Skip to main content

Kajian Alfiyyah 30 | Metode Al Bidayah | Kh. Abdul Haris Jember | Bait 71 - 74


Pembahasan Alfiyyah Ibnu Malik ke 30 oleh Kh. Abdul Haris Jember, dengan Metode Al Bidayah. Semoga catatan ini bisa memberikan bekas, di dalam pengetahuan kita semua. Tulisan ini merupakan transkrip dari video beliau. 

 

وفي لدنّي لدني قل في  -- وقدني وقطني الحذف أيضا قد يفي


اسم يعين المسمى مطلقا -- علمه كجعفر وخرنقا

وقرن و عدن ولاحق -- وشذقم وهيلة وواسق

واسما أتى وكنية و لقبا -- وأخرن ذا أن سواه صحبا



Alfiyah bait 71

وفي لدنّي لدني قل في  -- وقدني وقطني الحذف أيضا قد يفي

ladunii (lafadz laduunii-tanpa tasydid), ini masih tentang masalah nun wiqoyah. qolla (adalah sedikit). Yang banyak penulisanya ladunni (pakai tasydid). 

wa fii ladunni (pakai tasydid)
berasal dari kata ladun + ya mutakallim (ditambah nun wiqoyah). Akhirnya menjadi ladunnii

Lafadz Ladun ketika bertemu dengan ya mutakallim, yang terbanyak adalah dengan menambahkan nun wiqoyah. 


وقدني وقطني الحذف أيضا قد يفي

wa fii qodnii dan qothnii
ini bi makna qod ismiyah, dan qoth ismiyah. Ada yang mengatakan keduanya adalah isim fi'il yang berarti yakfii. Qodnii Qothnii itu artinya sama yakni yakfiinii. Ketika qod dan qoth ismiyah, yang dimasuki ya mutakallim, karena merupakan isim. Maka susunanya adalah idhofah (isim + isim). 

Ketika ladun dimasuki ya mutakallim, yang banyak itu pakai nun wiqoyah, itu maksudnya. Ini kalau dalam bahasa pesantren, sering diistilahkan dengan ilmu ladunii. Ilmu yang tanpa belajar, langsung digrojok sama Allah. Cuma ditegaskan, sedikit itu... yang namanya ilmu itu harus bitta'allum. Ilmu itu harus belajar, mana ada ilmu itu langsung bisa. Gak ada.. sekarang apalagi, banyak maksiat. Ya belajar kalau kepingin ilmu. Jangan mengharapkan ladunii dengan cara wirid aja, jangan. Ya belajar... al 'lmu bit ta'allum, ilmu itu dengan belajar. Bahkan yang dijadikan sebagai dalil dan argumentasi, yang biasa diungkapkan tentang ilmu itu..

walladziina jaahadu fiinaa lanahdiyannahu subulanaa. 

Pakai jaahadu, kalau seandainya ditasrif, menjadi jihad. Cari ilmu itu seperti perang, perang kok ngantuk, yo dipateni wong. 


وفي لدنّي لدني قل في  -- وقدني وقطني الحذف أيضا قد يفي

Perhatikan cara bacanya yang paling penting, ini kalau dinahadkan, bukan dinadzomkan. 

wal hadzfu (dan bermula pembuangan nun -tidak ada wiqoyah)
fii qodnii wa qothnii (dalam lafadz qodnii dan qothnii)
aidhon qod yafii (adalah sungguh telah datang, apa? al hadzfu)

Jadi dalam lafadz qodnii yang berarti hasbii.. yakfii (mencukupi saya). Kadang2 diberi nun wiqoyah, kadang2 tidak. 

qodnii - qodii
qothii - qothii

dan seperti jarang kita temukan kecuali di dalam syi'ir2. Kalau di dalam nastar (kalimat). Al Hadzfu itu maksudnya nun wiqoyahnya yang dibuang. Ketika nun wiqoyahnya yang dibuang, akan menjadi qodii dan qothii. Ini semua materi pertemuan dengan nun wiqoyah. Pembahasan dan kajian tentang nun wiqoyah tidak mungkin dilepaskan dengan ya mutakallim. Kajian nun wiqoyah tidak akan muncul, kalau kita sedang tidak mengkaji ya mutakallim. Nun wiqoyah itu pasti muncul dalam pengkajian ya mutakallim. Khususnya ketika bertemu dengan kalimat fi'il dan bertemu dengan huruf. Kalau bertemu dengan kalimat isim, kecuali isim2 tertentu. Kecuali qod dan qoth ini. Tapi secara umum tidak, seperti ustaadzi.. tilmiidzii tanpa nun wiqoyah, karena yang bertemu adalah isim, tanpa nun wiqoyah. Ketika ya mutakallim nempel 

  • pada fi'il, apakah itu fi'il maadhi, mudhore', amar, Ketika ya 
  • pada huruf, 

maka kajian tentang nun wiqoyah muncul. 

Innii - innaanii
laisanii - laisii
laitanii - laitii meskipun nadzaro (jarang)

Tapi yang jelas adalah, harus ada pemahaman kepada kita. Kajian tentang nun wiqoyah tidak mungkin kita ungkit, kita hadirkan kalau kita sedang tidak bertemu dengan ya mutakallim. Kaitanya ya mutakallim dengan nun wiqoyah itu tinggi. 


Alfiyah bait 72

اسم يعين المسمى مطلقا -- علمه كجعفر وخرنقا

adalah ismun (isim)
yu'ayyin (yang bisa menentukan)
almusamma (akan yang diberi nama)
Muthlaqon (dalam keadaan mutlak, tanpa qoyyid). 

'alamu (bermula alam isim)

Kenapa isim kok ditentukan sebagai khobar muqoddam, dibandingkan dengan alamuhu. Karena kalah ma'rifat dibandingkan dengan alamuhu. 

ismu (adalah isim)
yu'ayyinu (yang menentukan) apa isim
al musamma (akan sesuatu yang diberi nama)
muthlaqon (secara mutlak)


  • BAYI A Kholid
  • BAYI B Ali
  • BAYI C Muhammad
  • BAYI D Umar

ABCD itu namanya al musamma (yang diberi nama). Alamul ismi (isim alam) adalah yu'ayyinul musamma (yang bisa menentukan yang diberi nama) muthlaqon (secara mutlak) -tanpa ada embel2 . Ketika kita menyebutkan UMAR, maka pandangan kita, maka persepsi kita, maka arah, tujuan dan pikiran kita pasti pada D, tanpa embel2 batasan yang lain. Tanpa embel2 bantuan yang lain. 

Ketika saya menyebutkan MUHAMMAD, itu pasti pada C. Al mutabadir (yang terlintas pada benak kita), itu pasti C. Jadi fungsi dari isim alam adalah menentukan yang diberi nama secara mutlak, tanpa ada bantuan yang lain. Orang yang mendengar, orang yang kenal langsung mengarahkan pandanganya pada si A, si B, si C, si D, itu namanya yu'ayyinul musamma. 

Ketika saya menyebutkan alladzi, itu tidak yu'ayyinul musamma mutlaqon. Ini harus ada alat bantu, apa alat bantu dari alladzi? silatul maushul dan 'aa-id. Perhatikan, ini sampeyan kalau baca sendiri kemungkinanya sulit, oleh sebab itu perhatikan bener2. Kata2 mutlaqon itu penting, membedakan kema'rifatan isim alam dengan yang lain. Isim ma'rifat semuanya memiliki fungsi yu'ayyinul musamma. Isim ma'rifat itu memungkin semuanya memiliki fungsi yu'ayyinul musamma. Tapi permasalahanya apa mutlaqon? apa tidak? Muthlaqon? atau pakai alat bantu? Hadza.. ini itu yu'ayyinul musamma, tapi harus pakai isyaroh. 

Saya contohkan, ada bayi 
  • BAYI A Kholid
  • BAYI B Ali
  • BAYI C Muhammad
  • BAYI D Umar
ini bayi semua. Untuk yang pertama 'alam isimnya adalah kholid namanya, untuk yang kedua itu 'alam isimnya adalah ALI, yang ketiga adalah Muhammad, yang keempat adalah UMAR. Al musamma nya banyak, tapi ketika kita menyebutkan satu, persepsinya, pandangan kita, persepsi kita, apa yang ada pada benak dan pikiran kita itu mengarah pada yang punya nama itu, yang diberi nama itu. Tidak yang lain, meskipun kita hanya mengucapkan saja, tidak harus diberi alat bantu itu lho. Kholid.. (gak harus ditunjuk) itu namanya yu'ayyinul musamma muthlaqon. Umar.. mesti mengarah kepada D, oh umar itu anaknya tinggi, besar, kemudian wajahnya seperti ini, dan seterusnya. Dengan menyebut kata2 umar, itu bisa yu'ayyinul musamma. Itu juga bisa menggambarkan di dalam benak kita, deskripsi, sifat2 dari al musamma. 

Gak seperti itu ketika saya menyebut alladzi, yang itu juga termasuk dalam kategori isim ma'rifat. Alladzi, meskipun itu termasuk isim ma'rifat, akan tetapi tidak seperti itu (tidak mutlak). Harus ada bantuan, yang itu kita sebut sebagai silatul maushul. Itu namanya ismun yu'ayyinul musamma. Alam isim adalah ismun (nama) yu'ayyinu yang bisa menentukan, apa? isim, al musamma akan sesuatu yang diberi nama. Muthlaqon, secara mutlak, tanpa qoyyid, tanpa alat bantu yang lain. Kalau seandainya isim isyaroh alat bantunya adalah isyaroh, adalah petunjuk. Begitu... 30.00

Seperti ini sulit, menurut saya bagi kalian pemula2, kalau tidak digambarkan. Oleh sebab itu saya berpikir, ya apa cara mendeskripsikan dengan baik ya? 


32.41
اسم يعين المسمى مطلقا -- علمه كجعفر وخرنقا

'alamuhu bermula 'alam isim ka ja'farin (seperti lafadz ja'farin) nama untuk orang laki2 wa khirniqon (nama untuk perempuan). wa qoronin (nama untuk kabilah), wa 'adanin (aden) nama untuk negara. Wa lahiqin (nama untuk kuda yang berlari kencang). Wa Syadzqomin itu adalah nama untuk unta, wa hailatin (nama untuk kambing). Wa waasyiqin (nama untuk kalbun). Pingin memberikan penegasan, pokoknya nama, gak harus nama orang. 

Jadi yang memiliki yu'ayyinul musamma muthlaqon, 
bisa jadi nama untuk 
  • orang 
  • kabilah
  • negara
  • faroz
  • jamal
  • kalbun

واسما أتى وكنية و لقبا -- وأخرن ذا أن سواه صحبا
wa ataa (dan datang apa? isim 'alam tadi)
wa kunyatan ( 'alam kunyah)
wa laqoban ('alam laqob)


Secara umum 'Alam dibagi jadi tiga
  • 'alam isim 
  • 'alam kunyah (didahului dengan abun dan ummun)
  • 'alam laqob (pujian atau cacian)
wa akhiron (dan mengakhirkanlah siapa? kamu) pakai nun taukid. 
dza (akan ini laqob) dza menjadi isim isyaroh. Kembalinya pada yang paling dekat. Kalau seandainya gabungan bagaimana? 

in shohiba siwaahu 
kata2 siwaahu ini harusnya mengarah pada siwaa laqob. Berarti memungkinkan untuk kunyah, dan memungkinkan untuk isim. Bagaimana kalau seandainya kita menemukan 'alam laqob bergabung dengan siwaahu ('alam isim dan 'alam kunyah). 

Alfiyah ini sebenarnya untuk menulis. Bagaimana kalau kita menulis? kalau ada orang punya nama, punya kunyah, punya laqob juga. Inilah alasan kenapa kok kemudian penulisan

Abu Bakar Ash Shiddiiq

Abu Bakar adalah Kunyah
Ash Shiddiiq adalah laqob

Ketika dua 'alam berkumpul jadi satu, maka wa akhkhiron, dan mengakhirkanlah siapa? kamu, 
dza (akan ini laqob)
in siwaahu shoohiban ai in shoohiban siwaahu
in shoohiba (apabila berkumpul, berteman, bersama, apa? laqob)
siwaahu (akan selain, hu laqob).


Tentang Fi'il Amar
.
فعل الأمر
Ketika kita bertemu dengan fi'il amar, fi'il amar itu tidak mungkin kita hukumi dengan fi'il ma'lum, perhatikan itu. Gak ada fi'il amar itu majhul, itu gak ada. 

Karena fi'il amar itu selalu diproses dari fi'il mudhore' yang ma'lum. 

Jadi kalau seandainya kita coba untuk meyakinkan. Karena demikian pasti memiliki fa'il. Pun demikian, fi'il amar itu pasti memiliki fa'il, tidak mungkin fi'il amar itu punya naibul fa'il. 


واسما أتى وكنية و لقبا -- وأخرن ذا أن سواه صحبا

wa akhhiron, karena akhkhiron merupakan fi'il muta'addi, karena muta'addi membutuhkan maf'ul bih, 
dzaa (akan ini) menjadi maf'ul bih. Haadza, akan ini. 








Comments