مُصَلِّياً عَلَى النَّبيِّ الْمُصْطفَى وآلِهِ المُسْتكْمِلِينَ الشَّرَفَا
وَأَسْتعِينُ اللهَ فِي ألْفِيَّهْ مَقَاصِدُ النَّحْوِ بِهَا مَحْوِيَّهْ
Wa Asta'inu, wawunya adalah wawu athof, berarti ma'thuf, ma'thuf cara bacanya harus dicari / disesuaikan dengan ma'thuf 'alaihnya. Kebutulan ma'thufnya asta'inu yang kita yakinibmerupakan fi'il yang menggunakan fi'il mudhore' yang menggunakan huruf mudhoro'ah hamzah. Sekarang kita cari bait2 sebelumnya, yang menggunakan fi'il mudhore' dengan menggunakan hamzah mudhoro'ah. Mana itu...??? ahmadu.
JADI....
Asta'inu diathofkan kepada ahmadu. Cara analisisnya seperti itu, wawunya wawu athof, yang jatuh setelah huruf athof namanya ma'thuf. Pengathofan terjadi baik pada
isim
fi'il
huruf
Pengathofan isim harus pada isim, pengathofan fi'il harus pada fi'il. TIDAK sekedar itu, tidak sekedar ini, dilihat jenis fi'ilnya,
kalau fi'il madhi, cari fi'il madhi..
kalau fi'il mudhore' cari fi'il mudhore'
kalau fi'il amr cari fi'il amr
Kebetulan asta'inu adalah fi'il mudhore', dengan menggunakan hamzah mudhoro'ah. Karena demikian cari ma'thuf 'alaih yang berupa fi'il mudhore', khususnya yang menggunakan hamzah mudhoro'ah juga. Mana itu?// ahmadu. JADI...
Status
أَسْتعِينُ اللهَ فِي ألْفِيَّهْ
ini sama persis dengan
أَحْمَدُ رَبِّي اللهَ خَيْرَ مَالِكِ
Jadi apa disini? jadi maqulu qoulin. Jadi maf'ul bih dari fi'il qola. Maf'ul bih, ketika itu punya qola.. itu namanya maqulul qouli / maqulu qoulin
مقول قول
Jadi Asta'inulloha fi Alfiyah itu sama dengan Ahmadu Robbillaha khoiro maliki
Maqulul Qouli
Objek dari fi'il qola, biasanya disebut maqulul qouli.
Maqulu qoulin dari fi'il qola,
- yang pertama ahmadu Robbillaha khoiro maliki.
- Maqulu qoulin yang kedua? wa asta'inulloha fii alfiyyah.
Asta'iinu memohon pertolongan siapa? saya -KODE Fa'il (Subjek)
Alloha akan Gusti Alloh, -KODE Maf'ul (Objek)
fii alfiyah dalam rangka mengarang Alfiyah.
Wawu Athof
Kitab Alfiyah ini, jadi saya tegaskan bahwa jadi posisi asta'inu disini karena wawunya termasuk dalam kategori wawu athof, Yang jatuh setelah huruf athof namanya ma'thuf, ma'thuf cara bacanya disesuaikan dengan ma'thuf 'alaih. Pengathofan memungkinkan terjadi pada kalimat
ISIM
FIIL
HURUF
DALAM konteks ini, asta'inu kita yakini adalah termasuk fiil, fiilnya adalah fiil mudhore, dengan menggunakan hamzah mudhoro'ah. Karena demikian cari fi'il mudhore yang menggunakan hamzah mudhoro'ah. Dan itu tidak ada lain kecuali ahmadu,
- hamida yahmadu,
- hamida ahmadu,
- hamida tahmadu,
- hamida nahmadu.
Sama2 menggunakan fi'il mudhore' dengan hamzah mudhoro'ah. Kalau dilanjutkan asta'inu merupakan fi'il mudhore', yang mu'rob. Kenapa kok mu'rob ini ustadz? asta'inu. Ya kan? ini fi'il mudhore', kebetulan mu'rob kan. Kenapa kok disebut mu'rob, karena fi'il mudhore' ini tidak dimasuki oleh
- nun taukid
- dan nun niswah.
KETIKA kita bertemu dengan fi'il, realitasnya kok kemudian tidak ada nun taukid, maupun nun niswahnya, itu berhukum mu'rob. Ketika fi'il ini sudah berhukum mu'rob, dan fi'il ini fi'il mudhore', dan tidak bertemu dengan nun taukid dan nun niswah, Maka pertanyaan selanjutnya yang dikembangkan adalah apakah ini dibaca rofa' nashob atau jazm.
KETIKA asta'inu dianggap sebagai ma'thuf, lihat ma'thuf alaihnya, ternyata ma'thuf alaihnya sama sekali tidak dimasuki oleh amil nashob, maupun amil jazm. Tajarrud anin nawaashibi wal jawaazim, Karena asta'inu dianggap sebagai ma'thuf, jatuh setelah huruf wawu, berarti hukum i'robnya disesuaikan dengan ma'thuf alaihnya. Mana ma'thuf 'alaihnya? ma'thuf alaihnya adalah ahmadu, ahmadu adalah fi'il mudhore, yang tajarrud anin nawaashibi wal jawaazim. Tidak dimasuki baik amil nashob maupun amil jazm. Inilah kenapa? kok disini kemudian dibaca ahmadu. Karena asta'inu statusnya sebagai ma'thuf, ma'thuf alaihnya dibaca rofa', inilah alasan,kenapa disini dibaca asta'iinu. ITU perlu diperhatikan, (nalar berfikirnya) yang paling pentingitu NALAR BERFIKIR.
Jadi untuk logika fi'il tentang masalah i'rob itu, diperhatikan logika berfikirnya. Pertanyaan untuk rofa' nashob dan jazm itu hanya LAYAK untuk kita berikan kepada fi'il yang MU'ROB. Kalau fi'il itu mabni,
FIIL MADHI gak boleh ditanya, ini rofa' nashob atau jazm. Fi'il amar itu tidak boleh ditanya, ini rofa' nashob atau jazm. Karena ini namanya mabni, ada dan tidak adanya amil itu tidak berpengaruh pada status fi'il itu.
PERTANYAAN Rofa' Nashob dan Jazm, hanya boleh diberikan kepada fi'il mudhore' yang mu'rob, berarti fi'il mudhore' yang tidak bertemu dengan nun taukid dan nun niswah. BEGITU...
karena asta'inu adalah fi'il mudhore' mu'rob, karena tidak bertemu dengan nun taukid dan nun niswah, Maka pertanyaan selanjutnya, apakah ini dibaca rofa' nashob atau jazm. Begitu, kalau asta'inu itu kira2 dibaca apa? dibaca rofa'. Fiil mudhore' itu kalau seandainya tidak dimasuki amil nashob dan amil jazm, maka atau disebut sebagai tajarrud anin nawaashibi wal jawaazim MAKA berhukum rofa'. Tanda rofa' untuk fi'il mudhore' itu dua, begitu kan... ya.... maka ini dibaca rofa'.KADANG2 dengan menggunakan dhommah, kadang2 dengan menggunakan tsubutun nuun. Kapan menggunakan dhommah? apabila bukan af'alul khomsah. Kapan dengan menggunakan tsubutun nuun? apabila menggunakan af'alul khomsah. Sederhananya adalah seperti itu, kebetulan asta'inu itu bukan af'alul khomsah, INILAH alasan, kenapa kok tanda rofa'nya menggunakan dhommah. Kalau seandainya al af'alul khomsah, tanda rofa'nya tidak lagi menggunakan, Dhommah, tetapi dengan menggunakan tsubutun nuun.
MASIH tentang asta'inu kita urai lagi, kalau tadi membahas tentang i'rob. Kenapa kemudian kok dibaca asta'inu, tidak asta'ina tidak asta'in? Kenapa kok menggunakan dhommah? lebih disebabkan karena asta'inu itu adalah fi'il mudhore' mu'rob, dan kebetulan tajarrud anin nawaashibi wal jawaazim. Sekarang asta'inu yang kebetulan adalah fi'il ma'lum yang tidak diikutkan pada kaidah majhul, Asta'inu itu adalah merupakan fi'il ma'lum, gitu, Kenapa kok disebut fi'il ma'lum? karena cara bacanya tidak diikutkan pada kaidah majhul. Dari sisi tulisan, karena asta'inu merupakan fi'il ajwaf, Itu pasti ada bedanya, antara bahwa ini adalah ma'lum, dan ini adalah majhul.
TULISAN kadang2 juga beda. Perhatikan.... Ini statusnya ajwaf...
Ini apa bacaanya?
يقول - mesti yaqulu
ma'lum, karena tulisanya begini. Kalau majhul, tulisanya beda...
يقال - mesti dibaca yuqolu
majhul, karena tulisanya sudah berbeda antara ma'lum dan majhul.
يبيع - ma'lum dibaca yabi'u
يباع - majhul yuba'u
secara umum, ma'lum dan majhul itu tergantung bagaimana melafadzkan. Misalnya ini mau dibaca apa?
يكتب
يكتب
Yaktubu - ma'lum, karena cara bacanya tidak diikutkan dengan kaidah majhul. Dhumma awwaluhu wa futiha maa qoba akhir.
Yuktabu - majhul, karena cara bacanya diikutkan pada kaidah majhul, dhumma awwaluhu wa futiha maa qoblal akhir. INI secara umum, apabila bina yang kita hadapi, itu bukan ajwaf. Apabila bina yang kita hadapi, itu bukan termasuk mahmuz. KALAU mahmuz, ini seringkali berbeda cara penulisanya.
yasta'inu itu pasti ma'lum, karena kalau seandainya majhul, tulisanya akan...
yusta'aanu.
Jadi ma'lum dan majhul, untuk ajwaf dan mahmuz, seringkali berbeda.
Ini ma'lum apa majhul?
qoola [pasti ma'lum, Kalau majhul, ya ini, qiila.
Shooma ini ma'lum atau majhul? ma'lum ini, Kalau majhul? shiima. Jadi pemakluman dan pemajhulan, secara umum bagaimana melafadzkan. Tapi kalau dalam konteks ajwaf, dan mahmuz, tulisan antara ma'lum dan majhul, itu pasti berbeda. Asta'iinu tulisanya seperti ini, ini mesti ma'lum. Karena ma'lum, konsekuensinya dia butuh fa'il. MANA fa'ilnya? fa'ilnya adalah lafadz ana yang wajib tersimpan. Dalam konteks ini, mustatir wujuban. Dalam lafadz ista'iinu ada lafadz ana yang wajib tersimpan di dalamnya yang itu sifatnya wajib. Bareng2,, kapan sebuah fi'il itu pasti menyimpan dhomir???
wa min dhomiri rof'i maa yastatiru kaf''al uwafiq naqtabidz idz tasykuru... Asta'inu itu masuk dalam kategori fi'il yang itu dipastikan menyimpan dhomir ana, tidak mungkin tidak. Mustatirnya disitu adalah wujuban, Apa mustatir wujuban itu ustadz? Apa itu mustatir jawaazan itu ustadz? kalau seandainya kita lihat di dalam referensi2 yang ada.
Definisi dari mustatir wujuban itu, maa laa yahullu mahallahu adz dzohiru.
Jadi wajibul istitar, itu definsinya, maa laa yahullu mahallahu adz dzohiru.
Jaizul istitar - mustatir jawazan, definisinya adalah maa yahullu mahallahu adz dzohiru. GITU...
Mustatir wujuban adalah dhomir yang posisinya tidak memungkinkan digantikan oleh isim dzohir. Posisinya tidak mungkin digantikan, ditempati oleh isim dzohir. TAPI kalau jaizul istitar itu adalah maa yahullu mahallahu adz dzohiru. Dhomir yang posisinya memungkinkan digantikan oleh isim dhohir. Dan wajibul istitar itu tempatnya pada empat tempat,
Amr Mufrod
Fiil mudhore' dengan hamzah mudhoro'ah
Fiil Mudhore' dengan nun mudhoro'ah
Fiil mudhore' dengan menggunakan ta mudhoroah yang memiliki fungsi mukhothob.
Kalau seandainya saya berikan contoh misalnya..
قل هـٰذهۦ سبیلی أدعوا إلى ٱلله علىٰ بصیرة أنا ومن ٱتبعنی وسبحـٰن ٱلله وما أنا من ٱلمشركین
Surat Yusuf 108
Ad'u adalah fi'il mudhore' dengan menggunakan hamzah mudhoro'ah, disini ada lafadz ana. Meskipun disini ada lafadz ana yangditampakkan,tetapidisini yangmenjadi fa'il dari ad'u adalah tetep ana yang tersimpan di dalam lafadz ad'u. TETAP ad'u dianggap mengandung dhomir ana. Tidak bisa posisinya digantikan oleh ana yang di dzohirkan. Maa laa yahullu mahalahu adz dzohiru.
ٱسكن أنت وزوجك ٱلجنة
Surat Al Baqoroh 35
Surat Al A'rof 19
Uskun itu adalah fi'il amar, ada anta, tapi setelah itu ada anta yang didzohirkan. Kalau seandainya ditanya, kira2 mana fa'il dari uskun? Fail dari uskun apakah fail yang tampak ini? bukan.... fail dari uskun adalah anta yang tersimpan. Posisi tersimpan disini tidak bisa digantikan oleh sesuatu yang tampak.
Maa laa yahullu mahalahu adz dzohiru.
Sesuatu yang posisinya tidak memungkinkan digantikan oleh sesuatu yang tampak, atau isim dzohir.
وإما أن نكون نحن ٱلملقین
Surat Al A'rof 115
Ucapanya penyihir fir'aun, sampeyan dulu yang melempar, Kalau seandainya kita tahu, bahwa nakunu merupakan fi'il mudhore', dengan nun mudhoroah. Di dalam nakunu ada nahnu. Kalau seandainya ditanya fail dari nakunu ini yang mana?? yang tersimpan atau yang muncul? Nakuunu disini adalah isimnya kaana yang tersimpan, yang wajib tersimpan di dalamnya. Nahnu yang ada disini, itu hanya sekedar taukid. Anta yang ada dicontoh di atas, hanya sekedar taukid. Ana yang ada disini hanya sekedar taukid. Bukan menjadi fail, bukan menjadi fail,bukan. Menjadi isim....
Maa laa yahullu mahalahu adz dzohiru.
Sesuatu yang posisinya tidak memungkinkan digantikan oleh sesuatu yang tampak, atau isim dzohir. *atau sesuatu yang tampak. Ini mesti tersimpan, mesti tidak tampak.
ما كنت تعلمها أنت ولا قومك من قبل هـٰذا
Surat Hud: 49
Dalam ta'lamu, itu ada anta, kalau seandainya ditanya, Fail dari ta'lamu itu mana? Fa'il dari ta'lamu itu adalah yang tersimpan di dalam fi'il ta'lamu. Lha anta yang tampak itu? itu tidak lain hanyalah taukid.
Maa laa yahullu mahalahu adz dzohiru.
Sesuatu yang posisinya tidak memungkinkan digantikan oleh sesuatu yang tampak, atau isim dzohir.
Sehingga anta, nahnu, ana, anta, tidak lain hanya sekedar taukid, Sedangkan failnya itu adalah isim yang tersimpan di dalam fi'ilnya. Inilah yangkemudian menjadi maksud dari bait nadzom alfiyah,
ومن ضمير الرفع ما يستتر * كافعل أوافق نغتبط إذ تشكر
Kesimpulanya apa? di dalam asta'inu ada dhomir ana, yang wajib tersimpan. Kenapa kok wajib tersimpan? dhomir ana disitu, karena asta'inu menggunakan fi'il mudhore' yang menggunakan hamzah mudhoro'ah.
- Setiap fi'il mudhore' dengan menggunakan hamzah mudhoro'ah, PASTI fa'ilnya berupa ana yang wajib tersimpan, di dalamnya.
- Setiap fi'il mudhore', yang dengan menggunakan nun mudhoro'ah, PASTI fa'ilnya berupa dhomir nahnu yang tersimpan di dalamnya.
- Setiap fi'il amar mufrod, itu PASTI fa'ilnya adalah anta, yang tersimpan di dalamnya.
- Setiap fi'il mudhore' dengan menggunakan ta mudhoro'ah, yang memiliki fungsi mukhothob, itu pasti fa'ilnya adalah anta, yang tersimpan di dalamnya.
Kesimpulanya begitu.
Manshubun 'alat ta'dzim
.
SELANJUTNYA, asta'inu itu adalah fi'il muta'addi, karena demikian dia butuh maf'ulun bihi, Mana maf'ul bih nya?? Alloh. Karena lafadz Alloh tidak boleh secara etika kita sebut sebagai maf'ul bih, Ini namanya manshubun alat ta'dzim.
وَأَسْتعِينُ اللهَ فِي ألْفِيَّهْ مَقَاصِدُ النَّحْوِ بِهَا مَحْوِيَّهْ
TENTANG asta'iinu satu kali lagi, tentang asta'inu, satu kali lagi. Untuk kemudian kita analisis. Dari aspek, i'lal. Karena saya kepingin kajian ini lumayan, serius sehingga temen2 yang ada di rumah, itu merasakan atmosfer pesantren. Pesantren itu ya seperti itu, semuanya serba dikaji. Temen2 yang ada di rumah, ustadz2 atau guru2 misalnya, yang tidak memungkinkan lagi untuk mondok misalnya, itu merasakan atmosfer pesantren. Pesantren itu memang, sesuatu itu dikaji secara tuntas.
Asta'iinu, dalam konteks ajwaf yang mazid, itu ada masalah. Dari aspek i'lalnya, ada masalah. Kalau seandainya kita tanya misalnya, ista'ana, yasta'iinu itu mengikuti wazan apa? misalnya.
istaf'ala - al waznu
ista'ana - al mauzun
Logika umum, i'lal itu adalah seperti ini. KETIKA ada perbedaan antara wazan dan mauzun,
- Perbedaanya bisa jadi dari jenis harokat, beda..
- atau dari sisi jumlah huruf, beda.
Ketika terdapat perbedaan antara wazan dan mauzun, LOGIKANya adalah yang ditimbang itu harus sama persis dengan timbanganya. Kalau seandainya terjadi perbedaan antara wazan dan mauzun, perbedaanya bisa jadi dari sisi
- JENIS HAROKAT
- atau juga bisa dari sisi jumlah huruf
PERHATIKAN ini logika umumnya, logika atau nalar umumnya begitu, ketika terjadi perbedaan antara wazan dan mauzun,
- perbedaan bisa jadi dari jenis harokat,
- bisa jadi jumlah huruf,
yakinlah ketika terjadi perbedaan itu, maka disitu ada yang namanya PROSES I'lal. Kita ketahui maupun tidak kita ketahui. MUNGKIN dari sisi huruf tidak ada perbedaan, antara ista'ana dan istaf'ala, dari jenis harokat misalnya... yang satu sukun, yang satu fathah, sudah berbeda ini. Ketika terjadi PERBEDAAN antara wazan dan mauzun, maka yakinlah panjenengan, njenengan ngerti prosesnya atau tidak, pasti disitu sudah ada yang namanya proses i'lal. Saya tegaskan, nalar berfikir umumnya, jadi ketika terjadi perbedaan antara wazan dan mauzun, WAZAN nya istaf'ala, mauzun nya ista'ana, terjadi perbedaan dari sisi apa? bisa jadi dari sisi JENIS HAROKAT, maupun JUMLAH HURUF
Yakinlah kalau seandainya misalnya, yashifu itu dianggap mengikuti wazan yaf'ilu, yakinlah bahwa disini harus ada penjelasan i'lal. Yashifu itu cuma 3 huruf (mauzun) sedangkan wazanya itu yaf'ilu itu 4 huruf, maka disini ada proses i'lal. KETIKA terjadi perbedaan wazan dan mauzun, Kok terjadi perbedaan? baik dari sisi harokatnya, maupun jumlah hurufnya, maka yakinlah disitu pasti ada penjelasan i'lalnya. KALAU dikaitkan dengan istaf'ala itu asalnya adalah ista'wana, ini berasal dari 'aunun. Ista'ana itu asalnya adalah ista-wana.
Ini berasal dari 'Aunun, mujarrodnya, Kalau ista'wana sama persis dengan wazan istaf'ala. TAPI ketika dipersis samakan, ista'ana dibaca persis ista'wana bermasalah. Kenapa kok bermasalah? karena wawu itu adalah merupakan huruf 'illat dan berharokat. Dan ini tidak masuk akal ini, yang berpenyakit lebih berhak mati, daripada yang sehat. Yang berpenyakit itu lebih berhak yang sukun, dibandingkan yang shohih.
Kalau seandainya ista'wana itu dibaca ista'wana itu bermasalah, kenapa? wawu yang merupakan huruf 'illat, itu justru berharokat, 'ain yang merupakan huruf shohih, itu justru sukun. Ini bab 'illal yang yang banyak, karena demikian maka ada kaidah di dalam i'lal misalnya...
idza waqoatil wawu wal ya-u, apabila ada wa dan ya. Itu jatuh, 'ainan mutaharrikatan. Sebagai 'ain fi'il yang berharokat.
min ajwafin, dari bina ajwaf.
Wa kaana maa qoblahumaa (sedangkan yang sebelumnya) itu Saahinan shohiihan. Huruf mati, tidak shohih.
Nuqilat, harokatuhuma, ilaa maa qoblahumaa. Maka harokatnya dipindah pada yang sebelumnya.
Maka harus terjadi perpindahan dari ista'wana menjadi ista'auna.
Kalau seandainya sampeyan kepingin serius, apalagi panjenengan kepingin ngajari orang. Tidak hanya sekedar membaca misalnya, proses2 seperti itu harus dihafal.
وَأَسْتعِينُ اللهَ فِي ألْفِيَّهْ مَقَاصِدُ النَّحْوِ بِهَا مَحْوِيَّهْ
maqooshidu, yang bermula maksud2
nahwi (dari ilmu nahwu)
bihaa (ai fiihaa) ini tentang ma'aani huruf jar. Bi.. jangan selalu diterjemahkan dengan, memungkinkan diterjemahkan dengan yang lain. Diantaranya, bi ma'na fii... TENTANG ma'aani hurufil jarri, itu paling sulit. Tentang makna2 huruf jar, itu memang bukan untuk pemula. Itu paling sulit, tapi bukan berarti tidak bisa ditakhukkan. Yang paling penting, yang sering saya katakan, ILMU itu berpihak, pada mereka yang total. TOTALITAS itu menjadi kata kunci, kalau seandainya sampeyan kepingin menjadi ilmuan. Siapa pun panjenengan, apakah putranya KYAI atau bukan putranya KYAI, kalau males, pasti gak bener. Tumbang sampeyan, kalau kemudian jadi putranya kyai, kemudian males. Oleh sebab itu, totalitas, itu menjadi penting.
الْعِلْمُ لَا يُعْطِيكَ بَعْضَهُ حَتَّى تُعْطِيَهُ كُلَّكَ
al ilmu laa yu-thika ba'dhohu
hatta tu-thihu kullaka
al ilmu (utawi ilmu)
iku laa yu-tii (ora bakal maringi, sopo? ilmu)
ka (ka ing siro)
maf'ul bih yang kedua
ba'dhohu (ing sebagiane ilmu)
hatta tu-tiya, (sehinggo maringi sopo? siro)
hu (ing ilmu)
kullaka (ing sekabehane siro)
Kata kuncinya adalah totalitas. Oleh sebab itu, saya mohon bagi temen2 yang dari jauh apalagi, totalitas itu menjadi kata kunci.
Maqooshidun nahwi bihaa mahwiyah, maqooshid itu merupakan bentuk jamak dari maqshidun. Maqooshid dijadikan sebagai mubtada-, khobarnya mana? khobarnya adalah mahwiyatun. 52.00
Comments
Post a Comment