Skip to main content

Kyai Sa'id Aqil Sirodj | Tafsir Mafatihul Ghoib [Part-5] Darul Fikri Hal 31

 

Alhamdulillah, 

Terjemah Tafsir Mafatihul Ghoib. Matur suwun sanget kyai, sudah memberikan waktunya untuk mengajar kami, tentang materi Tafsir Mafatihul Ghoib. Berikut ini adalah transkrip dari Kajian Kyai Sa'id Aqil Sirodj pertemuan yang kelima. Kebetulan pdf Tafsirnya adalah terbitan Darul Fikri (yang kami baca) maka halaman 31 adalah menyesuaikan pada cetakanya dan penerbitnya. Semoga Terjemahan ini bisa bermanfaat untuk kalian semua, sekaligus pelepas dahaga kita terhadap ilmu agama yang luar biasa pada kehidupan kita ini. Selamat menikmati.


Masalah Ketiga puluh dua. 

المسألة الثانية والثلاثون : 
لما ضعفت هذه الدلائل جوزنا أن تكون كل اللغات توقيفية وأن تكون كلها اصطلاحية  
وأن يكون بعضها توقيفيا وبعضها اصطلاحيا . 
Ketika dilemahkan pendapat itu, maka bisa jadi bahasa itu adalah tauqifi (dari Alloh) pemaknaanya, atau asal usul lughot itu istilahan (istilah saja), atau sebagianya tauqifi, dan sebagian lainya merupakan istilah. 


Masalah yang ketiga tiga

المسألة الثالثة والثلاثون 

اللفظ المفرد لا يفيد البتة مسماه 
Selama lafadz itu masih mufrod, masih single. Tidak bisa memberi faidah sama sekali terhadap apa yang diberi nama. 

لأنه ما لم يعلم كون تلك اللفظة موضوعة لذلك المعنى لم يفد شيئا 
Karena selagi belum diketahui, keberadaan lafadz itu, dibentuk untuk makna tersebut. Tidak ada artinya apa2. 

لكن العلم بكونها موضوعة لذلك المعنى علم بنسبة مخصوصة بين ذلك اللفظ وذلك المعنى ، والعلم بالنسبة المخصوصة بين أمرين مسبوق بكل واحد منهما فلو كان العلم بذلك المعنى مستفادا من ذلك اللفظ لزم الدور . وهو محال ، 

Makna yang ada di dalam hati, bukan yang ada di depan mata. Dibentuknya lafadz itu untuk menerjemahkan apa yang ada di dalam hati. 

وأجيب عنه بأنه يحتمل أنه إذا استقر في الخيال مقارنة بين اللفظ المعين والمعنى المعين فعند حصول الشعور باللفظ ينتقل الخيال إلى المعنى ، وحينئذ يندفع الدور . 

Dan saya menjawab demikian karena lafadz membawa makanya jika ditetapkan pada wilayah khoyal, atau yang berdekatan dengan hal itu. Antara lafadz yang benar dan makna yang benar, maka dalam menentukanya perlu dinuqilkan dari hati kepada makna. Begitu seterusnya. 

Masalah yang ketiga puluh empat. 

المسألة الرابعة والثلاثون : 
والأشكال المذكور في المفرد غير حاصل في المركب ؛ 
Bentuk yang disebutkan, bahwa di dalam lafadz yang mufrod, tidak akan menghasilkan makna yang murokkab. 

لأن إفادة الألفاظ المفردة لمعانيها إفادة وضعية 
Karena faidah lafadz itu mufrodat berdasarkan makananya, dan berfaidah secara susunanya. 

أما التركيبات فعقلية ، 
فلا جرم عند سماع تلك المفردات يعتبر العقل تركيباتها ثم يتوصل بتلك التركيبات العقلية إلى العلم بتلك المركبات ، فظهر الفرق . 
Sedangkan tarkib itu secara akal. Maka tidak bisa diterima oleh pendengar ketika tiap2 kata diredaksikan  oleh akal. Susunanya akan menghasilkan susunan yang secara akal sampai ilmu tentang penyusunanya. Maka secara dzohirnya adanya perbedaan tentang itu. 

Masalah yang Ketiga puluh lima

المسألة الخامسة والثلاثون : للألفاظ دلالات على ما في الأذهان لا على ما في الأعيان ولهذا السبب يقال : الألفاظ تدل على المعاني ، لأن المعاني هي التي عناها العاني ، وهي أمور ذهنية ، والدليل على ما ذكرناه من وجهين : الأول : أنا إذا رأينا جسما من البعد وظنناه صخرة قلنا إنه صخرة ، فإذا قربنا منه وشاهدنا حركته وظنناه طيرا قلنا أنه طير ، 

Hati kita, batin kita, dzihin kita menganggap itu batu. Maka mulut kita mengatakan innahu sokhrotun. Tergantung dengan apa yang ada di dalam batin. Dzon... dari jauh, apa ya? oh batu itu, batu. Kemudian mulut kita mengatakan? innahu sokhrotun. Jadi makna itu apa yang ada di dalam batin (dalam dzihn). Setelah mendekat ternyata bergerak. Wah burung itu, bukan batu. Atau kambing itu, misalkan. Kambing itu, kerbau itu. Nah ini apa? berarti makna yang ada di dalam batin berubah kan? 

Innahu sokhroh, setelah mendekat bergerak, wong ternyata binatang itu. 




فإذا ازداد القرب علمنا أنه إنسان فقلنا إنه إنسان ، 

Setelah mendekat lagi ternyata manusia, lafadz itu berubah gak? yang berubah pertama apanya dulu? dzihn dulu, mentalnya dulu (batin dulu). Lafadz ini mengikuti apa yang ada di dalam batin. 



فاختلاف الأسماء عند اختلاف التصورات الذهنية يدل على أن مدلول الألفاظ هو الصور الذهنية لا الأعيان الخارجة ،

Maka perbedaan itu, ketika apa yang disangka dengan apa yang dilihat, menunjukkan bahwa yang dikehendaki oleh lafadz, atau makna ada dalam hati kita (shuar dzihniyah).

لا الأعيان الخارجة
Bukan apa yang kelihatan oleh mata. 


Yang kedua, dalil bahwa makna itu, lafadz itu menunjukkan makna dalam batin. 


 الثاني : أن اللفظ لو دل على الموجود الخارجي 
Lafadz itu tergantung apa yang dilihat dengan kasat mata, Seandainya lafadz itu maknanya tergantung oleh kasat mata. Maka tidak ada yang mengatakan alam itu qodir, alam itu hadits. Maka mustahil... alam itu qodim ya hadits. (7.45)

لكان إذا قال إنسان العالم قديم وقال آخر العالم حادث لزم كون العالم قديما حادثا معا 
Kalau seandainya lafadz itu maknanya tergantung oleh mata. Maka ketika ada yang mengatakan alam itu qodim, yang satu lagi mengatakan alam itu hadits. Itu dua duanya benar, kalau itu secara mata kasat. Karena alam itu ya qodim ya hadits. 

وهو محال ، أما إذا قلنا إنها دالة على المعاني الذهنية كان هذان القولان دالين على حصول هذين الحكمين من هذين الإنسانين ،
Tapi kalau kita maknai bahwa kata2 itu apa yang kita tunjukkan di dalam batin, ya itu benar. Batinya si A menganggap alam itu qodim,  batinya si B alam itu hadits. Gak tanaqudh gak berseberangan. 


 وذلك لا يتناقض . 
Tidak berseberangan. 

Lafadz itu diredaksikan apa yang ada di dalam batin. Sebagian lagi mengatakan alam itu hadits, ini masalah redaksi kata2 ini. 


Masalah Ketiga puluh enam.


المسألة السادسة والثلاثون : لا يمكن أن تكون جميع الماهيات مسميات بالألفاظ 
Tidak mungkin apa yang esensi itu diberinama dengan lafadz. 

لأن الماهيات غير متناهية ، 
karena esensi sesuatu di alam raya ini tidak ada ujung akhirnya. 

وما لا نهاية له لا يكون مشعورا به على التفصيل ، 
Sesuatu yang tidak ada ujungnya tidak mungkin dirasakan dengan tafshil. 


وما لا يكون مشعورا به امتنع وضع الاسم بإزائه . 
maka apa yang tidak bisa dirasakan, maka tidak mungkin kita menciptakan nama untuk sesuatu tersebut. Alam ini, mulai molekul, atom.. tidak ada ujungnya kan? tidak mungkin mempunyai nama semuanya. Yang kita tahu ada namanya terbatas ini. Yang kita tahu apa namanya itu terbatas. Ketika kita temukan sesuatu.. bikin nama baru, apa yang ada di alam semesta ini diketahui, bikin nama baru. Jadi tidak semua yang ada ini tidak semuanya punya nama. Karena kita tahu semua yang ada, sgt mungkin diberi nama semua. Seperti contoh ikan. Berapa macam binatang di laut? Ayo kasih nama semuanya, belum bisa, belum... yang ada ya bandeng, bawal, tongkol, tapi masih banyak lagi binatangnya di alam ini. Yang jenis ular, jenis babi, jenis kuda. Wal hasil jenis ikan saja bermacam2, belum cacing, belum....segala macam yang ada. Tidak semua kita manusia, mampu memberi nama yang mahiyah, yang ada ini. 




https://ar.lib.eshia.ir/41730/1/37
https://ar.lib.eshia.ir/41730/1/38
https://quran-tafsir.net/alrazy/sura1-aya7.html

Comments