Skip to main content

Kajian Alfiyah 9 | Metode Al Bidayah | Kh. Abdul Haris Jember | Bait 8

 

Sekarang kita masuk pada bab baru, yaitu AL KALAMU wa maa yata'allafu minhum

الكلام و ما يتعلف منهم

Saya hanya kepingin menegaskan, bahwa sebuah kalimah (kata) itu untuk kemudian dibaca rofa' nashob maupun jar, jazm itu harus karena ada tuntutan 'amil. Kalau seandainya tidak ada 'amil yang menuntut, maka tidak boleh dibaca rofa' nashob, jar, juga jazm. 

Al Kalaamu
memungkinkan dibaca 

  • Al Kalaamu
  • Al Kalaama
  • Al Kalaami

Tergantung pada asumsi kita, 'amil yang menuntutnya untuk dibaca rofa' nashob atau jar. Realitasnya dalam Al Kalamu ini tidak ada 'amil. JUDUL itu semuanya tidak ada 'amil. Biasanya dianggap sebagai apa? yang umum, itu biasanya dianggap sebagai khobar, dari mubtada yang dibuang. Yang apabila dikira2kan, itu bi ma'na hadza.

هذا الكلام و ما يتعلف منه

Kita harus mengasumsikan, kira2 'amil yang akan kita munculkan, itu seperti apa? Jadi tergantung bagaimana kita mengasumsikan, yang populer itu dua ini. 

هذا الكلام و ما يتعلف منه

اقرأ الكلام و ما يتعلف منه

Haadza isim isyaroh, maka perlu kemudian diperhatikan. Ada aturan tersendiri bagaimana musyarun ilaih itu disikapi. Secara umum, seperti kemarin kita tegaskan, seperti kalau kita ngomong dzalikal kitabu, musyar ilaih itu ada dua. 

  • Nakiroh
  • Ma'rifah 
Nakiroh, langsung ditentukan sebagai KHOBAR
Kalau Ma'rifah, bi ghoiri AL atau bi AL
Kalau bi Ghoiri AL ditentukan sebagai KHOBAR
Kalau bi AL ditentukan sebagai na'at athof bayan badal

Kalau seandainya hadza langsung masuk pada AL kalamu, secara umum tidak mungkin ditentukan sebagai KHOBAR. Ada konsep AL Kalamu bisa ditentukan sebagai khobar, kalau ada DHOMIRU FASHLIN. Hadza huwal kalaamu. Ketika Ada huwa, tidak memungkinkan Al Kalaamu ditentukan yang lain, selain KHOBAR.

PROBLEMnya, kemarin ketika menerjemahkan dzalikal kitabu, itu di Al Kasyaf menentukan kitab itu sebagai KHOBAR. TAPI ketika ada dhomir fashl, itu pasti ditentukan KHOBAR. 
Hadza (bermula ini)
huwa (ya hadza)
Al Kalamu (adalah Al Kalaamu)

Diperhatikan itu, kalau judulnya adalah isim ma'rifat bi AL maka disamping kita (takdirkan) dengan adanya hadza, juga kita hadirkan dhomir fashl. Dhomir fashl itu berkategori huruf, bukan isim. Meminjam.. tulisanya isim. Di dalam Al Quran, Ulaa-ika Muflihuun masih memungkinkan dianggap sebagai Na'at Athof Bayaan atau Badal. TAPI kalau Ulaa-ika humul Muflihuun, bagaimana kita menyikapi sebuah judul, seperti itu. Butuh tambahan dhomir fashl untuk menjadikanya sebagai KHOBAR. 

KHOBAR. 
Hadza (bermula ini)
huwa (ya hadza)
Al Kalamu (adalah Al Kalaamu)
dhomir fashl itu berkategori huruf, karena demikian tidak ada berkategori mu'rob. 

هذا الكلام و ما يتألف منه
Wa maa ya ta'allafu minhu
yata'allafu disini pasti ada huwa
minhum juga ada huwa



Macam2 Dhomir
DHOMIR itu ada yang berkategori 
  • GHOIB
  • MUKHOTHOB
  • MUTAKALLIM

Dhomir itu ketika berkategori GHOIB saja yang ada tempat kembalinya dhomir. Seringkali kita menemukan marji'ut dhomir yang sama... 

هذا الكلام و ما يتألف منه
  • huwa disini memungkinkan dikembalikan kepada MAA, memungkinkan dikembalikan kepada Al Kalaam
  • hu disini memungkinkan dikembalikan kepada MAA, juga memungkinkan dikembalikan kepada Al Kalaam
wa maa (dan sesuatu)
yata'allafu (yang tersusun, apa? al kalaam)
minhu (dari maa, sesuatu)

Pertimbangan untuk mengembalikan dhomir itu ada dua, 
  • MUTHOBAQOH (kesesuaian)
  • MUROD (maksud, rasional atau tidak?)
Meskipun itu muthobaqoh, tapi tetep dipertimbangkan sesuai dengan maksud (MURROD). Maksud yang dihasilkan dari susunan itu apakah rasional atau tidak? apakah masuk akal atau tidak? 


هذا الكلام و ما يتألف منه
  • huwa dalam yata'allafu dikembalikan kepada al kalaam
  • hu dikembalikan kepada maa

Ini adalah bab kalaam, dan bab sesuatu yang terususun 
  • (yang sesuatu itu tersusun dari kalaam)
  • (yang kalaam itu, tersusun dari sesuatu)

Dhomir Hu dan Huwa itu termasuk Ghoib, kalau ghoib, maka diperlukan adanya marji'ud dhomir. Ketika kita berhadapan dengan teks, maka kita akan berdialektika dengan teks, apakah maksudnya masuk akal atau tidak? Pertimbangan itulah yang membuat kita akan membaca

هذا الكلام و ما يتألف منه

Kalau kita cek di dalam kamus, itu termasuk dalam fi'il lazim (tidak membutuhkan maf'ul bih) maka tidak bisa dimajhulkan, itu konsep dasarnya. Saya ulangi lagi, lafadz yata-allafu memungkinkan untuk dima'lumkan, kemudian memungkinkan untuk di majhulkan. Apakah ini mau dima'lumkan atau di majhulkan? tergantung bagaimana arti yang kita peroleh. Apakah artinya menunjukkan lazim? ataukah artinya menunjukkan muta'addi? 


Bait Alfiyah 8

كلامنا لفظ مفيد كاستقم 
واسم و فعل ثم حرف الكلم

Kalaamunaa Lafdzun Mufiidun Kastaqim
Wasmun wa fi'lun tsumma harfunil kalim

bi lafdzin muujazi
Lafadz pada alfiyah itu al muujaz


ان يأتي بالفاظ يسيرة جمعية لقواعدة متعددة
An ya-tiya bi alfaadzin yasiirotin
jami'atin li qowaa'ida muta'addidatin

أو بمثال واحد جميع لشروة كثيرة
au bi mitsalin waahidin
jami'in li syurutin katsirotin


Itu kemarin seperti itu, muujaz itu seperti itu. Disini diterangkan 

كلامنا لفظ مفيد كاستقم 
Kalaamunaa (bermula kalam)
dalam istilah kita, ulama ilmu nahwu
adalah 
Lafdzun (lafadz)
mufiidun (yang berfaidah) hanya itu. 
kastaqim (sebagaimana lafadz istaqim)

Padahal kalau sampaian berbicara tentang jurmiyah, Al Lafdzun murokkabun al mufiidun bil wad'i. Terjadi perbedaan persepsi, perbedaan konsep antara yang ditawarkan oleh Imam Ibnu Malik dan Jurmiyah. 

Kalaamunaa (bermula kalam)
dalam istilah kita, ulama ilmu nahwu
adalah Lafdzun (lafadz)
mufiidun (yang berfaidah) hanya itu. 
kastaqim (sebagaimana lafadz istaqim)

Kaliim kalau seandainya dijamak kan itu kalimah. 


Wacana tentang ini dijawab, berarti yang namanya qoyyid murokkab, itu qoyyid yang tidak penting, yang memungkinkan untuk diwakili HANYA sekedar mufiid (berfaidah). LAFADZ berfaidah itu pada akhirnya pasti tersusun. TAK mungkin ada ucapan itu hanya satu, kok kemudian yahsunu sukuutu 'alaihaa. Itu tidak mungkin, jadi kalau sudah berfaidah, itu mesti. Lafadz yang diucapkan itu mesti minimal fi'il fa'il, atau mubtada-khobar. Orang tidak akan faham, kalau seseorang itu hanya mengatakan zaidun. Diperhatikan

Qoyyid yang ditawarkan oleh jurmiyah adalah lafadz murokkab, mufid, bil wad'i. Kira2 qoyyid murokkab, qoyyid bil wad'i, itu memang penting atau tidak? Kenapa yang dipilih oleh Imam Ibnu Malik, yang sudah mengklaim lafadz2 alfiyah itu lafdzun munjaz, itu cuman dua lafdzun dan mufiidun. Lafadz Mufidun itu diklaim mengandung unsur murokkab, dan mengandung unsur bil qoshdi. Dan ternyata di kitab2 jami'ud durus, itu qoyyid utamanya itu adalah lafdzun dan Mufiidun. Qoyyid Murokkab dan Qoyyid bil wad'i ai bil qoshdi juga tidak dimasukkan di dalam qoyyid. Jadi penting untuk kemudian ditegaskan kepada panjenengan, disini ada penyederhanaan qoyyid, antara yang ditawarkan alfiyah dan jurmiyah. 


كلامنا لفظ مفيد كاستقم 

Kalaamunaa 

bermula kalam kita
utawi kalam kito
itu lafdzun (jadi khobar) iya...kalau diberi kata2 itu" cocok, maka itu bisa kita tentukan sebagai khobar. Kita menentukan khobar perlu uji coba terlebih dahulu. 

adalah mubtada, kenapa kok disebut mubtada? karena isim ma'rifat berada di awal kalimat. 

kenapa ini kok disebut sebagai isim ma'rifah? karena ini termasuk al mudhof ilal ma'rifah. Kalaamu sebagai mudhof 
naa sebagai mudhofun ilaihi. Mudhof ilaih selalu dalam kondisi jar, majrur. 

Harokat itu ada dua, ada harokatul i'rob, ada harokatul bina. Karena naa disini termasuk al asma- al mabniyah, maka disini disebut sebagai harokatul bina. 

Kalaamunaa 
lafdzun (khobar)
mufiidun (na'at) isim sifat. Isim sifat yang mana? karena ini isim fa'il. Kenapa kok disebut sebagai isim fa'il? karena awalnya mim dhommah, harokat sebelum akhirnya dikasroh. 

Mufiidun asalnya adalah mufyidun
مفيد - مفيِد

Bagaimana kaidah i'lalnya? 


إِذَا وَقَعَتِ الْوَاوُ وَالْيَاءُ عَيْنًا مُتَحَرِّكَةً مِنْ أَجْوَفٍ وَكَانَ مَا قَبْلَهُمَا سَاكِنًا صَحِيْحًا 

نُقِلَتْ حَرْكَتُهُمَا إلىَ مَا قَبْلَهَا, نَحْوُ يَقُوْمُ أَصْلُهُ يَقْوُمُ، يَبِيْعُ أَصْلُهُ يَبْيِعُ

idza waqo'atil wawu wal ya-u 'ainan 
muta'arrikatan min ajwafin
wa kaana maa qoblahumaa saakinan shohihan

jawabnya
nuqilat harokatuhumaa ilaa ma qoblahumaa

idza (jika)
waqo'at (terletak atau terdapat, apa?)
wawu wal ya-u (huruf wawu dan ya)
'ainan (menjadi 'ain fi'il yang berharokat)
min ajwafin (di dalam bina ajwaf)
wa kaana maa qoblahumaa saakinan shohihan
sebelumnya itu adalah huruf shohih yang mati


YA merupakan huruf 'illat berharokat. 
Fa merupakan huruf shohih, tapi sukun

GAK COCOK itu. Huruf 'illat lebih berhak mati daripada huruf shohih. 
akhirnya diganti
dari mufyiidun diganti menjadi mufiidun


Jika wawu dan ya’ berada pada ‘ain fiil bina’ ajwaf, dan keduanya hidup dan sebelumya berupa huruf shohih yang mati, maka harokat wawu dan ya’ di pindah pada huruf sebelumnya, seperti يَقُوْمُ yang asalnya يَقْوُمُ  dan يَبِيْعُ yang asalnya يَبْيِعُ.


MUFIIDUN kenapa kok disebut sebagai isim fa'il? karena didahului oleh mim yang di dhommah. Harokat huruf sebelum akhir itu kasroh. Asalnya memang mufyidun. Tapi karena ya- itu berharokat, 'ainan mutaharrikatan min ajwafin....

PEMAHAMAN tentang isim sifat itu menjadi sangat penting, sering saya tegaskan. Dua susunan kata, memungkinkan kita tentukan sebagai idhofah, atau termasuk na'at man'ut, tergantung kepada apakah yang kedua termasuk dalam kategori isim sifat atau tidak? JADI isim sifat merupakan kata kunci, untuk menentukan ini termasuk isim sifat atau na'at man'ut. KETIKA kita sadar bahwa mufidun termasuk isim fa'il, isim fa'il merupakan isim sifat, maka ini dipastikan susunanya bukan idhofah, tetapi na'at man'ut. BUKAN lafdzu mufidin tapi lafdzun mufiidun. 


KASTAQIM
ada keanehan disitu,
Kaf itu huruf jar, huruf jar itu harus masuk kepada isim. Istaqim itu kita anggap sebagai fi'il, yaitu fi'il amar. Huruf jar, itu tidak bisa tidak harus masuk kepada isim, karena salah satu ciri isim itu adalah punya i'rob jar. TAPI realitasnya masuk pada fi'il? DALAM konteks inilah panjenengan dikenalkan pada apa yang disebut sebagai HIKAYAT. Yang dimaksudkan adalah lafadznya bukan artinya. Karena demikian secara arti
KASTAQIM
seperti lafadz istaqim. 

Contoh lain
in harfun syarthin
dhoroba fi'lun maadhi

HIKAYAT itu dimaksudkan adalah lafadznya bukan artinya. 
Lafadz IN adalah huruf syarat
Lafadz Dhorofa adalah fi'il maadhi



واسم و فعل ثم حرف الكلم

Wasmun wa fi'lun tsumma harfunil kalim
Penentuan mubtada- dan khobar itu tidak tergantung pada di depan dan di akhir. Yang penting adalah 'ainal a'rof. 

Al Kalim itu adalah isim ma'rifat, ditentukan sebagai mubtada. 
Penentuan dari mubtada dan khobar itu adalah mana yang lebih ma'rifat ('ainal a'rof). Menentukan al Kalim sebagai mubtada lebih didahulukan daripada ismun sebagai mubtada-nya. 


HARFUN 
Harfunil kalim
Konsepnya adalah iltiqo-us sakinaini maka dia harus di kasroh. TANWIN itu berhukum sukun 
Harfun dan AL Kalim kalau digabung harfunil kalim. BUKAN HARFUN KALIM


Mungkin itu yang bisa saya sampaikan, kurang lebihnya mohon maaf. Wabillahit taufiq wal hidaayah, wassalaamu'alaikum warohmatullohi wa barokaatuh.



Comments