Skip to main content

Catatan Ngaji Gus Baha | Makna Umum dan Makna Khusus

 

Kuat mana?
makna yang umum kalih makna yang sebenarnya? 

Yo bagus makna umum to, karena makna sebenarnya itu tidak bisa dimasalkan. Agama ini kan

للعامة والخاصة
lil 'ammah wal khoshshoh. Kalau makna khusus pengalaman dia dengan Alloh, kalau untuk umum ya harus umum. Termasuk kritiknya Ibnu Jarir Ath Thobari dalam tafsir. 


Walaupun smp meninggalkan makna sebenarnya? 
Gak ada yang smpai meninggalkan makna sebenarnya. Tidak mewakili, beda antara tidak mewakili dan meninggalkan itu. Kalau meninggalkan itu artinya kan? satu kesalahan. Makna umum, tidak mewakili, yo mesti wae. Karena orang umum gak mewakili makna yang seluas lautan. Tapi bukan meninggalkan. 

Kan sudah bener, 

لا اله الا الله

tiada Tuhan selain Alloh. Itu cukup kan, untuk iman. Bahwa orang awam ini, mengatakan itu sudah mukmin. Karena dianggap selain Alloh itu tidak TUHAN.  Yasudah cukup, sangat cukup. 


Nggih ngapunten yai, damel live konsul, kersane sami2 legone.
Yo harus gitu, harus makna umum. Wong nyatanya lafadznya juga mung
لا اله الا الله
Laa ilaaha illalloh, kan bukan lafadz misalnya, 

لا فى الوجود للعبادة الا الله

laa fil wujud, mustahiqqun lil ibadah illalloh. Kan Alloh sendiri gak mengatakan itu.



Dhomir Sya-n

فَأُشْرِبَتْ مَعْنٰى ضَمِيْرِ الشَّانِ      فَأُعْرِبَتْ فِي الْحَانِ بِالْأَلْحَانِ

Mboten lek dianu bapak kan masalah, lafadz itu tadi tidak memaknai hu ne niku
Nah sebetulnya lafadz2 itu kan pengganti, sama. Kan sudah saya katakan tadi. Dhomir sya-n itu dhomir apa? 

ضمير الشأن : الضمير المفسر بجملة بعده

dhomir al mufassar bi jumlatin ba'dahu. Jadi hu dimaknani apa ndak itu sama, karena sudah terganti oleh jumlah setelahnya. Jadi kalau... orang arab itu misalnya

Saya ngerti satu kejadian: tadi ada kecelakaan. Kejadian itu dimaknani kecelakaan, kecelakaan itu dimaknani kejadian. Kata itu boleh kamu ganti, saya melihat kecelakaan. Langsung gak usah saya melihat kejadian: kecelakaan. (Misal) Saya melihat peristiwa: kecelakan. Kan bisa kamu ganti saya melihat kecelakaan. Dhomir sya-n itu maknanya gitu. Saya bersaksi bahwa tidak ada fakta yang sebenarnya, kecuali bahwa fakta itu tidak ada tuhan selain Alloh. Jadi dhomir sya-n sama jumlah setelahnya itu sama persis. 

Itu kan sama seperti kalau kamu ngaji kitab kan. fa hadza kitaabuka: fa hadza an yuhadhiro dihnaa (fi qolbi)

Hakikat yang kamu karang itu sudah hadir di hati, terus kamu sebut hadza. Hakikat Alloh Tuhan itu sudah Tuhan sebelum kamu katakan. Kamu katakan atau gak, itu hakikat Alloh Tuhan itu sudah (ada). Terus kita tinggal, mengucapkan. Jadi kliru kalau kamu, diistilahkan meninggalkan.. (gak begitu). Hanya tidak mewakili. Kalau meninggalkan gak, kalimat umum itu tidak meninggalkan makna? sebenarnya. Kalau tidak mewakili ya pastilah, namanya bahasa umum. Ya kayak gini lho misalnya, ya tak ulang lagi ya, jadi kamu harus hafal (takwilnya). Fausribat ma'na dhomirusy sya-n, yang dikatakan dhomirusy sya-n itu. Adh Dhomiru Al Mufassaru bi jumlatin ba'dahu. Dhomir yang dijelaskan oleh jumlah setelahnya. Jadi kalau orang arab bilang, 

علمت أنه زيد قائم

jadi zaidun qoimun itu peristiwa yang terjadi. Kadang orang arab tidak bilang Anna zaidan qoimun. Tapi Annahu zaidun qo-imun. Ya sama seperti orang indonesia, saya tadi melihat peristiwa besar, apa itu? truck nggoling. Kadang redaksinya saya tadi melihat truck nggoling. Itu sama (maksudnya) dua kalimat itu kalimat yang sama. Tapi bahwa, orang tertentu para kyai, yang sedang wushul sama Alloh, nggih monggo mawon, mau hubunganya dengan Alloh pakai dhomir sya-n. Jadi yang dimaksud 'Imrithy, fa usribat ma'na dhomirus sya-n. 

Orang2 tertentu itu makna dhomir sya-n sudah menyatu dengan.... Tapi kan, dari awal agama ini kan lil khoshoh wal 'ammaah. Orang awam ya bisa memahami agama ini, dan kita terima. Orang khoshoh yang punya pemahaman tertentu nggih monggo. Agama ini lil 'ammaah wal khoshoh. Kalau di hadits kan...

عَنْ أَبِي رُقَيَّةَ تَمِيْم الدَّارِي  اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ . قُلْنَا لِمَنْ ؟ قَالَ : لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ 

Orang yang levelnya pemimpin (khushus) dan orang2 yang levelnya rakyat (umum). Makanya ketika Mu'adz ketika ngimami orang, dengan semangatnya dia sebagai orang 'alim, sebagai orang yang hafal Al Quran, dan sholatnya lama, sama Nabi yang disalahkan malah Mu'adznya. Artinya apa? Nabi inginya itu ukuran umum, bukan ukuran khusus. Kalau pakai ukuran khusus ya sholat sendiri. Di fekih kan gitu, kalau kamu ingin sholat lama, ya pas sendiri. Kalau pas sama orang banyak ya harus kompromi. Nah sama, mengartikan syahadat dengan makna sebenarnya itu kenangan Alloh dengan kamu, itu urusan kamu. Tapi kalau dengan orang banyak ya, dengan makna umum. Karena itu yang lebih gak ngganggu banyak orang. 

Saya punya kitab buanyak tentang sahabat. Tapi saya ya gak tertarik untuk makna pengajaran. (Tapi) kalau untuk kekayaan rohani saya, nggih seneng mawon. Syahadat 'ala wali, 'ala ahlil kasyfi, 'ala siapalah. Bahkan ada Kyai yang mengharamkan, wiridan, kalau pas wushul itu. Kayak2 gitu kan bahaya kalau kanggo orang awam. Orang awam merasa nyaman itu kan setelah wiridan. Kalau orang tertentu kan, saya percaya wiridan, berarti percaya amal saya, gak percaya wiridan. Berarti itu kan, Iya.. kan untuk orang kelas tertentu... (bisa gak masalah). Tapi kalau orang awam diajari gitu, mosok wiridan ora onok gunane???

Jadi itu bukti bahwa kita gak bisa pakai ukuran orang2 khowash untuk.... Jadi ibarat gini lho, kamu neliti ilmu medis, terus bilang. Yasudah jangan makan nasi. Lha orang kan kaget, nasi makanan pokok, dibilang gak bagus. Padahal si dokter ini ngerti, orang ini punya gula, jadi pantanganya makan? Itu kan ilmu sudah njlimet, seperti itu kan. Kalau orang awam pasti janggal, loh nasi kok dilarang. Tapi bagi ahlinya, tahu kan. Ini gulanya tinggi, nasi mengandung gula. Ya sama, orang2 yang sudah wushul, itu percaya 'amal, sama sekali enggak itu. Tapi kalau (pemahaman) ini dilempar orang awam kan? anti wiridan, anti...istighotsah, bisa dimarahi NU Jawa Timur (gemar istighotsah). 

Nah hal2 seperti itu yasudah untuk hazanah. Itu kayak Hikam itu, pertama 

من علامة الاعتماد على العمل نقصان الرجاء عند وجود الزلل

Kalau orang awam, mosok bermaksiat ndongo, sawangane kok gak etis. Iya kan? perasaanya kan? 

Jadi kamu (misal) mburuh di orang, setelah jadi buruh di orang itu, kamu pas salah. Bar salah minta bonus, kan aneh. Bar salah kok? minta bonus. Tapi menurut Hikam itu, hubungan dengan Alloh gak boleh seperti itu. Karena Alloh gak akan terganggu dengan maksiat kamu, Alloh tidak akan terganggu oleh kesalahan kamu. Kalau mau minta, minta saja. Meskipun kamu setelah salah. Lhaiyo, itu kan aneh kan coro perasaanya orang banyak. Tapi coro orang hakikat, ini normal. Karena Alloh tidak pernah terganggu oleh maksiat kamu, gak pernah terkurangi apa pun karena kesalahan kamu. Jadi meskipun kamu pernah salah, hubunganya Alloh sama kamu ya baik2 saja. Tapi kan itu kan jadi aneh, coro (orang awam). Tapi bagi yang hakikat? ini kaidah normal, bagi yang ahli? hakikat. Ya sama.. pada ahli medis, gak makan nasi, pada kondisi tertentu itu normal, karena sedang punya gula. Tapi bagi orang awam? Orang kok gak makan? Nasi. Jadi ilmu kira2 seperti itu, ya sama hubungan manusia dengan Alloh, kesaksianya. Sama2 bilang bersaksi, tapi kualitas bersaksi itu? tidak sama. 



Comments