa langsung susunan WAJAR, Mubtada - Khobar. Ada yang susuanya itu Khobar Muqoddam, Mubtada Muakhor. 

Contohnya:

أمام المدرسة الاستاذ
Karena wajarnya susunan adalah Mubtada dulu, baru khobar, ketika didahulukan maka namanya adalah khobar muqoddam, ini adalah istilah arab, kalau seandainya diterjemahkan adalah khobar yang didahulukan. Mubtada karena awalnya itu ada di awal, tapi ini kenyataanya di akhirkan, maka ini disebut sebagai Mubtada muakhor. 

Jadi susunan wajar jumlah ismiyah itu adalah mubtada khobar, akan tetapi dalam tataran selanjutnya, memungkinkan susunan jumlah ismiyah itu berubah atau berbalik, khobar terlebih dahulu disebutkan (khobar muqoddam), kemudia mubtada disebutkan di akhir (mubtada muakhor). Bagaimana Ustadz, untuk menandai, ada susunan jumlah ismiyah, apakah ini disebut sebagai Mubtada ataukah ini disebut sebagai Khobar? susunan wajar atau dianggap sebagai khobar muqoddam dan mubtada muakhor. 

Mana yang lebih Ma'rifat? 
Pokoknya sampeyan itu kudu mengetahui bahwa persyaaratan dari sebuah mubtada adalah ma'rifat. Jadi kalau seandainya sampeyan itu ketemu dengan susunan yang wajar sebenarnya akan tetapi setelah diperbandingkan justru yang kedua yang lebih ma'rifat, yang pertama bahkan bukan isim ma'rifat, maka yang kedua itulah yang harus ditentukan sebagai mubtada. Contohnya:

من ربك

Ini kemudian cara bacanya, 
man (utawi sopo?)
robbuka (iku Pengeran siro)
seperti itu, ataukah cara bacanya

man (iku sopo?)
robbuka (utawi Pengerane siro?)
Sementara robbuka kalau seandainya kita lihat, Robbun itu adalah mudhof, Ka ini adalah mudhof ilaih. Ini adalah Al Mudhof ilal ma'rifat, 
Al Mudhof ilal ma'rifat iku ma'rifatun. Kalau seandainya diperbandingkan mana diantara keduanya itu? Bahkan yang namanya man itu bukan masuk dalam kategori isim ma'rifat. Ini isim istifham, isim ma'rifat sudah ada ketentuan, sebagaimana yang sudah sampeyan hafal. Ternyata setelah diperbandingkan, antara keduanya ini yang lebih ma'rifat adalah robbuka. Karena demikian, jangan menjadikan man sebagai mubtada.  Ini kliru, yang dijadikan sebagai mubtada ini adalah Robbuka, kenapa? karena yang lebih ma'rifat diantara keduanya ini adalah Robbuka. Inilah kenapa? saya menggunakan konsep itu ainal a'rof? mana yang lebih ma'rifat diantara keduanya? 

ما اسمك
Maa (iku opo? )
Ismuka (utawi jenenge siro)
Karena ini sama dengan yang tadi, mesti begitu. Jadi penting untuk diperhatikan itu, susunan jumlah isimiyah itu pada awalnya,  Mubtada - Khobar. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya, dibalik penyebutanya Khobar Muqoddam - Mubtada Muakhor. Bagaimana lagi kira2 ustadz? yang umum terjadi susunan Khobar Muqoddam dan Mubtada Muakhor itu? Yang umum terjadi kalau seandainya kita temukan jar majrur atau dzoroh. 


Jar Majrur / Dzorof
Pokoknya adalah kalau seandainya sampeyan menemukan jar majrur atau dzorof di awal kalimat, sampeyan harus curiga bahwa itu sebagai khobar muqoddam. Apalagi kemudian, yang jatuh sesudahnya itu ada yang pantes untuk kita tentukan sebagai Mubtada - Muakhor. Maka Jar Majrur atau dzorof itu kita pastikan sebagai Khobar Muqoddam. Yang pantes itu apa biasanya? 
  • Isim Nakiroh
  • Maushul Musytarok
  • Mashdar Muawwal
Kalau seandainya sampeyan menemukan jar majrur atau dzorof, kok kemudian setelahnya berbentuk isim nakiroh? Isim yang selanjutnya itu adalah berupa isim nakiroh, isim yang selanjutnya itu berupa maushul musyatarok, isim yang selanjutnya itu berupa mashdar muawwal. Maka bisa dipastikan jar majrur atau dzorof yang ada di awal kalimat itu adalah Khobar Muqoddam, 
  • isim Nakiroh 
  • Maushul Musytarok
  • Mashdar Muawwal
yang jatuh sesudahnya kita tentukan sebagai mubtada muakhor. 

Isim Nakiroh

في الدار رجل

Jadi kaidahnya seperti tadi itu, pokoknya ada jar majrur atau dzorof, yang jatuh sesudahnya itu adalah berupa 
  • isim Nakiroh - rojulun sebagai isim nakiroh
  • Maushul Musytarok
  • Mashdar Muawwal
Maka Jar majrur itu ditentukan sebagai Khobar Muqoddam, sedangkan ketiga kategori di atas ditentukan sebagai Mubtada Muakhor. Sehingga cara bacanya, 
Fid daari rojulun
Fiddari (Iku tetep ing ndalem omah)
Rojulun (Utawi wong lanang)



Mausuhl Musytarok

ومن الناس من يقول آمنا بالله وباليوم الآخر وما هم بمؤمنين

Minan naasi ini adalah berupa jarun wa majrurun, ternyata setelah jar majrur itu kita temukan kata2 man, yang termasuk dalam kategori maushul musytarok. Karena demikian, man ini bisa dipastikan sebagai Mubtada Muakhor. 
wa minan naasi (lan iku setengah saking menungso)
man (utawi wong) 
yaquulu (kang ngucap, sopo? man)

Jadi sampeyan ini strategi2 seperti ini itu sudah masuk pada strategi aplikasi. Sulit sampeyan menemukan secara teoritis seperti ini. Ini disimpulkan pendekatanya dari pendekatan induktif, dari realitas yang kemudian sering kita baca di dalam kitab2 itu, kalau seandainya kita menemukan jar majrur atau dzorof, ada di awal kalimat, dan yang jatuh sesudahnya itu adalah berupa 
  • isim nakiroh
  • Maushul Musytarok
  • Mashdar Muawwal
itu bisa dipastikan bahwa jar majrur yang ada di awal kalimat itu sebagai Khobar Muqoddam, dan ketiga hal tadi sebagai Mubtada Muqoddam. Oleh sebab itu, praktek2 seperti ini, dari contoh kemudian kita simpulkan sebagai teori, menjadi kaidah, itu penting untuk dilakukan dalam belajar nahwu. Lek sampeyan nggolek i ngene, kuangelan, butuh waktu lama, kuangelan sampeyan. Ate nggolek i ning ndi? ning alfiyah ning anu... butuh waktu lama. Jadi secara aplikatif saja, pokoknya sampeyan ketika bertemu dengan jar majrur, atau dzorof, jatuh di awal kalimat, yang jatuh sesudahnya ada yang pantes ternyata, yang pantes itu pada umumnya, bukan berarti diluar ini tidak ada lho ya. Pada umumnya yang pantes itu tiga. Pada umunya yang pantes dengan yang tiga ini, pastikan jar majrur atau dzorof yang sampeyan temukan di awal kalimat itu ditentukan sebagai khobar muqoddam. Mubtada muakhor nya mana? yang tiga ini. 

  • isim nakiroh
  • Maushul Musytarok
  • Mashdar Muawwal


Mashdar Muawwal
Misalnya ada kata2
ومن المتفق عليه أن ما روي عن النبي 

ini ada jar majrur ada di awal kalimat. Setelah itu kita temukan anna, disamping merupakan huruf taukid, juga merupakan huruf nashob, akan tetapi dalam konteks kajian kali ini, bahwa anna juga merupakan huruf mashdariyah. Anna ini merupakan huruf mashdariyah, berarti anna plus isimnya, plus khobarnya ini fii takwilil mashdar, atau disebut sebagai mashdar muawwal. Karena demikian, kalau seandainya dii'rob, sama dengan yang tadi itu, karena ini ada jar majrur yang jatuh di awal kalimat, kok kemudian setelah itu ada mashdar muawwal, maka ini ditentukan sebagai khobar muqoddam, dan mubtada muakhornya. Jadi susunan jumlah ismiyah itu seperti ini. Ada yang susunan wajar, ada yang susunan dibalik. 20.00

Comments