Skip to main content

Kajian Alfiyah 8 | Metode Al Bidayah | Kh. Abdul Haris Jember | Bait 6-7

 


Pembahasan Alfiyah keempat, bait 7. Oleh KH. Abdul Haris Jember, Metode Al Bidayah. Semoga bermanfaat temen2.


قَالَ مُحَمَّدٌ هُوَ ابْنُ مَالِكِ      أَحْمَدُ رَبِّي اللهَ خَيْرَ مَالِكِ

مُصَلِّياً عَلَى النَّبيِّ الْمُصْطفَى      وآلِهِ المُسْتكْمِلِينَ الشَّرَفَا

وَأَسْتعِينُ اللهَ فِي ألْفِيَّهْ      مَقَاصِدُ النَّحْوِ بِهَا مَحْوِيَّهْ

تُقَرِّبُ الأقْصى بِلَفْظٍ مُوجَزِ      وَتَبْسُطُ الْبَذْلَ بِوَعْدٍ مُنْجَزِ

وَتَقْتَضي رِضاً بِغَيرِ سُخْطِ        فَائِقَةً ألْفِيَّةَ ابْنِ مُعْطِي

وَهْوَ بِسَبْقٍ حَائِزٌ تَفْضِيْلاً    مُسْـتَوْجِبٌ ثَنَائِيَ الْجَمِيْلاَ 

وَاللَّهُ يَقْضِي بِهِبَـاتٍ وَافِرَهْ     لِي وَلَهُ فِي دَرَجَاتِ الآخِرَهْ



Bait 6 Alfiyah 

وَاللَّهُ يَقْضِي بِهِبَـاتٍ وَافِرَهْ     لِي وَلَهُ فِي دَرَجَاتِ الآخِرَهْ

Sekarang kita masuk pada 

wallohu yaqdhi bi hibatin waafiroh

lii walahu fii darojatin akhiroh 


Ketika kita melakukan analisis teks arab, maka berangkatlah dari sesuatu yang sangat sederhana, menuju sesuatu yang lebih kompleks lebih kompleks dan seterusnya. 


  • Kalimah
  • i'rob
  • jumlah


Wallohu dan bermula Alloh

khobar dari lafadz Alloh

adalah yaqdhi memutuskan siapa? Alloh

bi hibaatin dengan beberapa pemberian, 

waafiroh yang sempurna yang melimpah

Lii walahu (kepada saya dan kepada ibnu mu'thi)

darojaatin (ing ndalem piro2 tingkatane akhirat)


Itu pemaknaanya seperti itu. Sekarang kita coba analisis...

وَاللَّهُ يَقْضِي بِهِبَـاتٍ وَافِرَهْ     لِي وَلَهُ فِي دَرَجَاتِ الآخِرَهْ


wawu yang ada disini adalah wawu isti'nafiyah. Karena apa? kalimat yang jatuh sebelumnya itu sudah dianggap sempurna, sudah TAAM. Wawu isti'nafiyah kalau di dalam istilah kami, adalah ghoiru mu'atsir. TIDAK mempengaruhi logika atau analisis teks lanjutan. 

Allohu disini dijadikan sebagai mubtada-. Oleh sebab itu kodenya tadi BERMULA/UTAWI. Kenapa? karena Alloh itu adalah isim ma'rifat, bahkan sering dikatakan Alloh itu a'roful ma'arif. Paling ma'rifatnya isim ma'rifat adalah lafadz Alloh. 

Adalah Yaqdhi..
Khobarnya adalah khobar jumlah. Kalau seandainya saya katakan 

محمد ابوه قائم
Muhammadun Abuhu Qoimun 
perhatikan, ini adalah khobar jumlah. Dalam konteks lafadz di atas adalah yang menjadi khobar jumlah ismiyah. 

Yang menjadi khobar itu bukan semata2 fi'il yaqdhi, yang menjadi khobar adalah jumlah 

  • yaqdhi sebagai fi'il mudhore', 
  • plus huwa sebagai fa'il yang kembali kepada lafadz Alloh. 

Jumlah fi'liyah inilah yang kemudian menjadi khobar. Bukan semata2 fi'il yaqdhi, tapi gabungan fi'il plus fa'ilnya. 


Muhammadun lam yaktub ad darsa
Gabungan lam yaktub ad darsa merupakan khobar dari muhammadun. Yang menjadi khobar bukan lamyaktub saja, tetapi gabungan antara lam yaktub plus huwa plus ad darsa. 


Kalau seandainya yang kita i'robi adalah 

  • al asma- al mabniyah, (isim dhomir, isim maushul, isim isyaroh, isim syarat, isim istifham, isim fi'il)
  • atau hikayah, 
  • atau jumlah baik jumlah fi'liyah atau jumlah ismiyah, pasti tidak ada tanda i'robnya. 
13.32

.
.

Kalau kita sedang mencari arti di dalam kamus, perhatikan huruf jarnya. Jangan sampai huruf jarnya itu tidak diperhatikan. Akan memiliki arti yang berbeda ketika qodho itu tidak disambung dengan huruf jar bi, dan disambung dengan huruf jar bi dan lam. 

yaqdhi itu bisa memutuskan (bersambung dengan huruf jar bi dan lam).

membayar, melunasi, melaksanakan. 



.

.


Kalam Khobar

Kalam Khobar, apa itu kalam khobar ustadz? Kalam Khobar adalah kalam yang mengandung kemungkinan benar dan salah. Lawanya apa? lawanya adalah kalam insya'. Kalam insya' itu apa? kalam yang tidak mengandung kemungkinan benar dan salah. Kalau seandainya saya mengabarkan atau menginformasikan misalnya, kalam khobar. Muhammad bepergian,  bisa jadi iya, bisa jadi tidak. Di depan ada kecelakaan, bisa jadi iya, bisa jadi tidak. Itu namanya kalam khobar, ada kemungkinan salah, ada kemungkinan benar. 

TAPI kalau insya' itu tidak ada kemungkinan benar, tidak ada kemungkinan salah. TIDAK bisa orang memahami itu. Iya kan.. misalnya kata2 perintah, Tulislah... gak mungkin kita sedang menghukumi disitu,  ini benar atau tidak ini? gak mungkin. Berdo'a misalnya... Ketika kita berdo'a itu misalnya itu tidak ada kemungkinan benar, tidak ada kemungkinan salah. Jadi yang dilafadzkan oleh manusia itu ada dua kemungkinan itu.  Ada yang disebut sebagai kalam khobar, ada yang disebut sebagai kalam insya' KALAM khobar itu adalah mengandung kemungkinan benar dan salah. Sedangkan kalam insya' itu tidak mengandung kemungkinan benar dan salah. DISINI kalamnya kalam khobar, tapi bi ma'na insya'. 


JADI diartikan semoga.  SEMOGA Alloh memutuskan, untuk saya dan untuk Imam Ibnu Mu'thi, memberikan pemberian2 yang sempurna, besuk di akhirat. JADI sebenarnya kalamnya disini kalam khobar, tapi bi ma'na insya'. Jadi kalau seandainya sampeyan mendengarkan kalam insya', kalam khobar, penerjemahanya itu seperti itu. 

 

Na'at Man'ut

Hibatun, itu kalau dijamakkan menjadi hibaatun. Secara UMUM bisa dikatakan bahwajamak yang tidak memiliki akal, jadi kullu jam'in ghoiri 'aqilin, secara umum begitumemang, harus berani mengatakan begitu. Kullu jam'in ghoiri 'aqilin muannatsun mufrodun Prakteknya seperti itu. Hibaatun itu diakhiri oleh ta-, wafiroh itu adalah pakai ta marbuthoh. Hibaat itu man'ut, dan waafiroh ituman'utnya.  SECARA umum, kullu jam'in ghoiri 'aqilin muannatsun mufrodun. Setiap jamak yang tidak memiliki akal, biasa dihukumi muannats mufrod. GITU ya.. meskipun wacana, atau aturanya itu ada rincianya. Kita tidak begitu mempermasalahkan. KETIKA kita berbicara tentang jamak taktsir ada jam'ul qillah dan jam'ul katsroh. TERNYATA ini ada konsekuensi. Ada ini yang disebut sebagai Al Qillah, ada yang disebut sebagai Al Katsroh. 

Yang penting sampeyan punya wacana ini. Disebut mempunyai jam'ul qillah itu adalah ketika memiliki pola2 tertentu. 

af'ilatun af'ulun tsumma fi'lah, tsummata af'alun jumu'ul qillah


Itu nadzom di dalam alfiyah. Ketika jamak taktsir itu mengikuti wazan

  • af'ilatun, 
  • af'ulun
  • fi'latun
  • af'aalun

itu semuanya adalah jumu'ul qillah. Maka kisaran jumlahnya itu 3-10. 

Ketika mengikuti selain ini, ada yang mengatakan permulaanya tiga, sampai

tak terbatas. laa nihaayata lahu

Ada yang mengatakan permulaanya itu adalah 11 sampai

laa nihaayata lahu



Ini kaitanya terhadap bi hibaatin waafiroh. banyak kritik terhadap ini, terhadap bait ini banyak kritik. KARENA pertimbangan jam'ul qillah dan jam'ul katsroh. Ini kenapa kok saya mendasari analisis dengan jam'ul qillah dan jam'ul katsroh. Itu semacam itu, termasuk dalam kategori jam'ul qillah itu termasuk jamak yang diakhiri wawu dan nun, atau alif dan ta berarti kalau seandainya kita lihat bi hibaatin, pakai alif ta, itu pakai jam'ul qillah. 

Pendasaranya agak ruwet. 

Kenapa kalau hibaatin masuk pada jam'ul qillah? Yang penting selanjutnya ini. KETIKA jamak taktsri itu masuk jamak qillah, yang afshoh itu al muthobaqoh. MAKA kalau seandainya pakai pendekatan ini, maka seharusnya bihibaatin waafirotin. Dikatakan di dalam kitab Muhammad Al Asymuni, yang kemudian dihasiyahi oleh shoban, shoban al asymuni. Dikatakan hibaat itu termasuk jam'ul qillah. Karena demikian kurang bagus, kurang fasih ketika diberi na'at tidak jamak, karena ada tuntutan muthobaqoh. Sing paling penting kita tahu ini terjadi diskusi. TERNYATA jam'ul qillah dan jam'ul katsroh ini, ternyata ada yang berpendapat ada yang berbeda. 


Ada tawaran revisi..

wallohu yaqdhi bir ridho war rohmah

li walahu wali jami'il ummah. 


Salah satunya adalah kurang afshoh, karena hibat yang termasuk jam'ul qillah, sudah ada

wazan2 tertentu...


af'ilatun af'ulun tsumma fi'lah, 

tsummata af'alun jumu'ul qillah


...


Jadi kritik ulama jangan dimaknai dengan tanqish, mengurangi kewibawaan, mencederai kewibawaan jangan dimaknai seperti itu. Seperti yang sudah saya sampaikan, kritik kepada ulama itu mampu menjadikan agama kita itu murni. Kalau ada kesalahan, ada kekeliruan, generasi kita tidak berani mengkritik, itu maka ajaran itu makin lama makin bergeser. Jadi dalam  perdebatan itu biasa, ulama satu menyalahkan ulama yang lain itu biasa, tapi tidak mengurangi kewibaan. Kritiknya itu dengan ikhlas, tidak dengan nafsu atau dengan apa... Yang namanya kritik itu biasa, dalam konteks ini aib itu bukan.



TERMASUK kenapa kok kemudian ditawarkan wa li jami'il ummah? kenapa kok ummah? 

lebih disebabkan karena kita memiliki keyakinaan, innad du'aa-a idza kaana a'amma kaana ilal ijaabati aqroba.

Do'a itu lebih umum, lebih mendekati dikabulkan. 


.

Imam ibnu malik hanya membatasi do'a lii walahu. Yang lebih bagus menurutImam Al Asymuni adalah lii walahu wa lii jami'il ummah. JUSTRU kritik itu menjadikan agama ini itu on the track, kalau manusia itu atas nama manusia itu bisa lepas. 


innad du'aa-a idza kaana a'amma 

kaana ilal ijaabati

aqroba.


kenapa kok iyaa ka na'budu 

wa iyaa ka nasta'in

jadi ada perdebatan disini. 


Jadi tawaran bagaimana terkabulnya do'a...




Comments