Skip to main content

Kajian Alfiyyah 31 | Metode Al Bidayah | Kh. Abdul Haris Jember | Bait 75-79

Pembahasan Alfiyyah Ibnu Malik ke 31, oleh KH. Dr. Abdul Haris dari Jember dengan metode Al Bidayah. Semoga hal ini memberikan kesegaran bagi keingintahuan kita tentang bahasa arab. Dan berikut ini merupakan transkrip dari video beliau, selamat menikmati...


وانيكونا مفردين فأضف --  حتما والا أتبع الذي ردف

ومنه منقول كفضل وأسد  -- وذو ارتجال كسعاد و أدد

وجملة وما بمزج ركبا -- ذا إن بغير ويه تم أعربا

وساع في الأعلام ذو الإضافة -- كعبد شمش و أبي قحافة

ووضعوا لبعض الأجناس علم -- كعلم الأضخاص لفظا وهو عم


Alfiyah bait 75

وانيكونا مفردين فأضف --  حتما والا أتبع الذي ردف

wa in yakuunaa (dan jika ada, apa? isim dan laqob)
ini bercerita tentang 'alam (nama). Dimana 'alam itu ada tiga

  • 'alam isim
  • 'alam kunyah
  • 'alam laqob

Bagaimana kalau seandainya isim dan laqob itu berkumpul? 

وانيكونا مفردين فأضف --  حتما

wa in yakuunaa (dan jika apa keduanya -isim dan laqob)
khobar dari yakuunu 
mufrodaini (adalah keduanya) - Kode Khobar (adalah)
jawabnya in

fa adhif  (maka memudhofkankanlah, siapa? kamu)
Hatman (secara wajib)


والا أتبع 
wa illaa (dan jika tidak)
jawabnya in
Atbi' (mengikutkanlah siapa kamu, menjadi tawabi' ) -bisa jadi sebagai badal, atau athof bayan.

alladzi rodhifa (yang nggonceng, yang ada pada akhir, apa? alladzi)'


Tentang Mufrod
.

Jadi kalau ada 'alam isim dan 'alam laqob itu berkumpul, kalau keduanya mufrod. Mufrod itu terjemahanya banyak, jangan diterjemahkan mufrod itu hanya dalam tatsniyah dan jamak. Tergantung konteksnya. Kalau seandainya berbicara tentang hal, na'at, khobar maka merupakan lawan dari jumlah (kalimat). Hati2 ada pada istilah mufrod, dalam bab apa? Kalau berbicara kalimat... itu memang lawan dari tatsniyah dan jamak. Tapi kalau berbicara tentang hal, na'at, khobar itu merupakan lawan dari jumlah. 


Kalau konteksnya adalah lawan dari munada, itu adalah lawan dari 

  • mudhof, 
  • dan syabihun bil mudhof, 

atau maksudnya laisa bil murokkabin. 


Kalau kita berbicara tentang syi'ir, kalau kita berbicara tentang nadzom, maka jangan menuntut normal2 saja. Kalau seandainya njenengan moco kitab sing bukan syi'iran, sing bukan nadzom, wa illaa falaa. Jika tidak, maka tidak... ini terkenal. 

wa illaa atbi', bukan fa atbi', kenapa? karena dhorurot syi'ir.  



Alfiyah bait 76

ومنه منقول كفضل وأسد  -- وذو ارتجال كسعاد و أدد

wa minhu (dan adalah tetap bagian dari isim 'alam)

manquulun (isim 'alam manqul)

ka fadhlin (seperti kata fadhlin)

wa asadin (seperti kata asad)

Ketika ada orang dinamakan fadhlin, dinamakan asad, itu adalah isim alam manqul. Kenapa? karena bentuk awalnya dulu ada, yaitu mashdar. Di nukil, kata fadhlun itu dari bentuk mashdar. Nama fadhlun itu dinukil dari bentuk mashdar.

Ketika ada orang dinamakan asad, berarti itu adalah isim alam yang manqul, karena apa? sebelum dijadikan sebagai nama, asad ini adalah isim jenis dari nama hewan. 

wa minhu (dan adalah tetap bagian dari isim 'alam)
manquulun (isim 'alam manqul)

Isim 'alam itu ada yang manqul, maksudnya manqul itu apa? dinukil dari mashdar, dinukil dari isim jenis. SEBELUM DIA kita kenal sebagai isim 'alam (nama), dia sudah kita kenal terlebih dahulu.  Baik itu berupa mashdar, kita kenal fadhlun itu berupa mashdar, dari fadhola ataupun fadhula. Asad itu adalah isim jenis untuk hewan harimau yang merupakan asalnya raja hutan, Asad. 

Pembahasanya agak berat, kalau dikitab2 itu langsung ke bait berikutnya yaitu..

وجملة وما بمزج ركبا -- ذا إن بغير ويه تم أعربا

dari isim 'alam yang manqul itu ada yang dinukil dari jumlah. (bisa lihat pembahasan di bait 77)



Isim 'alam Murtajal
.
wa dzur tijaalin 
Dan diantara isim 'alam ada yang murtajal. Murtajal itu, sebelum dia dijadikan sebagai isim 'alam, dia tidak dijadikan apa2. Berarti dia bukan manqul. Murtajal itu maksudnya adalah isim 'alam itu sebelumnya tidak dipakai (tidak dinukil dari yang lain), ya pertama kali dipakai ya pas menjadi isim 'alam itu.

Kata2 su'aada itu 
  • bukan mashdar, 
  • bukan merupakan isim sifat
  • bukan isim jenis, 
su'aad itu ya nama.
Itu namanya murtajal. Ada alam manqul ada 'alam murtajal. 

Ono wong, jenenge udad, ono wong jenenge su'ad, itu asalnya bukan isim maf'ul, asalnya bukan isim fa'il, asalnya bukan isim jenis, asalnya bukan mashdar, asalnya bukan jumlah, ketika bukan itu semuanya maka itu disebut sebagai murtajal. Murtajal itu apa? yang tidak dinukil dari yang lain, pertama kali ya saat dia jadi isim 'alam. Sebelumnya bukan dalam bentuk mashdar, bukan dalam bentuk isim maf'ul, sebelumnya bukan dalam bentuk isim fa'il, atau yang lain. Seperti lafadz apa? 

Su'ada, dan Udad. Tidak dinukil dari isim jenis, isim fa'il, isim maf'ul atau yang lain. 



Alfiyah bait 77

وجملة وما بمزج ركبا -- ذا إن بغير ويه تم أعربا

Selain itu juga dinukil dari jumlah. Ada orang namanya qooma zaidun, saking senenge ambek nahwu, sehingga anaknya dijenengi qooma zaidun. Itu kan jumlah... Misalkan ada nama an'im kafaabih, itu kan jumlah. An'im itu kan fi'il amar itu, jumlah. Ada orang namanya jumlah, itu berarti isim 'alam manqul dari jumlah. 

wa minhu jumlatun... ai wa minal manquli jumlatun. 

Molakno kalau seandainya hafal, tidak membaca syarah, itu akan kesulitan. Ternyata setelah baca separuh bait 76, langsung masuk ke bait 77.  Isim 'alam manqul itu bisa dinukil dari

  • Mashdar
  • Isim Jenis
  • Jumlah
  • Tarkib Mazji
kadang2 menyulitkan kalau seandainya tidak dinasarkan. Kalau temen2 kepingin menekuni bahasa arab, yaitu dihafalkan. Tapi menghapalkan ini, itu butuh bantuan syarah. Berat.. menurut saya, tidak semua orang yang hapal itu faham. Memang untuk memahami itu berat. Oleh sebab itu saya katakan sulit, butuh kecerdasan tambahan, disamping hapal, juga faham. 

wa minhu jumlatun (dan bermula dari isim 'alam yang manqul, itu ada yang dinukil dari jumlah) 
wa maa dan dari sesuatu, rukkibaa (yang disusun, apa? maa)
bi mazjin ( dengan tarkib mazji)

Kadang2 agak membingungkan kalau seandainya tidak dinatsarkan.


ذا إن بغير ويه تم أعربا

dza itu haadza..
in tammaa bi ghoiri waihin
u'riba
ini kalau seandainya pakai natsar

dza (hadza) (bermula tarkib mazji)
adalah
in tamma (apabila sempurna, apa? tarkib mazji/ hadza) 
bi ghoiri waihin (dengan selain waihin) - maksudnya tarkib mazji itu tidak gabungan dari waihin, (ba'labaka - bi ghoiri waihin).
Jawabnya in..
U'riba (maka dianggap mu'rob, apa? tarkib mazji)


Tarkib mazji itu berapa ada yang 
  • pakai waihin
  • dan tanpa waihin
Kalau yang pakai waihin, itu dianggap mabni, kalau tanpa waihin, itu dianggap mu'rob, maka dia bisa berubah-ubah

misalnya 
  • Ja-anii sibawaihi 
  • Ro-aitu sibawaihi 
  • Marortu bisibawaihi

Ketika tarkib mazji, gabungan kata itu adalah waihin, maka ini adalah mabni.. 

misalnya:
Ba'labaku
Ba'labaka
Ba'labaki

Hadza in tammaa 
mafhum mukhollafah dari ini adalah
hadza in tammaa bi waihin, buniyaa
Kalau seandainya ada tambahan waihin disitu, buniya, maka dimabnikan, apa? tarkib mazji. 

wa minhu jumlatun (berawal isim yang dinukil dari jumlah)
wa maa bi mazji rukkiba (


Alfiyah bait 78

وساع في الأعلام ذو الإضافة  --  كعبد شمش و أبي قحافة
Ketika kita membaca nadzom2 alfiyah, maka contoh itu menjadi sangat penting untuk kita perhitungkan. Yang pertama dari abdi syamsin wa abi quhafah itu bahwa yang namanya i'rob dalam konteks idhofah, itu jatuhnya pada mudhof, bukan mudhof ilaihi. 

Perhatikan
  • Ja-anii 'abdu syamsin
  • Ro-aitu 'abda syamsin
  • Marortu bi'abdi syamsin

Mudhof ilaihnya selalu dalam kondisi jar. Yang pertama itu, yang kedua, mudhof itu memungkinkan di'rob dengan i'rob harokat, yang kedua memungkinkan di'irob dengan i'rob huruf. Abdi itu contoh i'rob harokat, dan abii itu contoh yang i'rob huruf. 

  • Ja-anii abu quhafah
  • Ro-aitu aba quhafah
  • Marortu abi quhafah

Jadi syarah2 itu menegaskan bahwa mudhof itu memungkinkan beri'rob harokat, memungkinkan juga beri'rob huruf. Abdi syamsin dan Abi Quhafah itu dimaksudkan oleh mushonnif, untuk kemudian menegaskan bahwa yang namanya i'rob idhofah ketika menduduki posisi i'rob tertentu, maka posisi i'robnya dibebankan pada mudhofnya. Sedangkan mudhof ilaih tetep harus dibaca jar. I'robnya mudhof memungkinkan berupa harokat, memungkinkan berupa huruf. Lagi2 kalau seandainya tidak membaca syarah, tidak mungkin ada kesimpulan semacam itu. Kalau seandainya tidak dibaca syarahnya, tidak mungkin ada kesimpulan seperti itu. 

Comments