Pembahasan Alfiyah keempat, bait 4. Oleh KH. Abdul Haris Jember, Metode Al Bidayah. Semoga bermanfaat temen2.
قَالَ مُحَمَّدٌ هُوَ ابْنُ مَالِكِ أَحْمَدُ رَبِّي اللهَ خَيْرَ مَالِكِ
مُصَلِّياً عَلَى النَّبيِّ الْمُصْطفَى وآلِهِ المُسْتكْمِلِينَ الشَّرَفَا
وَأَسْتعِينُ اللهَ فِي ألْفِيَّهْ مَقَاصِدُ النَّحْوِ بِهَا مَحْوِيَّهْ
تُقَرِّبُ الأقْصى بِلَفْظٍ مُوجَزِ وَتَبْسُطُ الْبَذْلَ بِوَعْدٍ مُنْجَزِ
وَتَقْتَضي رِضاً بِغَيرِ سُخْطِ فَائِقَةً ألْفِيَّةَ ابْنِ مُعْطِي
Seperti yang sering saya katakan, kalau kita sedang melakukan analisis teks arab, berangkatlah dari sesuatu yang sederhana. TENTANG
- kalimah,
- baru masuk pada i'rob
- baru masuk pada jumlah, yang kemarin kita singgung ada yang lahaa mahalun minal i'rob, dan ada yang laa mahaala lahu minal i'rob.
Fi'il dianggap isim, isim dianggap fi'il, pokoknya kualik2 begitu. MAKA tahapan berikutnya yaitu analisis i'rob, menentukan hukum i'rob, apakah ini dibaca rofa' nashob jar atau jazm, itu pasti bermasalah. Inilah alasan, kenapa di dalam semua bab di dalam ilmu nahwu itu mesti tentang kalimah.
Fi'il
Yang pertama tanyakan?
- maadhi mudhore' atau amar?
- mabni atau mu'rob?
- ma'lum atau majhul
- lazim atau muta'addi
Karena tuqorribu
Memang dalam konteks tulisan yang tidak berharokat, satu tulisan dihukumi dengan banyak bacaan.
ta- qof -ro
itu memungkinkan dibaca
- tuqorribu
- taqorroba
- taqorrubun
- taqorrob
Jadi karakter tulisan arab, kenapa kok menjadi sulit, karena satu tulisan memungkinkan dibaca dengan alternatif bacaan yang banyak. Jadi orang yang bisa membaca kitab itu bukan orang yang kaidahnya hafal macem2, tapi bagaimana bisa mengaplikasikan kaidah itu dalam bentuk bacaan ini. Hafal penting memang, tapi jangan hafal tok, diupayakan faham. SEPERTI yang sering saya katakan, saya tidak percaya faham, kalau tidak hafal. Seperti yang saya katakan, ini kan masalah tashrif ini, ini kan dilatih di pondok kita. Setiap hari sebelum memulai pelajaran, itu mesti 15 menit sampai 20 menit. Itu dilatih setiap hari, wajib melafadzkan itu. Meskipun tidak di dalam forum, tapi setiap hari mendengar. Dipastikan tingkat akurasi, shighot itu, shorof itu, itu 100%.
TUQORRIBU misalnya, ini dipastikan adalah fi'il, fi'ilnya fi'il mudhore' karena didahului oleh huruf mudhoro'ah. Ketika fi'il itu mudhore', bukan maadhi atau amr, itu ada dua kemungkinan.
- bisa jadi ini mabni
- bisa jadi ini mu'rob
BEDA kalau fi'il maadhi dan fi'il amr, itu pasti mabni. Kalau seandainya di dalam tuqorribu ada nun taukid dan nun niswah. Nun taukid dan nun niswah itulah yang menjadikan fi'il mudhore' itu mabni. TUQORRIBU tidak bertemu dengan nun taukid dan nun niswah, karena demikian dia itu berhukum mu'rob. Karena mu'rob, maka pertanyaan selanjutnya itu muncul, apakah itu
- rofa'
- nashob
- jazm
Karena pemula, maka kita harus jelaskan ketika dalam proses berfikir. Kita simpulkan bahwa kata yang kita hadapi itu adalah kalimah fi'il, maka tanyakan ini maadhi mudhore' atau amr?
DALAM KONTEKS TUQORRIBU itu dibaca rofa' karena tajarrud anin nawaashibi wal jawaazim. Jadi kenapa kok dibaca tuqorribu? lebih disebabkan karena tuqorribu adalah fi'il, fi'ilnya fi'il mudhore' dan tajarrud anin nawaashibi wal jawaazim. Kalau al af'alul khomsah, maka menggunakan tsubutun nuun.
Pema'luman dan pemajhulan, secara tulisan, secara umum itu sama. Secara tulisan tidak sama itu adalah ketika
- bina nya itu adalah bina ajwaf
- bina nya itu adalah bina mahmuz
قرأ
قرئ
سأل
سئل
Ketika yang kita hadapi bukan ajwaf, ketika yang kita hadapi bukan mahmuz, maka dibaca TUQORRIBU boleh, dibaca TUQORROBU juga boleh. Tulisan ma'lum dan majhul itu sama. Karena apa? karena ini bukan ajwaf, karena ini bukan mahmuz. Ketika demikian, maka kita harus berdialektika, yang pas itu mendekatkan? atau didekatkan. Alfiyah itu mendekatkan sesuatu yang paling jauh? ataukah alfiyah itu didekatkan? Ada komunikasi dengan otak kita, jadi otak kita itu melakukan simulasi secara cepat. Kalau seandainya perasaan kita, logika kita memiliki pandangan bahwa yang enak itu AKTIF, ya berarti ma'lum. Kebetulan kita hafal, kalau tidak hafal, memungkinkan kita baca TAQROBU.
Saya kepingin mengajak teman2, bahwa tulisan arab itu tidak sederhana.
قرب - يقرب
قرب - يقرب
memungkinkan dibaca qorrba - yuqorribu, tetapi bisa juga qoruba - yaqrubu. Yang satu artinya dekat, yang satu artinya mendekatkan. QORUBA itu statusnya lazim, tidak butuh maf'ulun bihi, yang QORROBA itu statusnya muta'addi yang butuh pada maf'ulun bihi. Kalau kebetulan kita tidak sedang hafal, memungkinkan untuk dibaca taqrubu. Memungkinkan dibaca tuqorribu, memungkinkan dibaca taqrubu. TAPI masalahnya mudhore' yang mujarrod? atau mudhore' yang mazid? Saya mencoba untuk menginformasikan problem, dialektika di dalam otak kita, ketika kita sedang menganalisis teks arab. Yang paling penting itu adalah maksud, murrod. Kalau dari aspek murrod, fungsi alfiyah, disamping dia itu maqoshidun nahwi bihaa mahwiyah, materi2 ilmu nahwu, tujuan2 ilmu nahwu, itu di dalam alfiyah itu digabung, dikumpulkan. Alfiyah itu mampu mendekatkan sesuatu yang jauh, dengan lafadz yang disederhanakan, yang diringkas.
TUQORRIBU, setelah kita pastikan ta nya ini mengandung fungsi ghoib, karena disini mengandung fa'il hiya, ta-ghoibah. Apakah ini dibaca mazid? taqrubu, atau tuqorribu? Jadi harus seperti itu nalar berfikir kita,
TUQORRIBU (mendekatkan, apa? alfiyah)
al aqsho (akan sesuatu yang paling jauh)
al aqsho (akan sesuatu yang paling jauh)
PEMAKLUMAN dan PEMAJHULAN itu sangat tergantung pada arti. Dalam konteks ajwaf dan mahmuz, pema'luman dan pemajhulan sejak dini kita ketahui, dari aspek tulisan, karena tulisan antara ma'lum dan majhul (ajwaf dan mahmuz) seringkali berbeda. JADI apa namanya? secara umum seperti itu.
Isim Tafdhil
Al Aqsho itu adalah bentuk dari isim tafdhil dari al qoshi.
Mudzakkarnya Al Aqsho
Muannatsnya Al Qushwa
Mudzakkarnya Al Aqsho
Muannatsnya Al Qushwa
Kira2 Imam Ibnu Malik itu, memang isim tafdhil? atau difungsikan isim tafdhil? tapi ala ghoiri baabihi. Karena kalau seandainya difungsikan sebagai isim tafdhil, yang mampu mendekati alfiyah itu orang2 yang ahli. Mungkin ini alasan kalau seandainya kita ngomong.
Oleh sebab itu hati2 pada niat.
Yang dimaksud oleh Imam Ibnu Malik itu adalah untuk menyelesaikan sesuatu yang paling rumit dalam ilmu nahwu. Yang pas itu sebenarnya dari aspek pemahaman itu jauh saja, bukan yang paling jauh. Meskipun ada logika, kalau yang paling jauh saja kemudian disasar, apalagi yang paling jauh. QIYAS AULAWI. Diskusinya jadi hati2... Kata2 Al Aqsho di dalam syarah2 itu ada diskusi, diberlakukan sebagaimana isim tafdhil. Di pesantren, kalau kita lihat, belajar
- yang pertama JURMIYAH.
- kemudian IMRITHY,
- kemudian ada mulhatul i'rob
- dan sebagainya.
- Baru nanti setelah 'aliyah, ALFIYAH.
Di semua pesantren seperti itu. Nanti Jangan2 yang dimaksud oleh imam ibnu malik ketika kita tahu realitasnya seperti itu adalah kepingin membekali sesuatu yang paling kompleks. Otomatis bukan kepada para pemula. Ini ada diskusi, apakah
- al aqsho bi ma'na al qoshi?
- al aqsho bi ma'na al aqsho?
Comments
Post a Comment