Skip to main content

KH. Abdul Haris Jember | Pembelajaran Nahwu Shorof 28 | Syarat (2)


Bismillahirrohmanirrohim

Assalamu’alaikum warohmatullohi wa barokatuh
Bismillah
Alhamdulillah


Washsholatu wassalamu ‘ala Rosulillah sayyidinaa Muhammadin wa’ala alihi wa shohbihi wa man wa laahu.

Robbisy rohlii shodri, wa yassirly amri, wahlul uqdatan min lisaani, yafqohuu qouli..



Amma ba’du


Pada kesempatan Malam hari ini, kita akan melanjutkan pembahasan kita tentang syarat. Sekedar mengingat kembali, bahwa dalam Bahasa apapun, kita akan menemukan sebuah kata yang artinya tidak mungkin bisa kita fahami kalau tidak ada jawaban MAKA. Dalam bahasa apapun itu,
(contoh)

  • Barangsiapa beriman kepada Alloh dan hari Akhir, selanjutnya pasti ada maka..... 
  • Apabila hari (turun) hujan, maka....... 
Kok kemudian kita diam, tidak diberi tambahan kata2 maka..... maka orang tidak akan paham. Kalimat itu menjadi tidak sempurna yang menjadikan seseorang tidak akan paham. Pun juga demikian di dalam Bahasa arab. Jadi kalau seandainya kita berbicara tentang syarat, seperti yang kemarin kita tegaskan. Ada tiga komponen yang harus dilengkapi tentang syarat itu.
  • Adaatusy syarthi (Adat Syarat) - Penanda Syarat
  • Fi’lusy syarthi (Fi'il Syarat) - Kata kerja Syarat
  • Jawabusy syarthi (Jawab Syarat) - Jawab Syarat
 

Skema Bab Syarat dalam Ilmu Nahwu


Tentang Adatusy Syarthi (penanda syarat) kemarin sudah banyak kita bahasdimana klasifikasinya secara umum
  • ada yang masuk dalam kategori huruf
  • ada yang masuk dalam kategori isim
 
Adat syarat juga ada yang memiliki
  • fungsi jazim,
  • dan ada yang memiliki fungsi ghoiru jazim.
 Itu kemarin sudah kita jelaskan. 


Fi'il Syarat
Selanjutnya tentang fi’lusy syarthi. Memang komponen2 unsur2 yang ada di dalam syarat itu, ada
  • Adatusy syarthi
  • Fi’lusy syarthi
  • Jawabusy syarthi
 

Seperti yang kemarin kita contohkan

ان قام استاذ قام محمد

إن - Adat Syarat
Fiil Syarat - قام
Jawab Syarat - قام

Ini adalah komponen2 yang umumnya ada, pada saat kita berbicara tentang syarat. Ada yang disebut sebagai:
  • Adatusy syarthi
  • Fi’lusy syarthi
  • Jawabusy syarthi
 
Fi'il Syarat yang tidak tertulis
Tapi di dalam tataran selanjutnya itu ada perkembangan2, diantara perkembangan itu adalah bahwa ternyata tidak semua syarat itu fiil syaratnya itu ditulis


Adat Syarat Amma
 
وأما النون فتكون علامة لرفع

أما - Adat Syarat

Amma ini artinya adalah Adapun, setiap ada kata2 adapun, pasti kalau seandainya tidak kita lanjutkan dengan kata2 maka....  orang tidak akan faham. Yang itu kita simpulkan bahwa amma itu adalah adatusy syarthi. Tapi nyatanya setelah amma itu adalah isim, berarti disini fi'lusy syarthi  nya tidak ada. Itu yang saya maksud. Yang perlu diperhatikan, dalam tataran yang normal, setiap syarat itu pasti akan mengandung apa yang kemudian kita sebut sebagai
  • Adatusy syarthi
  • Fi’lusy syarthi
  • Jawabusy syarthi
 
Tapi dalam perkembangan selanjutnya yang perlu difahami adalah, ada adat syarat tertentu yang kalau itu seandainya itu yang kita temukan di dalam sebuah teks, maka fiil syaratnya tidak akan kita jumpai. Diantaranya adalah  (secara umum ada tiga)
  • Amma أما
  • Laulaa لولا
  • Laumaa لوما
Ketiga ini sama ini
 


Adat Syarat Laulaa

لولا الكتاب لضاع اكثر العلم

Jelas ini adalah adatusy syarthi, Seandainya tidak (laulaa). Tetapi yang jatuh sesudahnya berupa isim. Mana fiil syaratnya? Fiil syaratnya ini tidak ada. Dianggap mutadhommin (sudah tersimpan) fiil syaratnya dianggap sudah tersimpan di dalam laulaa (adatusy syarthi). 

معنى فعل الشرط

Yang penting untuk diperhatikan, memang secara umum ketika berbicara tentang syarat, maka pasti ada unsur
  • Adatusy syarthi,
  • Fi’lusy syarthi
  • Jawabusy syarthi
 
Kecuali untuk adat syarat2  tertentu. Diantaranya adalah
  • Amma
  • Laulaa
  • Laumaa

Misalnya disini, laulaal kitaabu ladhoo’a aktsarul ilmi. Nyata2 disini tidak ada fi’lusy syarthinya.

لولا الكتابة لضاع اكثر العلم
 
Jadi point yang kepingin saya tegaskan bahwa, untuk adat syarat2 tertentu, maka tidak akan menemukan fi’lusy syarthinya, karena memang tidak ada fi’lusy syarthinya. Secara kasat mata, dia tidak akan ditulis seperti itu, itu untuk masalah fi’lusy syarthi.
 


Jawab Syarat ditambah huruf Fa
Tentang jawab syarat, apa yang harus diperhatikan? Yang harus diperhatikan bahwa kadang2, 
  • jawab syarat ada fa nya
  • kadang2 tidak ada fa nya
Jadi kadang2 tentang jawab syarat itu ditambahi fa, kadang2 tidak ditambahi fa. Kapan wajib ditambahi fa? Apabila masuk dalam kategori apa??

اسمية طلبية وبجامد -- وبما وقد وبلن و بالتنفس
  • Ismiyatun - Jumlah Ismiyah
  • tholabiyatun - Amr / Nahiy 
  • wa bi jamidi - Isim Jamid
  • wa bi ma waqod - قد 
  • wa bi lan  - لن
  • wa bit tanfisi -س tanfis

Ini adalah kondisi dimana jawab syarat itu harus ditambahi fa.

إذا جاء نصر الله والفتح
ورأيت الناس يدخلون في دين الله أفواجا
فسبح بحمد ربك واستغفره إنه كان توابا

Apabila telah datang pertolongan Alloh
wal fathu (dan terbukanya)
Penakhlukan kota mekah
wa roita (dan kamu melihat)
an naasa ( manusia ) jadi maf'ul bih
yadkhuluuna (hale podo mlebu) dalam keadaan masuk
fi dinillahi (di dalam agama Alloh)
afwajan (berbondong2)
fasabbih (maka bertasbihlah)

fasabbih disini sebagai jawab syarat, kenapa kok kemudian ada tambahan fa nya? Karena sabbih disini lebih disebabkan termasuk dalam tholab. Tholabnya adalah fiil amr. Jadi kita pastikan bahwa jawab syarat disitu wajib ada tambahan fa'nya, jawab syarat disitu tidak wajib ada tambahan fa'nya, dari mana kita tahu? dari nadzom di bawah ini:

اسمية طلبية وبجامد -- وبما وقد وبلن و بالتنفس

  • Ismiyatun - Jumlah Ismiyah
  • tholabiyatun - Amr / Nahiy 
  • wa bi jamidi - Isim Jamid
  • wa bi ma waqod - قد 
  • wa bi lan  - لن
  • wa bit tanfisi -س tanfis
 

Misalnya, contoh lagi. 

النكاح السنتي فمن رغب عن سنتي فليس مني
Fa man (mongko utawi sapane wong)
Roghiba (iku itu benci sopo? Man)
an sunnati (terhadap sunnahku)

Roghiba disini pakai an, kalua melihat kamus sampeyan harus peduli, bahwa satu fiil bisa jadi memiliki arti yang banyak, karena sambungan huruf jarnya itu beda. Ini yang kemudian disebut (dengan istilah)

الافعال المتعدية بحرف جر
al af’al al muta’addiyat bi harfi jarri

fi'il2 yang muta'addinya dengan menggunakan huruf jar. Ini perlu diperhatikan. 

Karena roghiba pakai an, maka diartikan BENCI, tidak suka

فمن رغب عن سنتي فليس مني
fa man ( mongko utawi sapane uwong)
iku roghiba (Benci sopo? man)
an sunnati (terhadap sunnahku)
falaisa minni (maka orang tersebut bukan termasuk golonganku)

 
Point yang pingin saya tegaskan disini adalah man disini adalah adatusy syarthi, karena apa? Dari sisi arti dia memiliki arti barangsiapa. Yang kalau senadainya tidak diberi kata2 maka.... maka orang tidak akan faham (kalimat menjadi tidak sempurna). Roghiba disini sebagai fi’lusy syarthi.
Mana jawab syaratnya? Jawab syaratnya adalah Falaisa minni.


Laisa
فمن رغب عن سنتي فليس مني
Kok ada fa-nya disini? Apakah keberadaan fa disini WAJIB? Iya wajib, karena disini termasuk dalam fi'il jamid, fi'il jamid itu maksudnya adalah fiil yang tidak bisa ditashrifJadi.. laisa itu, dia hanya punya fiil madhi saja. Kalau seandainya sampeyan tanya, 
  • apa fiil mudhorenya laisa? Ya gak ada
  • Apa fiil amarnya fiil laisa?ya gak ada
Laisa itu hanya punya fiil madhi. Bahwa laisa itu fiil madhi, itu bisa dibuktikan dia bisa dimasuki oleh ta’ ta’nits Sakinah. Laisat

ليست

Ada kata2 laisat…
Jadi masalah yang jadi penting dalam konteks SYARAT ini adalah bahwa secara normal, bahwa unsur2 yang membentuk syarat itu ada tiga
  • adatusy syarthi,
  • Fi’lusy syarthi
  • Jawabusy syarthi
 

Adat Syarat

Kategori yang pertama
Untuk adatusy syarthi sebagaimana yang kemarin kita tegaskan 
  • ada yang masuk dalam kategori huruf,
  • ada yang masuk dalam kategori isim.

Kenapa ini kok perlu ditegaskan? 
karena Ketika panjenengan bertemu dengan sebuah kalimat yang itu kita yakini sebagai kalimat isim. Maka kita harus bertanggung jawab memberikan hukum I’rob. Apakah hukum i'robnya itu kita beri
  • rofa'
  • nashob
  • jar
Pokoknya isim itu, apakah dalam kategori mabni / mu’rob itu semuanya harus ada hukum? I’robnya. Ketika masuk dalam kategori huruf, maka pasti tidak memiliki hukum I’rob. 
  • huruf itu tidak dibaca rofa' 
  • huruf itu tidak dibaca nashob, 
  • huruf itu tidak dibaca jar, 
  • huruf itu tidak dibaca jazm.


Kategori yang kedua
untuk adat syarat itu adalah bahwa adat syarat itu ada yang memiliki
  • fungsi Jazim. Menjazmkan fiil mudhore yang akan dimasukinya.
  • Ada yang masuk dalam kategori ghoiru jazim
 

Adat Syarat Lau  لو

Misalnya

لو نشاءُ لجعلناه حطاما
Lau Nasyaa-u (apabila kami menghendaki)
maka
akan kami jadikan 
huthoman itu maksudnya adalah
nabatan yabisat

نَباتًا يابِسًا لا حَبّ فِيهِ
tumbuh2 an yang kering dan tidak memiliki bijih2an. (tafsir jalalain)

Ini adalah lau, termasuk dalam adatusy syarthi, tetapi disini tetep dibaca lau nasyaa-u
syaa-a 
yasyaa-u
tasyaa-u
asyaa-u
nasyaa-u

Berarti apa? 
Lau disini tidak berpengaruh pada fiil mudhore yang dimasukinya. Yang berarti lau disini termasuk dalam kategori adat syarat yang ghoiru jazim (yang tidak menjazmkan) itu semacam itu. 
 


Kadang2 fi'il syarat tidak ada
Tentang fi'il syarat yang harus ditegaskan adalah kadang2 fiil syaratnya itu ada, kadang2 tidak. Meskipun secara normal itu, kalau kita berbicara tentang syarat itu adalah
  • ada adat syarat, 
  • ada fiil syarat, 
  • ada jawab syarat. 
akan tetapi dalam konteks tertentu, ternyata ada juga, yang namanya adat syarat itu memang tidak menyertakan yang namanya fi'il syarat. Yang secara umum itu, biasanya tiga itu (adat syarat yang tidak pakai fi'il syarat)
Ada kalanya
  • Amma أما
  • Laulaa لولا
  • Laumaa لوما
 

Sekarang selanjutnya tentang Jawab Syarat. Jawab Syarat itu masalah yang pokok, apakah jawab syarat itu harus ada tambahan fa nya, atau tidak? Kapan wajib diberi tambahan fa? Itu yang kemudian kita tegaskan tadi, 


اسمية طلبية وبجامد -- وبما وقد وبلن و بالتنفس

Yang seandainya disimpulkan adalah
Setiap jawab syarat yang tidak tidak memungkinkan untuk ditentukan sebagai fi'il syarat, maka ketika menjadi jawab syarat harus ada tambahan fa nya.

Ismiyatun, jumlah ismiyah misalnya. Ini tidak mungkin menjadi fi'il syarat. Karena demikian ketika menjadi jawab syarat, harus ada tambahan fa'nya. 

Tholabiyatun, fi'il syarat tidak pernah selamanya terbuat dari fi'il amr, dan juga fi'il nahi itu tidak mungkin. Fi'il syarat itu tidak mungkin terbuat dari tholabiyah, karena demikian ketika tholabiyah ini menjadi jawab syarat, karena tidak memungkinkan ditentukan sebagai fi'il syarat, maka ketika jadi jawab syarat harus ada tambahan fa'
 
Fi'il Jamid. Gak akan sampeyan temukan fi'il jamid itu menjadi fi'il syarat. Gak akan kita temukan fi'il jamid itu menjadi fi'il syarat. Pokoknya kalau seandainya tidak memungkinkan ditentukan sebagai fi'il syarat, ketika menjadi jawab syarat, maka itu harus diberi tambahan fa. 

Jadi nadzom ismiyatun tholabiyatun wa bijamidi, wa bimaa wa qod, wa bilan wa bit tanfisi.
Itu kenapa semuanya kok harus ada tambahan fa'?  kok harus ada plus fa nya itu kenapa? Karena yang masuk sebagai nadzom ini tidak memungkinkan untuk ditentukan sebagai fi'il syarat.  

Jawab syarat ketika tidak memungkinkan ditentukan menjadi fi'il syarat, ketika menjadi jawab syarat harus ada tambahan fa nya. 

Maa. gak akan ada fi'il syarat ada tambahan maa nya itu gak akan ada. 
Qod. gak akan ada fi'il syarat yang didahului oleh qod. 
Lan. gak akan ada fi'il syarat yang didahului oleh lan
Sin tanfis gak akan ada yang namanya fi'il syarat didahului oleh sin

Oleh karena demikian, ketika jawab syarat itu dari 
Jumlah ismiyah, Tholabiyah, isim jamid, ketika ada tambahan maa, ketika ada tambahan qod, ketika ada tambahan lan dan sin tanfis itu, ketika ini semua ditentukan sebagai jawab syarat, harus ada tambahan fa nya. 

Jadi filosofinya, substansinya itu seperti itu. Setiap jawab syarat, yang tidak memungkinkan untuk ditentukan sebagai fi'il syarat, ketika menjadi jawab syarat harus ada tambahan fa nya. Saya ulangi lagi Setiap jawab syarat, yang tidak memungkinkan untuk ditentukan sebagai fi'il syarat ....
gak akan ada yang namanya fi'il syarat itu berasal dari fi'il jamid itu gak akan ada. Oleh sebab itu, ketika jawab syarat yang tidak memungkinkan menjadi fi'il syarat ini, ketika menjadi jawab syarat harus ada tambahan fa nya. Sederhananya begitu, coba direnungkan omongan saya ini. 

Tidak akan ada yang namanya fi'il syarat itu ada tambahan maa nya. 
Tidak akan ada yang namanya fi'il syarat itu ada tambahan qod nya. 

Oleh sebab itu ketika ada jawab syarat didahului oleh maa, didahului oleh qod, maka harus ada tambahan fa nya. Kenapa? karena itu tidak memungkinkan ditentukan sebagai fi'il syarat. Jadi rumusnya...

اسمية طلبية وبجامد -- وبما وقد وبلن و بالتنفس
 
itu lebih disebabkan karena yang masuk dalam kategori nadzom ini, tidak memungkinkan ditentukan sebagai fi'il syarat. Karena tidak memungkinkan ditentukan sebagai fi'il syarat, ketika menjadi ketika menjadi jawab syarat, harus ada tambahan fa nya. Dan itu tergabung dalam nadzom..
ismiyatun tholabiyatun wa bi jamidi, wa bimaa wa qod, wa bilan wa bit tanfisi


Urutan Syarat
Penting lagi untuk ditegaskan bahwa urut2anya adalah ada adat syarat, ada fi'il syarat, ada jawab syarat. Oleh sebab itu, kalau seandainya ternyata, ada sesuatu yang jatuh sebelum syarat yang mampu menempati jawab syarat, maka jawab syaratnya dianggap dibuang. 


Skema Syarat dalam Ilmu Nahwu





Urut2anya itu begini
adatusy syarthi + fi'il syarat + jawab syarat. 
urutan pertama : adat syarat
urutan kedua : fi'il syarat
urutan ketiga : jawab syarat


Ini saya contohkan, ini jawab syaratnya termasuk dibuang. 

أنت ظالم إن فعلت هذا 
anta (utawi siro )
iku 
dzolimun (wong kang dzolim)

in fa'alta hadza
(jika engkau melakukan seperti ini)


Kalau seandainya ditulis wajar. 

إن فعلت هذا فأنت ظالم 
jawab syaratnya berupa jumlah ismiyah.

Kalau seandainya tulisanya 
anta dzolimun (sampeyan dzolim)
in fa'alta hadza (jika sampeyan melakukan seperti ini)

Jawab Syarat dimahdzuf

أنت ظالم إن فعلت هذا 

Dalam konteks seperti ini, ini dianggap jawab syaratnya dimahdzuf, opo o sebabe? karena ada yang jatuh sebelum adatusy syarthi yang mampu menempati posisi jawab syarat. Saya ulangi lagi. 



Susunan adat syarat itu,
Adat syarat dulu, baru fiil syarat, baru jawab syarat. Dalam bahasa Indonesia juga begitu, jika turun hujan, maka saya tidak masuk sekolah. Itu susunan wajar

  • jika - adat syarat
  • turun hujan - fi'il syarat
  • maka saya tidak masuk sekolah - jawab syarat

Dalam bab nahwu itu, Ketika itu (susunan itu) kemudian dibalik maka jawab syaratnya dianggap dibuang. Karena jawab syarat itu harus normal jatuh setelah adat syarat dan fi'il syarat.  Coba diperhatikan...

Jawab syarat itu harus jatuh setelah Adat syarat dan Fi'il Syarat. Ketika jawab syaratnya jatuh sebelumnya.. seperti kata..
saya tidak masuk sekolah - (dianggap jawab syarat)
apabila (adat syarat)
turun hujan (jawab syarat)


إن فعلت هذا فأنت ظالم 

Kalau seandainya ditulis wajar, in fa'alta hadza...

  • إن adatusy syarthi
  •  فعلت fi'lusy syarthi
  •  فأنت ظالم - Jawab Syarat

Apabila sampeyan melakukan ini, maka sampeyan termasuk orang yang dzolim. Ini jawab syarat, ada fa nya. Kenapa? karena jawab syaratnya termasuk ismiyatun tadi (jumlah ismiyah)
anta (mubtada)
dzolimun (khobar)


إن فعلت هذا فأنت ظالم 

in fa'alta (lamun ngelakoni, sopo? siro)
hadza (ing iki)
fa anta (mongko utawi siro)
iku
dzolimun (wong kang dzolim)

lamun ngelakoni, sopo? siro ing iki, mongko utawi siro iku wong kang dzolim. Ini susunan normal, pertama adat syarat, berikutnya fi'il syarat, dan terakhir jawab syarat. Karena jawab syaratnya termasuk jumlah ismiyah maka ditambahi fa. Apabila saya balik, itu dianggap jawab syaratnya itu dibuang. 

أنت ظالم إن فعلت هذا 

Kalau disusun seperti di atas, ini dianggap jawab syaratnya dibuang. Padahal sakjane yo podo wae, tapi kita harus tunduk pada aturan bahasa arab. Bahwa yang namanya jawab syarat itu posisinya harus berada setelah jawab syarat dan fi'lusy syarthi. Ketika didahulukan, meskipun substansinya sama, itu dianggap dibuang. 


أنت ظالم إن فعلت هذا 

anta (utawi siro)
iku
dzolimun (wong kang dzolim)
ing fa'alta (lamun nglakoni, sopo? siro)
hadza (ing iki)

Itu jawab syarat dianggap dibuang, gak onok istilahe jawab syarat didahulukan. Itu tidak ada... jawab syarat muqoddam itu tidak ada istilahnya disitu. Itu yang ada mahdzuf, karena apa? karena keadaan sebelumnya itu sudah ada yang menggantikan posisi jawab syarat. 

Jadi susunanya dalam SYARAT itu adat syarat dulu, baru fi'lusy syarthi, baru jawabusy syarthi. Ketika dibalik, meskipun substansinya sama, kan sama??

إن فعلت هذا فأنت ظالم 

in fa'alta (lamun ngelakoni, sopo? siro)
hadza (ing iki)
fa anta (mongko utawi siro)
iku
dzolimun (wong kang dzolim)

kalau seandainya sampeyan melakukan ini, maka sampeyan termasuk orang yang dzolim. Kalau seandainya sampeyan melakukan hal ini, maka sampeyan termasuk orang yang dzolim.  


Multipredikat pada huruf
Yang nggarai agak sulit membaca kitab itu bahwa satu huruf itu bisa multipredikat. Ini namanya macem2, tadi kita sudah menemukan (istilah) fa jawab. Bagaimana aplikasinya? ini dalam bab zakat. 

من لزمه بنت مخاض فعدمها وعنده بنت لبون دفعها

Perhatikan...
ini dipraktekkan. 
man (barangsiapa) - Adat syarat
lazima (yang wajib) - fi'il syarat
hu terhadap man
apa? yang wajib?
bintu makhodhin (jadi fail terhadap lazima)

فعدمها - apakah ini jawab syaratnya? Oh ternyata tidak. Jadi jangan kemudian ketika kita menganalisis teks, yang kita tentukan sebagai barangsiapa, berarti itu adatusy syarthi. Setelah itu kita temukan fa, langsung spontan, oh ini jawab syaratnya, tidak begitu. Tidak begitu caranya, ini yang menjadikan sulit. Yang menjadikan sulit itu karena satu huruf itu kadang2 multipredikat. Ternyata ada juga yang namanya fa itu disebut sebagai fa athof. 

Nadzom untuk menghafal apa saja huruf athof

بِالْوَاوِ وَالْفَا أَوْ وَأَمْ وَثُمَّ -- حَتَّى وَبَلْ وَلَا وَلَكِنْ إمَّا 


من لزمه بنت مخاض فعدمها وعنده بنت لبون دفعها

Barangsiapa yang wajib atasnya bintu makhodh, lalu dia tidak menemukan dalam hartanya, onta bintu makhodh itu tidak ditemukan. 
Wa indahu bintu labunin (sedangkan ia memiliki bintu labunin) dafa'aha (maka menyerahkan, siapa? dia

haa bintu labun. Justru yang menjadi jawab syarat itu adalah 

دفعها

Jadi aplikasinya itu adalah kalau kita sedang membaca kitab, harus menjadikan murrod, harus menjadikan maksud itu sebagai panglima, sebagai pegangan, untuk (menentukan) kira2 hukum i'robnya bagaimana?  Tadi kita katakan bahwa yang namanya Jawab Syarat itu kadang2 ada fa nya, kadang2 tidak ada fa nya. Jangan kemudian ketika kita ketemu fa itu, langsung kita tentukan/ kita simpulkan bahwa ini adalah jawab syarat.  Kalau umpamane fa'adamahaa ini jadi jawab syarat, dafa'ahaa ini dadi opo? 

Jadi harus dilihat konteksnya, kalimat sebelum dan sesudahnya dilihat, ditimbang2 kemudian kita simpulkan, oh... bukan.. fa nya disini adalah fa athof. 

من لزمه بنت مخاض فعدمها وعنده بنت لبون دفعها

Barangsiapa yang wajib atasnya onta yang bintu makhodh, 
fa 'adimahaa lalu dia cari yang namanya bintu makhodh, ternyata tidak nemu. Gak ada onta bintu makhod. 

Wa indahu bintu labunin (sedangkan yang besangkutan) punya yang namanya onta bintu labunin.
Pertama itu onta bintu makhodh, setelah itu onta bintu labun. setelah itu khiqqoh, setelah itu jan'ah. Itu hierarki itu tahapan2 tingkatan2 umur onta.  

Hierarki Umur Onta



Dia punya yang namanya onta 25, berarti onta bintu makhodh yang harus dibayarkan. Fa'adimahaa disini, fa nya itu athof, bukan fa jawab. Saya hanya kepingin menegaskan  bahwa ketika kita sedang menganalisis teks, yang penting kita sejak awal faham. Jawab syarat itu kadang2 ada fa nya, kadang2 tidak ada fa nya. Kapan ada fa nya? apabila...

اسمية طلبية وبجامد -- وبما وقد وبلن و بالتنفس


Akan tetapi yang penting, setelah kita menentukan bahwa man itu adalah adat syarat, kalau seandainya kita ketemu dengan fa, jangan langsung memutuskan bahwa ini adalah fa jawab. Kalian bisa melihat di aplikasi i'rob (buku KH. Abdul Haris). Di dalam buku beliau sudah ditulis

  • macam2  alif,
  • macam2 wawu,
  • macam2 ya,
  • macam2 fa,

kenapa? ya kalau seandainya kita itu nentukan keliru, yang seharusya fa athof ditentukan sebagai fa jawab, ya otomatis akhirnya akan berdampak pada murod. Jadi aplikasinya seperti itu. Saya ulangi lagi sekali lagi, bahwa ketika kita bertemu dengan syarat, unsur2 yang harus dipenuhi pada dasarnya ada tiga.

yang pertama adat syarat
yang kedua fi'il syarat
yang ketiga jawab syarat

Adat syarat ada dua klasifikasi minimal, yang pertama masuk dalam kategori isim, yang kedua masuk dalam kategori huruf. Klasifikasi kedua adalah adat syarat ada yang masuk dalam kategori jazim (menjazmkan fiil mudhore yang dimasukinya) dan ada yang kategorinya ghoiru jazim. Setelah itu fi'il syarat, fi'il syarat kadang2 ditulis kadang2 tidak. Itu tergantung kepada, adat syaratnya yang mana? Adat syarat itu kalau dipakai adalah 

amma
laulaa
laumaa

maka disitu pasti tidak ada fi'il syaratnya. Berikutnya tentang jawab syarat, tentang jawab syarat problem yang biasa muncul adalah Apakah disitu diberi fa atau tidak. Ada yang wajib diberi fa, ada yang tidak wajib.  Kapan wajib? kalau masuk dalam kategori


اسمية طلبية وبجامد -- وبما وقد وبلن و بالتنفس


yang perlu ditegaskan lagi adalah bahwa susunanya normal itu yang pertama adat syarat, kedua fi'il syarat, yang ketiga adalah jawab syarat. Kalau kemudian jawab syarat yang diawalkan, itu istilahnya gak ada jawab syarat yang muqoddam, gak ada. Itu jawab syarat yang dibuang, sebagaimana yang saya contohkan...

أنت ظالم إن فعلت هذا 

itu sakjane podo sama dengan


إن فعلت هذا فأنت ظالم 

Apabila melakukan siapa? kamu, hadza (pada ini). Melakukan perbuatan ini, fa anta dzolimun. Jadi jawab syarat kalau seandainya begitu. Fa anta dzolimun (maka sampeyan dzolim). Tapi ketika dibalik, kamu dzolim kalau melakukan ini, ternyata itu dianggap bukan jawab syarat yang muqoddam. Jawab syarat itu tidak ada yang didahulukan. Sama seperti misalnya khobar muqoddam, maf'ul bih muqoddam itu tidak sama dengan itu.  

Mungkin itu yang bisa saya sampaikan, kurang lebihnya mohon maaf. Wa billahit taufiq wal hidayah. Wassalamu'alaikum warohmatullohi wa barokatuh. 


Comments