Skip to main content

Kajian Alfiyah 39 | Metode Al Bidayah | Kh. Abdul Haris Jember | Bait 102-105


Pembahasan Alfiyyah Ibnu Malik ke 39 oleh Kh. Abdul Haris Jember, dengan Metode Al Bidayah. Semoga catatan ini bisa memberikan bekas terhadap tersebarnya apa yang pak kyai sampaikan lewat video2 beliau mengenai materi2 bahasa arab. Tulisan ini merupakan transkrip dari video beliau, semoga bermanfaat juga, untuk kita semua. 


Pada pembahasan kali ini termasuk pada pembahasan ISIM MAUSHUL mulai dari bait 102-105. Sebagaimana yang perlu kita ingat, isim maushul itu memerlukan kelengkapan yaitu 

  • Shilatul maushul (jumlah yang jatuh setelah isim maushul)
  • dan 'Aa-id ('aa-id itu dhomir baik bariz maupun mustatir yang terdapat pada sاilatul maushul)

Nah pada materi kali ini, kita akan banyak mempelajari tetnang 'aa-id. 


إن صلح الباقي لوصل مكمل ... والحذف عندهم كثير منجلي

في عائد متصل إن انتصب ... بفعل أو وصف كمن نرجو يهب 

كذاك حذف ما بوصف خفضا ... كأنت قاض بعد أمر من قضى

كذا الذي جر بما الموصول جر ... ك مر بالذي مررت فهو بر 




Bait Alfiyyah 103

في عائد متصل إن انتصب ... بفعل أو وصف كمن نرجو يهب 

fii 'a-idin (di dalam 'a-id)

Ini sebenarnya nadzom lanjutan dari...

إن صلح الباقي لوصل مكمل ... والحذف عندهم كثير منجلي

wa hadzfu 'indahum katsirum munjalii

wal hadzfu (dan bermula pembuangan)
'indahum (menurut ulama)
khobar dari al hadzfu 
adalah..
katsirun (banyak)
munjalii (serta jelas)


اِنجَلَى: (فعل)

انجلى / انجلى عن 

ينجلي  

انجلاءً 

فهو مُنْجَلٍ 

والمفعول مُنجلًى عنه


اِنْجَلَى القَمَرُ : ظَهَرَ مُكْتَمِلاً، اِنْكَشَفَ لاَبُدَّ أَنْ تَنْجَلِيَ الحَقيقَةُ

اِنْجَلَى الغَيْمُ وَأَرْسَلَتِ الشَّمْسُ أَشِعَّتَها : تَبَدَّدَ

اِنْجَلَتِ الهُمومُ عَنْ قَلْبي : اِنْكَشَفَتْ، زالَتْ

انْجَلَى : مُطاوع جَلاَه

انجلى السِّكِّينُ ونحوُه مُطاوع جلا: صار لامعًا

انصقل، زال عنه الصّدأ انجلى السيفُ


Pembuangan yang jelas dan banyak dan jelas itu dalam konteks apa? 

في عائد متصل إن انتصب    بفعل أو وصف كمن نرجو يهب 

fii 'a-idin (di dalam 'a-id)
muttashilin (yang berupa dhomir muttashil) BUKAN munfasil.
Catatanya adalah 
in intashoba (apabila terbaca nashob, apa? 'a-id tersebut). 

Seperti kemarin kita sudah membahas tentang 'a-id yang terbuang saat berkedudukan rofa', disamakan dengan ayyun. Sekarang konteksnya adalah, bagaimana kalau seandainya dibaca nashob? Kalau dibaca nashob itu ternyata...

wal hadzfu (dan pembuangan)
'indahum (menurut mereka)
adalah katsirun (banyak)
munjalii ( dan jelas)

terbaca nashobnya. 

bi fi'lin ( dengan fi'il)
au washfin (
atau dengan menggunakan isim sifat)
ka man narjuu yahab
(seperti lafadz, man narjuu yahab)

من نرجو يهب

Cuplikan video bisa kalian saksikan disini, temen2


Tulisanya bukan

من نرج  يهب

PERHATIKAN.... ! karena bisa jadi, kita menerjemahkan ini (man) barangsiapa. 

من نرجو يهب

Jangan diterjemahkan barangsiapa, karena disini kita sedang berbicara tentang 'aa-id, yang terbaca nashob. Karena demikian, man yang ada disini itu adalah maushul. BUKAN adaat syarat.

Perhatikan ini, itu bukan diterjemahkan barangsiapa yang kami mengharapkanya, maka....

من نرجو يهب

man disini jangan diterjemahkan barangsiapa, bukti bahwa man ini BUKAN termasuk dalam kategori syarat, adalah tetapnya wawu disini, tidak ada hadzfu harfil 'illati (penghilangan huruf 'illat)

Cuplikan video bisa kalian saksikan disini, temen2


من نرجو يهب

من نرج يهب

Kalau disini dimaksudkan adalah man (syarat), yang itu artinya barangsiapa, yang itu berarti syarat, maka dia adalah tajsimu fi'laini mudhori'aini, maka dia menjazmkan dua fi'il mudhore'. Ketika menjazmkan dua fi'il mudhore' itu, maka fi'il pertama ini.. harus hadzfu harfil 'illati (sebagai tanda jazm), dan ternyata tidak. 

من نرجو يهب

Cara menerjemahkan bagaimana? orang.. gitu aja, yang kami mengharapkanya, telah memberikan sesuatu (yahab). Jadi diperhatikan, kata2...

man narjuu yahab

من نرجو يهب

man dalam man narjuu yahab itu diterjemahkan sebagai maushul, berarti orang. Karena demikian ada pembahasan 'aa-id. 


Syarat tidak butuh 'aa-id
.

Kalau seandainya syarat, ya tidak butuh 'aa-id memang. Kalau ini dianggap sebagai syarat, ya memang tidak membutuhkan 'aa-id. Bukti disini harus diterjemahkan orang itu adalah bahwa disini tidak ada penghilangan huruf 'illat, pada kata narjuu...

من نرجو يهب

ada wawu nya sebagai lam fi'il yang masih tetep. 


Pembuangan 'aa-id 
.

من نرجو يهب

من نرجوه يهب

Kata2 man narjuu yahab, man sebagai mubtada. Narju disini sebagai shilatul maushul. Kenapa? karena man disini adalah isim maushul. Masalahnya adalah 'aa-id mana? 

Karena 'aaidnya, kedudukanya sebagai maf'ulun bihi, in intashoba itu maksud dari lafadz nadzom alfiyyah ke 103 ini. Dan dia dalah muttashil, bukan munfashil. PEMBUANGAN menurut para ulama dalam konteks fii 'aa-idin, itu biasa. 


Jadi biasa begini, man narjuuhu yahab, ditulis man narjuu yahab. Mana 'aa-idnya? terbuang. 

Kenapa kok terbuang? ya karena disini berkedudukan nashob. Dalam konteks man narjuuhu yahab, itu in intashoba bi fi'linya. Dibaca nashob dengan menggunakan fi'il. Yang menashobkan amil dari ini adalah fi'il dari narjuu. 

Jadi dalam konteks ini, kita sedang membahas tentang isim maushul. Karena sedang membahas tentang isim maushul, maka man disini harus dinyatakan sebagai man maushul, bukan man syarat

من نرجو يهب

من نرج يهب


Karena ini maushulun ismi, dan bukan berupa AL, maka harus ada 

  • shilah 
  • dan 'aa-id. 

Shillah nya mana? shillahnya adalah narjuu, sedangkan 'aa-idnya mana? terbuang. Kenapa kok terbuang? karena memang... 

إن صلح الباقي لوصل مكمل ... والحذف عندهم كثير منجلي

bait alfiyyah ke 102, wal hadzfu 'indahum katsiirum munjalii. Pembuangan 'aa-id menurut para ulama itu adalah katsiirun (banyak contohnya) serta munjalii (jelas). Fii 'aaidin dalam konteks 'aa-id yang muttashil, apabila dibaca nashob apa? 'aa-id yang muttashil itu. Ini adalah dinashobkan dengan narjuu. 'amilnya itu adalah fi'il. Rojaa.. Yarjuu...

من نرجو يهب

رَجا: (فعل)

رجا 

يَرْجُو ارْجُ 

رَجاءً ورُجُوًّا مَرْجَاةٌ 

فهو راجٍ ، 

والمفعول مَرجُوّ

رَجَا النَّجَاحَ : أمَّلَهُ : اخشوه

رجا المساعدةَ رجا إليه المساعدةَ

رجا منه المساعدةَ

سألَه إيَّاها وتوسَّل

Cuplikan video bisa kalian saksikan disini, temen2


Au In intashoba bi washfin, atau dibaca nashob dengan sifat.

الذي انا معطيك درهم

alladzi bermula sesuatu

ana yang bermula saya 

adalah mu'thika memberikan kepada kamu

adalah dirhamun

الذي انا معطيك درهم

Alladzi (mubtada)
Khobarnya adalah dirhamun
anaa mu'thiika adalah shilah

Mu'thi itu berasal dari a'thoo.. a'thoo itu butuh dua maf'ul. Ini adalah muta'addi kepada dua maf'ul. Berarti dalam konteks ini ka itu adalah maf'ul yang dijadikan sebagai mudhofun ilaihi. 

الذي انا معطيك درهم

الذي انا معطيكه درهم

alladzi bermula sesuatu

ana yang bermula saya

adalah mu'thika telah memberikan kepadamu

hu akan 

akan alladzi

dirhamun adalah dirham


Sesuatu yang saya berikan kepadamu itu adalah dirham, yang saya memberikan sesuatu kepadamu itu adalah dirham

mu'thikahu itu adalah shilah, hu disini adalah nashob, dinashobkan oleh mu'thin yang beramal sebagaimana fi'ilnya. 


fii 'aa-idin di dalam 'aa-id

Dalam konteks pembuangan 'aa-id yang berkedudukan nashob, itu terangkum dalam nadzom alfiyah bait 102-103, wal hadzfu indahum katsirun munjalii. dst.


Bait Alfiyyah 104

كذاك حذف ما بوصف خفضا ... كأنت قاض بعد أمر من قضى

kadzaka (adalah seperti itu) - khobar muqoddam. 
hadzfu maa (bermula membuang sesuatu - 'aaid)
bi washfin hufidzo
ai hufidzo bi wasfin yang dijarkan apa? maa.. bi washfin dengan menggunakan sifat. 


Seperti lafadz anta qoodhin

yang jatuh setelah amar

min qodhoo dari lafadz qodho...

Dalam konteks 'aa-id berkedudukan jar, memungkinkan juga untuk terjadi pembuangan apabila 'aa-id itu dijarkan oleh isim sifat. Seperti lafadz anta qodhin yang jatuh setelah amarnya lafadz qodho.. Amarnya lafadz qodho apa? 

maa anta qoodhi.. 



Comments