Skip to main content

Thinking like a lawyer (5) Respect and Treatment - Adam Lange

 

I also witnessed that these parents, more often than not regardless of how good or bad the situation was that brought them to work with me, were often a zealous advocate for their own children.

They had strong, passionate feelings about how their children should be treated, and it was really encouraging to me. But I also sometimes noticed that they didn't always apply that same level, the same high level of standards of respect and treatment, to themselves.

And it kind of dawned on me that it's often easier to be a zealous advocate for those around you than for yourself. It's often easier, you know, to speak up for your friends and family, intervene on their  behalf, than maybe face some hard truths about yourself.

And I'm not saying that solutions and issues like domestic violence and substance abuse are easy. You can't just flip a switch and fix them. But understanding your self-worth and demanding more of yourself is one of those first steps. And I don't want to sound like a hypocrite up here talking about it because at the same time, I began to realize that I was kind of guilty of this myself too.

And in particular, one day just about two years ago, I was on a crowded, busy New York subway on my way to work, and suddenly, I had the first full-blown panic attack of my life. And to put in context, I want to think a little bit about where I came from to get to this point.



Saya juga menyaksikan bahwa para orang tua ini, sering kali, tanpa peduli seberapa baik atau buruk situasi yang membawa mereka untuk bekerja sama dengan saya. Mereka hampir selalu menjadi pembela yang bersemangat bagi anak-anak mereka sendiri. Mereka punya perasaan yang kuat dan penuh gairah tentang bagaimana anak-anak mereka seharusnya diperlakukan, dan itu sungguh memberi saya semangat. 

Namun saya juga kadang menyadari bahwa mereka tidak selalu menerapkan tingkat standar yang sama, standar yang tinggi tentang rasa hormat dan perlakuan, kepada diri mereka sendiri. 

Dan saya kemudian tersadar bahwa sering kali lebih mudah menjadi pembela yang bersemangat bagi orang-orang di sekitar kita daripada bagi diri kita sendiri. Sering kali lebih mudah, untuk, katakanlah, membela teman atau keluarga, ikut campur untuk kepentingan mereka, daripada menghadapi kenyataan pahit tentang diri sendiri.


Dan saya tidak mengatakan bahwa solusi untuk masalah seperti kekerasan dalam rumah tangga dan penyalahgunaan zat itu mudah. Kita tidak bisa hanya menekan tombol dan semuanya selesai. Namun memahami harga diri kita dan menuntut lebih dari diri sendiri adalah salah satu langkah awal.


Dan saya tidak ingin terdengar munafik berdiri di sini membicarakan hal itu, karena pada saat yang sama, saya mulai menyadari bahwa saya juga agak bersalah dalam hal ini. Khususnya, suatu hari sekitar dua tahun yang lalu, saya berada di kereta bawah tanah New York yang padat dan sibuk dalam perjalanan menuju kantor, dan tiba-tiba, saya mengalami serangan panik penuh untuk pertama kalinya.

Dan untuk memberi konteks, saya ingin mengajak berpikir sejenak tentang dari mana saya berasal hingga sampai ke titik itu. 


------


Begini, saya anak tertua dari tiga bersaudara di keluarga saya. Kami adalah generasi pertama di keluarga kami yang masuk perguruan tinggi. Saya berhasil di sekolah menengah. Saya ikut kegiatan seperti Mock Trial. Saya bahkan berhasil memperjuangkan dan membatalkan larangan sebuah buku di sekolah menengah saya. Hal-hal seperti itu membuat saya berpikir, “Oh, mungkin hukum – mungkin menjadi seorang pembela akan menyenangkan.”

Saya masuk Grinnell; saya berhasil di sini.
Saya melanjutkan ke sekolah hukum; saya berhasil juga di sana.
Lulus ujian pengacara, mendapat pekerjaan yang saya inginkan,
dan saya benar-benar menjadi seorang pengacara.
Tapi untuk memakai metafora lain,
saya menyadari pagi itu, ketika mengalami serangan panik,
bahwa saya seperti Wile E. Coyote yang mengejar Road Runner.
Saya melaju begitu cepat dari satu tujuan ke tujuan lain, dari satu langkah ke langkah berikutnya.
Saat itu, saya mulai melakukan apa yang saya inginkan,
namun semuanya hanya soal tujuan akhir setiap waktu.
Saya sudah berada sejauh satu mil di luar tepi jurang
dan jatuh lurus ke bawah.
Untungnya, situasi itu – saya jadikan sebagai panggilan untuk bangun.
Saya mulai melakukan terapi dan minum obat.
Saya jauh lebih baik menjaga pola makan dan olahraga.
Saya juga sedikit lebih baik dalam hal tidur –
saya tahu itu terdengar aneh bagi mahasiswa Grinnell, tapi tidur yang baik sangat membantu.
Dan saya tidak sempurna.
Tapi ini sesuatu yang saya kerjakan setiap hari,
dan saya rasa saya sudah banyak berkembang.
Dan saya merasa saya sedang menuju
ke arah yang lebih baik.
Dan sepanjang dua tahun terakhir ini,
saya juga sedikit terbantu
dengan menyadari bahwa saya bukan satu-satunya
yang berjuang dalam dua tahun terakhir.
Maksud saya, banyak orang di ruangan ini, di seluruh negeri,
yang juga mengalami masa sulit beberapa tahun terakhir.
Dan sulit bagi saya untuk memikirkan ini
tanpa menghubungkannya dengan hal-hal seperti Black Lives Matter dan Me Too
dan berbagai situasi lain di mana orang biasanya berbicara
membela orang lain
tapi kini juga berbicara dan berkata,
“Hey, saya juga pantas diperlakukan dengan hormat.
Saya juga pantas mendapat yang terbaik.”

Jadi, saya tidak duduk di sini berpura-pura bahwa saya punya semua jawaban tentang diri saya.
Saya tidak punya jawaban untuk Anda.
Saya tidak punya jawaban untuk negeri ini.
Tapi satu nasihat kecil yang bisa saya bagikan di akhir ini,
yang bisa Anda bawa pulang,
adalah pelajaran yang saya pelajari:
tetaplah menjadi pembela yang bersemangat bagi orang-orang di sekitar Anda, bagi orang yang Anda cintai.
Itu hal yang sangat Grinnell untuk dilakukan.
Namun dalam proses itu, jangan lupa juga untuk menjadi pembela yang bersemangat bagi diri Anda sendiri.

Terima kasih.
(Tepuk tangan)

Comments